Di Tengah Masyarakat Hedonis dan Konsumtif, Mall Raksasa Harus Kehilangan Taringnya
ISTRI dan anak saya tebakannya salah. Mereka mengira saya tidak mau main ke Mall dekat terminal karena saya takut ketinggian. Mereka berprasangka seperti itu karena waktu mereka ngajak saya naik ke lantai paling atas, mau lihat bioskop, saya nggak mau. Padahal alasan saya sebenarnya bukan itu. Saya tidak mau main ke Mall dekat terminal alasannya cuma satu; lokasinya jauh.
Saking jauhnya saya main ke Mall dekat terminal baru dua kali. Pertama, dulu waktu Mall-nya baru dibuka. Penasaran ingin lihat ada apa saja di dalamnya. Interior bangunannya kayak gimana. Diskonnya berapa persen. Permainan hiburan keluarganya banyak atau nggak. Terus yang kedua, kemarin antar anak ada acara dari sekolah. Semua murid wajib datang. Anak saya kebetulan termasuk murid yang terpilih jadi salah satu peserta.
Dengan ketinggian, jujur, saya emang takut. Waktu naik ke lantai 4, lihat di kaca jendela, hamparan sawah, bangunan penduduk, jalan raya, dan puncak gunung terlihat dari kejauhan. Lutut saya mendadak gemetar. Rasanya ingin buru-buru turun ke lantai satu. Kalau perlu ke basement. Ke tempat parkir, ambil motor, langsung cabut. Tapi rasa takut itu saya redam. Kasihan anak saya. Baru pertama kali dia main ke Mall dekat terminal.
Saya baru nyerah. Nggak kuat. Lutut rasanya mau copot. Saat istri dan anak saya ngajak naik ke lantai paling atas. Saya nggak berani naik. Saya lebih baik nunggu di lantai empat. Lihat aneka macam permainan yang kosong melongpong karena sepi pengunjung. Sayang sekali, padahal permainannya bagus-bagus. Canggih-canggih. Untuk anak dan dewasa ada. Tinggal pilih mau yang mana. Mau main sampai malam pun nggak ada yang ngelarang.
Setelah saya perhatikan. Ternyata bukan di lantai empat saja. Di lantai tiga dan dua juga sepi. Ke tempat makanan sepi. Ke tempat furnitur sepi. Ke tempat fashion sepi. Selama saya keliling di Mall saya tidak melihat orang bawa keranjang belanja. Di area Foodcourt dan sepeda listrik juga tidak ada pengunjung sama sekali. Lantai satu kemarin ramai itu karena ada acara dari sekolah bekerja sama dengan perusahaan alat tulis.
Jika istri dan anak saya tebakannya salah. Tebakan saya sepertinya benar. Mall dekat terminal kenapa sepi pengunjung karena lokasinya jauh dan tidak strategis. Berbeda dengan Mall-Mall yang sudah ada sejak lama. Mall-Mall tersebut berdiri di pusat kota. Lokasinya sangat strategis. Dilalui oleh angkutan kota dari segala jurusan. Jadi alasan saya kenapa nggak pernah main ke Mall dekat terminal. Kurang lebih sama dengan masyarakat yang lain.
Seandainya Mall yang dekat terminal lokasinya ada di pusat kota. Dengan fasilitas yang ada saat ini. Saya berani jamin Mall tersebut bisa bersaing dengan Mall-Mall yang sudah lama berdiri. Pengunjung bakalan membludak. Makanan ramai. Fashion ramai. Furnitur ramai. Foodcourt ramai. Mainan juga bakalan ramai. Sayang banget. Di tengah masyarakat yang hedonis dan konsumtif, Mall raksasa harus kehilangan taringnya.
Dengan ketinggian, jujur, saya emang takut. Waktu naik ke lantai 4, lihat di kaca jendela, hamparan sawah, bangunan penduduk, jalan raya, dan puncak gunung terlihat dari kejauhan. Lutut saya mendadak gemetar. Rasanya ingin buru-buru turun ke lantai satu. Kalau perlu ke basement. Ke tempat parkir, ambil motor, langsung cabut. Tapi rasa takut itu saya redam. Kasihan anak saya. Baru pertama kali dia main ke Mall dekat terminal.
Saya baru nyerah. Nggak kuat. Lutut rasanya mau copot. Saat istri dan anak saya ngajak naik ke lantai paling atas. Saya nggak berani naik. Saya lebih baik nunggu di lantai empat. Lihat aneka macam permainan yang kosong melongpong karena sepi pengunjung. Sayang sekali, padahal permainannya bagus-bagus. Canggih-canggih. Untuk anak dan dewasa ada. Tinggal pilih mau yang mana. Mau main sampai malam pun nggak ada yang ngelarang.
Setelah saya perhatikan. Ternyata bukan di lantai empat saja. Di lantai tiga dan dua juga sepi. Ke tempat makanan sepi. Ke tempat furnitur sepi. Ke tempat fashion sepi. Selama saya keliling di Mall saya tidak melihat orang bawa keranjang belanja. Di area Foodcourt dan sepeda listrik juga tidak ada pengunjung sama sekali. Lantai satu kemarin ramai itu karena ada acara dari sekolah bekerja sama dengan perusahaan alat tulis.
Jika istri dan anak saya tebakannya salah. Tebakan saya sepertinya benar. Mall dekat terminal kenapa sepi pengunjung karena lokasinya jauh dan tidak strategis. Berbeda dengan Mall-Mall yang sudah ada sejak lama. Mall-Mall tersebut berdiri di pusat kota. Lokasinya sangat strategis. Dilalui oleh angkutan kota dari segala jurusan. Jadi alasan saya kenapa nggak pernah main ke Mall dekat terminal. Kurang lebih sama dengan masyarakat yang lain.
Seandainya Mall yang dekat terminal lokasinya ada di pusat kota. Dengan fasilitas yang ada saat ini. Saya berani jamin Mall tersebut bisa bersaing dengan Mall-Mall yang sudah lama berdiri. Pengunjung bakalan membludak. Makanan ramai. Fashion ramai. Furnitur ramai. Foodcourt ramai. Mainan juga bakalan ramai. Sayang banget. Di tengah masyarakat yang hedonis dan konsumtif, Mall raksasa harus kehilangan taringnya.