Dua Cermin Kusam Saling Berhadapan di Dalam Masjid
CERMIN besar itu ada di depan saya. Setiap waktu sholat. Kemarin ada. Sekarang juga ada. Sebelum-sebelumnya tidak pernah ada. Dulu, memang ada, tapi sesekali. Tidak setiap hari. Namanya orang sukses. Lagi banyak duit. Kadang suka lupa dengan sholat. Namanya usaha lagi maju. Pencapaian ekonomi terus meningkat. Karir lagi melesat. Kadang kita sering lupa dengan urusan akhirat.
Kita baru kembali ke masjid. Sering sholat lagi. Ingat dosa-dosa. Dosa kecil dosa besar. Ingat kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Baik disengaja atau tidak. Kalau sudah ditegur sama Tuhan. Tegurannya bisa dalam bentuk kesempitan. Dalam bentuk kehilangan. Usaha bangkrut. Karir runtuh. Banyak hutang. Istri minta cerai. Atau menderita penyakit yang tak kunjung sembuh.
Walau pun waktunya beda. Latar belakangnya beda. Kita disatukan oleh nasib yang sama. Dari cermin yang ada di depan saya. Saya bisa melihat dengan jelas diri saya di masa lalu. Saya bisa mengatakan, apa yang terjadi pada cermin yang ada di depan saya, kurang lebih sama seperti apa yang saya rasakan pada waktu itu. Saat teguran itu datang. Satu-satunya jalan agar kita bisa kuat melangkah ke depan, solusinya dengan kembali ke masjid.
Teman-teman boleh percaya atau tidak. Terlepas apa yang saya ceritakan hiperbola atau bukan. Yang pasti, pada satu periode, saya pernah mengalami momen di mana saya duduk dapat duit. Tidur dapat duit. Makan dan minum dapat duit. Masuk ke kamar kecil dapat duit. Bahkan jalan-jalan pun dapat duit. Momen itu saya alami kurang lebih 3 sampai 4 tahun. Saat menginjak tahun ke 5, teguran itu kemudian datang. Mengingatkan saya. Menyadarkan saya.
Kesalahan yang saya lakukan saat itu. Di fase gemilang itu. Yang saya akui dengan sadar ada 3. Pertama, saya melakukan dosa dan maksiat. Kedua, saya tidak pernah sholat ke masjid. Ketiga, saya merasa diri hebat. Angkuh. Sombong. Memandang rendah orang lain. Sehingga Allah SWT menegur saya dengan ujian yang sangat berat. Berbagai macam kenikmatan yang saya rasakan pelan-pelan Allah SWT cabut. Pelan-pelan Allah SWT hilangkan.
Apa yang pernah saya alami. Apa yang dirasakan oleh cermin di depan saya saat ini. Saya harap jangan sampai terjadi pada teman-teman. Ketika teman-teman lagi jaya. Usaha maju. Karir melesat. Badan sehat. Jangan lupa sama Allah SWT. Yang saya dan cermin di depan saya hadapi adalah hukum alam yang bisa terjadi pada siapa pun. Oleh sebab itu deteksi sejak dini dengan banyak-banyak bersyukur. Bentengi diri dengan banyak sedekah. Banyak melakukan amal ibadah.
Di dalam masjid sekarang ada 2 cermin saling berhadapan. Cermin lama dan cermin baru. Dua-duanya tampak kusam karena sedang mengalami ujian yang sangat perih. Saya mungkin beruntung, usia masih muda, anak baru 1. Cermin yang ada di depan saya, usia jauh di atas saya, anaknya sudah 3. Kedua cermin ini kembali ke masjid, berharap ridho, ampunan, dan keajaiban Tuhan. Mencoba introspeksi dan meniti kembali kehidupan dari nol.
Kita baru kembali ke masjid. Sering sholat lagi. Ingat dosa-dosa. Dosa kecil dosa besar. Ingat kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Baik disengaja atau tidak. Kalau sudah ditegur sama Tuhan. Tegurannya bisa dalam bentuk kesempitan. Dalam bentuk kehilangan. Usaha bangkrut. Karir runtuh. Banyak hutang. Istri minta cerai. Atau menderita penyakit yang tak kunjung sembuh.
Walau pun waktunya beda. Latar belakangnya beda. Kita disatukan oleh nasib yang sama. Dari cermin yang ada di depan saya. Saya bisa melihat dengan jelas diri saya di masa lalu. Saya bisa mengatakan, apa yang terjadi pada cermin yang ada di depan saya, kurang lebih sama seperti apa yang saya rasakan pada waktu itu. Saat teguran itu datang. Satu-satunya jalan agar kita bisa kuat melangkah ke depan, solusinya dengan kembali ke masjid.
Teman-teman boleh percaya atau tidak. Terlepas apa yang saya ceritakan hiperbola atau bukan. Yang pasti, pada satu periode, saya pernah mengalami momen di mana saya duduk dapat duit. Tidur dapat duit. Makan dan minum dapat duit. Masuk ke kamar kecil dapat duit. Bahkan jalan-jalan pun dapat duit. Momen itu saya alami kurang lebih 3 sampai 4 tahun. Saat menginjak tahun ke 5, teguran itu kemudian datang. Mengingatkan saya. Menyadarkan saya.
Kesalahan yang saya lakukan saat itu. Di fase gemilang itu. Yang saya akui dengan sadar ada 3. Pertama, saya melakukan dosa dan maksiat. Kedua, saya tidak pernah sholat ke masjid. Ketiga, saya merasa diri hebat. Angkuh. Sombong. Memandang rendah orang lain. Sehingga Allah SWT menegur saya dengan ujian yang sangat berat. Berbagai macam kenikmatan yang saya rasakan pelan-pelan Allah SWT cabut. Pelan-pelan Allah SWT hilangkan.
Apa yang pernah saya alami. Apa yang dirasakan oleh cermin di depan saya saat ini. Saya harap jangan sampai terjadi pada teman-teman. Ketika teman-teman lagi jaya. Usaha maju. Karir melesat. Badan sehat. Jangan lupa sama Allah SWT. Yang saya dan cermin di depan saya hadapi adalah hukum alam yang bisa terjadi pada siapa pun. Oleh sebab itu deteksi sejak dini dengan banyak-banyak bersyukur. Bentengi diri dengan banyak sedekah. Banyak melakukan amal ibadah.
Di dalam masjid sekarang ada 2 cermin saling berhadapan. Cermin lama dan cermin baru. Dua-duanya tampak kusam karena sedang mengalami ujian yang sangat perih. Saya mungkin beruntung, usia masih muda, anak baru 1. Cermin yang ada di depan saya, usia jauh di atas saya, anaknya sudah 3. Kedua cermin ini kembali ke masjid, berharap ridho, ampunan, dan keajaiban Tuhan. Mencoba introspeksi dan meniti kembali kehidupan dari nol.

