Tua Sebelum Waktunya


Tua-Sebelum-Waktunya-1.jpg
WAKTU tinggal di kontrakan yang ruangannya mirip korek api. Saya bertetangga dengan Kang Iin. Di kontrakan tersebut saya dan Kang Iin bisa disebut penghuni setia. Ketika yang lain keluar masuk. Ngontrak di sana paling lama 2 atau 3 bulan. Saya dan Kang Iin bertahan sampai tahunan. Saya 2 tahun. Kang Iin 3 atau 4 tahun.

Sehari-hari Kang Iin kerjanya jual beli motor. Motor keluaran terbaru. Body-nya mulus. Mesinnya halus. Tapi tidak ada surat-suratnya. Waktu itu banyak yang nyari motor seperti itu. Jualanya laris manis. Tiap hari selalu ada yang laku. Kang Iin dapat motornya dari luar kota. Pembelinya rata-rata dari pelosok.

Tua-Sebelum-Waktunya-2.jpg
Usia Kang Iin dengan saya terpaut jauh. Saya panggil Akang juga karena Kang Iin umurnya sudah tua. Sudah senior. Istrinya juga. Lebih tua dari istri saya. Kang Iin dan istrinya sepertinya sepantaran. Usianya tidak jauh beda. Selisih 1 atau 2 tahun. Kata pemilik kontrakan, istrinya masih satu kampung dengan Kang Iin. Tapi bukan istri pertama. Melainkan istri kedua. Alias istri muda.

Saat saya pindah kontrakan. Karena istri melahirkan. Saya dan istri tidak mungkin lagi tinggal di kontrakan yang sempit, kumuh, dan banyak nyamuk. Saya sesekali masih suka ketemu Kang Iin di jalan. Kalau kebetulan berpapasan. Kadang sendirian. Kadang sama anaknya. Kadang sama istri dan anaknya. Kadang sama teman-teman makelarnya. Saat artikel ini ditulis. Saya sudah lama tidak ketemu Kang Iin.

Kemarin waktu saya jemput anak sekolah. Saya ketemu orang yang wajahnya mirip dengan Kang Iin. Wajahnya, matanya, hidungnya, bibirnya, 90% mirip. Dia mau jemput anaknya juga. Sambil menunggu anak-anak pulang, kita ngobrol ke sana kemari. Awalnya ngobrol masalah air. Di kampungnya katanya susah air. Untuk kebutuhan sehari-hari dia harus mengangkut air sejauh 1 KM.

Tua-Sebelum-Waktunya-3.jpg
Kalau dilihat dari pakaian dan sepatunya. Dia sepertinya suka ngojek. Soalnya di motornya ada karung besar. Waktu saya tanya itu barang apa. Katanya bordiran. Punya saudaranya. Baru diambil dari tempat maklunan. Dari soal air, lanjut ngobrol soal macet. Tadi waktu mau ke sekolah katanya dia terjebak macet. Sama seperti saya. Jalan menuju ke sekolah memang jalur ramai. Setiap hari, apalagi kalau hari senin, macetnya minta ampun.

Nah, obrolan makin seru, ketika kita ngobrolin masa lalu. Saya cerita waktu saya kerja di toko benang. Dia cerita soal perubahan zaman. Soal mesin jahit, jenis dan tipe Hp, sampai ke toko-toko yang kini sudah tinggal nama. Di lokasi-lokasi tertentu. Yang sering kita lewati. Pemiliknya masih ada. Tapi tokonya tidak bisa bertahan karena tergilas oleh alat-alat modern.

Yang bikin saya kaget. Waktu saya tanya keluar SD tahun berapa. Dia jawab keluar SD tahun 2000. Takut saya salah dengar, saya tanya lagi tahun berapa keluar SD. Dia jawab lagi keluar SD tahun 2000. Saya benar-benar tidak percaya. Saya keluar SD tahun...ah saya tidak berani menyebutnya. Saya masih bener-bener nggak percaya. Lihat wajah dan penampilannya. Ternyata tuaan saya.

Apakah masalah hidup, himpitan ekonomi, dan kondisi lingkungan, bisa menjadikan seseorang tua sebelum waktunya?

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url