Dekat dengan Orang Kaya, Kita bisa Kenalan dengan Cewek Cantik
WAKTU istri pesen dimsum dan teh upet. Saya duduk santai berdua dengan anak di kursi dan meja yang sudah disediakan. Sedikit pun tidak terpengaruh dengan keadaan sekitar. Namanya di Mall, yang main, yang belanja, yang nonton bioskop, sudah biasa. Meski dalam hati sempat bertanya. Ini kan hari rabu, bukan hari minggu, kok tumben pengunjungnya banyak banget.
Setelah istri datang bawa dimsum dan teh upet. Baru deh saya ngerasa bahwa di Mall hari itu ada yang aneh. Di depan saya, sekumpulan anak laki-laki usia sekolah dasar, jumlahnya kurang lebih 10 orang, tampak seperti sedang melaksanakan pertemuan. Istri saya pun sampai berseloroh, mungkin mereka anak-anak gamer lagi kopdar.
Lihat anak-anak seumuran anak saya nongkrong di Mall. Ingatan saya langsung melayang ke masa kecil. Zaman saya masih SD. Kita nggak berani main jauh-jauh. Paling jauh main bola ke kampung sebelah atau nangkap ikan bawa jaring dan ember bekas cat menyusuri bantaran kali. Kita baru berani main ke supermarket, naik angkot bareng teman-teman, setelah kita sekolah SMP.
Dulu kita main ke supermarket nggak bawa Hp. Waktu itu memang belum ada Hp. Beda dengan zaman sekarang. Anak-anak yang lagi ngumpul dalam satu meja panjang itu, selain menikmati makanan yang mereka pesan, mereka juga tampak asyik mainin Hp masing-masing. Saya yang lagi menikmati dimsum dan teh upet tiba-tiba merasa iri.
Selain saya dengan istri, anak saya juga ternyata ikut memperhatikan. Jika saya dan istri, sebagai orang tua, merasa khawatir membayangkan apa yang akan terjadi terhadap mereka di masa depan. Anak saya justru sebaliknya. Dia malah pengen kayak mereka. Nongkrong dan makan-makan di Kafe. Ngajakin teman-teman sekolahnya
Pikiran anak zaman dulu dengan pikiran anak zaman sekarang ternyata berbeda. Anak saya yang masih SD sudah punya keinginan seperti itu. Gimana dengan anak-anak SMP dan SMA. Perkembangan zaman benar-benar tidak bisa dihindari. Mudahnya mereka mendapatkan akses informasi, membuat mereka berpikir dewasa sebelum waktunya.
Melihat fenomena semacam ini. Sebagai orang tua, tentu saya akan memberi batasan dan aturan agar anak saya kelak tidak sampai terjerumus ke hal-hal negatif. Saya tidak akan mempermasalahkan anak saya nongkrong di Mall. Makan-makan di Kafe. Selagi hal itu positif. Di zaman sekarang, Mall bisa dijadikan workspace buat para freelancer.
Sambil memperhatikan anak-anak SD yang nongkrong di Mall. Saya jadi kepikiran, salah satu diantara mereka pasti ada anak bos. Mereka nggak mungkin berangkat diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Bisa saja mereka main ke Mall bersama orang tua atau diantar oleh supir pribadi. Dengan seizin orang tua, mereka bebas main sepuasnya di Mall.
Kembali ke masa lalu. Saya pernah punya pengalaman seperti itu. Punya teman anak orang kaya. Main ke mana-mana diajak. Piknik ke pantai diajak. Nonton bioskop diajak. Enak banget pokoknya. Semuanya serba gratis. Makan gratis, minum gratis. Tidur di hotel pun gratis. Saat beranjak ABG, dekat dengan orang kaya, kita bisa kenalan dengan cewek-cewek cantik.
Setelah istri datang bawa dimsum dan teh upet. Baru deh saya ngerasa bahwa di Mall hari itu ada yang aneh. Di depan saya, sekumpulan anak laki-laki usia sekolah dasar, jumlahnya kurang lebih 10 orang, tampak seperti sedang melaksanakan pertemuan. Istri saya pun sampai berseloroh, mungkin mereka anak-anak gamer lagi kopdar.
Lihat anak-anak seumuran anak saya nongkrong di Mall. Ingatan saya langsung melayang ke masa kecil. Zaman saya masih SD. Kita nggak berani main jauh-jauh. Paling jauh main bola ke kampung sebelah atau nangkap ikan bawa jaring dan ember bekas cat menyusuri bantaran kali. Kita baru berani main ke supermarket, naik angkot bareng teman-teman, setelah kita sekolah SMP.
Dulu kita main ke supermarket nggak bawa Hp. Waktu itu memang belum ada Hp. Beda dengan zaman sekarang. Anak-anak yang lagi ngumpul dalam satu meja panjang itu, selain menikmati makanan yang mereka pesan, mereka juga tampak asyik mainin Hp masing-masing. Saya yang lagi menikmati dimsum dan teh upet tiba-tiba merasa iri.
Selain saya dengan istri, anak saya juga ternyata ikut memperhatikan. Jika saya dan istri, sebagai orang tua, merasa khawatir membayangkan apa yang akan terjadi terhadap mereka di masa depan. Anak saya justru sebaliknya. Dia malah pengen kayak mereka. Nongkrong dan makan-makan di Kafe. Ngajakin teman-teman sekolahnya
Pikiran anak zaman dulu dengan pikiran anak zaman sekarang ternyata berbeda. Anak saya yang masih SD sudah punya keinginan seperti itu. Gimana dengan anak-anak SMP dan SMA. Perkembangan zaman benar-benar tidak bisa dihindari. Mudahnya mereka mendapatkan akses informasi, membuat mereka berpikir dewasa sebelum waktunya.
Melihat fenomena semacam ini. Sebagai orang tua, tentu saya akan memberi batasan dan aturan agar anak saya kelak tidak sampai terjerumus ke hal-hal negatif. Saya tidak akan mempermasalahkan anak saya nongkrong di Mall. Makan-makan di Kafe. Selagi hal itu positif. Di zaman sekarang, Mall bisa dijadikan workspace buat para freelancer.
Sambil memperhatikan anak-anak SD yang nongkrong di Mall. Saya jadi kepikiran, salah satu diantara mereka pasti ada anak bos. Mereka nggak mungkin berangkat diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya. Bisa saja mereka main ke Mall bersama orang tua atau diantar oleh supir pribadi. Dengan seizin orang tua, mereka bebas main sepuasnya di Mall.
Kembali ke masa lalu. Saya pernah punya pengalaman seperti itu. Punya teman anak orang kaya. Main ke mana-mana diajak. Piknik ke pantai diajak. Nonton bioskop diajak. Enak banget pokoknya. Semuanya serba gratis. Makan gratis, minum gratis. Tidur di hotel pun gratis. Saat beranjak ABG, dekat dengan orang kaya, kita bisa kenalan dengan cewek-cewek cantik.