Hutang Bikin Hidup Tidak Tenang, Bikin Tidur Tidak Nyenyak
LAGI beli gorengan di warung dekat pangkalan ojek. Tiba-tiba ada motor berhenti. Seorang anak muda dan seorang ibu-ibu turun dari motor bergegas masuk ke dalam warung. Rupanya mereka mau beli gorengan juga. Setelah saya perhatikan wajah anak muda tersebut. Seketika saya langsung tepuk pundaknya. "Sansan?" Saya panggil nama anak muda tersebut. Yang dipanggil kemudian tersenyum sambil menyahut: "Iya, A!"
Anak-anak zaman sekarang badannya tinggi-tinggi. Termasuk Sansan. Saya tahu dia waktu masih kecil. Ayahnya badannya nggak tinggi-tinggi amat. Ibunya bahkan lebih pendek dari ayahnya. Lihat tumbuh kembang Sansan. Saya jadi tak percaya akan teori genetik. Di mana kalau orang tuanya pendek. Anaknya kemungkinan ikut pendek. Dulu, mungkin iya. Sekarang, seiring perkembangan zaman, di mana dunia pergaulan dan jenis makanan berubah. Semua ikut berubah.
Sansan itu anak Kang Apip. Jika teman-teman pengen tahu siapa Kang Apip. Teman-teman bisa baca artikel yang ini. Kalau mau tahu sambungannya teman-teman bisa juga baca artikel yang ini. Nah, ibu-ibu yang dibonceng Sansan itu neneknya. Ibunya Kang Apip. Namanya Ceu Hajar. Waktu saya sapa, Ceu Hajar tampak melongo tidak mengenali saya. Baru setelah saya jelasin siapa saya. Ceu Hajar langsung menyalami saya erat-erat.
Sambil memegangi tangan saya. Ceu Hajar kemudian meminta maaf. Penglihatannya katanya sudah mulai kabur. Maklum sudah tua. Sudah gitu saya pakai kupluk, jaket hitam, dan berjanggut. Jadi Ceu Hajar tidak mengenali saya. Sansan dan Ceu Hajar beli gorengan katanya buat oleh-oleh. Suami kakaknya istri Kang Apip tempo hari meninggal. Sansan dan Ceu Hajar malam itu hendak melayat.
Lagi asyik ngobrol dengan Sansan dan Ceu Hajar. Saya dikagetkan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak yang menyapa saya dari belakang. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang tidak saya kenal itu katanya lagi nyari orang bernama Dadi. Waktu saya tanya alamatnya di mana. Mereka tidak tahu alamat Dadi di mana. Dadi hanya ngasih tahu rumahnya dekat pangkalan ojek. Setelah Sansan dan Ceu Hajar pamitan. Saya cecar ibu-ibu dan bapak-bapak itu dengan beberapa pertanyaan.
Si ibu dan si bapak awalnya tidak mau menjelaskan tujuan mereka mencari orang yang bernama Dadi. Tapi karena dicecar terus sama saya. Ditambah alamat Dadi nggak jelas. Nomer Hp yang bersangkutan nggak bisa dihubungi. Si ibu dan si bapak akhirnya mulai terbuka. Mereka ketemu dengan orang yang bernama Dadi 6 tahun yang lalu. Dadi katanya pinjam uang 6 juta ngomongnya buat bisnis. Dari cerita mereka. Saya langsung bisa ambil kesimpulan. Si ibu dan si bapak kayaknya kena tipu.
Bertemu dengan Sansan dan suami istri yang habis kena tipu. Tiba-tiba saya jadi ingat hutang dan masa lalu. Saya masih punya hutang yang belum dibayar. Saya ingin cepat-cepat melunasinya. Punya hutang bikin hidup kita tidak tenang. Bikin tidur kita tidak nyenyak. Kalau sudah waktunya bayar hutang. Pikiran suka melayang ke masa lalu. Rasanya enakan zaman dulu. Waktu kita masih kecil. Waktu kita masih anak-anak. Mau makan tinggal minta. Mau jajan tinggal minta. Hidup rasanya jauh dari masalah.
Anak-anak zaman sekarang badannya tinggi-tinggi. Termasuk Sansan. Saya tahu dia waktu masih kecil. Ayahnya badannya nggak tinggi-tinggi amat. Ibunya bahkan lebih pendek dari ayahnya. Lihat tumbuh kembang Sansan. Saya jadi tak percaya akan teori genetik. Di mana kalau orang tuanya pendek. Anaknya kemungkinan ikut pendek. Dulu, mungkin iya. Sekarang, seiring perkembangan zaman, di mana dunia pergaulan dan jenis makanan berubah. Semua ikut berubah.
Sansan itu anak Kang Apip. Jika teman-teman pengen tahu siapa Kang Apip. Teman-teman bisa baca artikel yang ini. Kalau mau tahu sambungannya teman-teman bisa juga baca artikel yang ini. Nah, ibu-ibu yang dibonceng Sansan itu neneknya. Ibunya Kang Apip. Namanya Ceu Hajar. Waktu saya sapa, Ceu Hajar tampak melongo tidak mengenali saya. Baru setelah saya jelasin siapa saya. Ceu Hajar langsung menyalami saya erat-erat.
Sambil memegangi tangan saya. Ceu Hajar kemudian meminta maaf. Penglihatannya katanya sudah mulai kabur. Maklum sudah tua. Sudah gitu saya pakai kupluk, jaket hitam, dan berjanggut. Jadi Ceu Hajar tidak mengenali saya. Sansan dan Ceu Hajar beli gorengan katanya buat oleh-oleh. Suami kakaknya istri Kang Apip tempo hari meninggal. Sansan dan Ceu Hajar malam itu hendak melayat.
Lagi asyik ngobrol dengan Sansan dan Ceu Hajar. Saya dikagetkan oleh ibu-ibu dan bapak-bapak yang menyapa saya dari belakang. Ibu-ibu dan bapak-bapak yang tidak saya kenal itu katanya lagi nyari orang bernama Dadi. Waktu saya tanya alamatnya di mana. Mereka tidak tahu alamat Dadi di mana. Dadi hanya ngasih tahu rumahnya dekat pangkalan ojek. Setelah Sansan dan Ceu Hajar pamitan. Saya cecar ibu-ibu dan bapak-bapak itu dengan beberapa pertanyaan.
Si ibu dan si bapak awalnya tidak mau menjelaskan tujuan mereka mencari orang yang bernama Dadi. Tapi karena dicecar terus sama saya. Ditambah alamat Dadi nggak jelas. Nomer Hp yang bersangkutan nggak bisa dihubungi. Si ibu dan si bapak akhirnya mulai terbuka. Mereka ketemu dengan orang yang bernama Dadi 6 tahun yang lalu. Dadi katanya pinjam uang 6 juta ngomongnya buat bisnis. Dari cerita mereka. Saya langsung bisa ambil kesimpulan. Si ibu dan si bapak kayaknya kena tipu.
Bertemu dengan Sansan dan suami istri yang habis kena tipu. Tiba-tiba saya jadi ingat hutang dan masa lalu. Saya masih punya hutang yang belum dibayar. Saya ingin cepat-cepat melunasinya. Punya hutang bikin hidup kita tidak tenang. Bikin tidur kita tidak nyenyak. Kalau sudah waktunya bayar hutang. Pikiran suka melayang ke masa lalu. Rasanya enakan zaman dulu. Waktu kita masih kecil. Waktu kita masih anak-anak. Mau makan tinggal minta. Mau jajan tinggal minta. Hidup rasanya jauh dari masalah.