Alhamdulillah, Anak Saya Rapornya Ranking 3
KAGET dan nggak nyangka. Waktu dengar dari istri. Anak saya rapornya ranking 3. Benar-benar di luar dugaan. Ibunya juga mungkin merasakan hal yang sama. Kok bisa. Padahal kita nggak nargetin apa-apa. Anak sehat dan rajin sekolah saja buat kita sudah bersyukur. Apalagi ini dapat ranking. Subhanallah banget.
Lebih kaget lagi pas dengar yang biasa langganan naik panggung. Teman dekatnya anak saya. Malah terlempar dari tiga besar. Padahal dari sejak TK sampai kelas 2 MI. Dia selalu langganan dapat ranking. Orang tuanya pasti kecewa. Ayah dan ibunya seperti terobsesi anaknya harus juara kelas. Anaknya harus jadi anak pintar di sekolah.
Setelah kaget. Sejurus kemudian tiba-tiba saya dilanda rasa sedih. Anak dapat ranking bagus. Harusnya dikasih hadiah. Harusnya dikasih surprise. Anak saya pasti bakalan senang. Tapi keuangan lagi menipis. Jangankan untuk pergi jalan-jalan. Makan-makan. Beli baju beli mainan. Buat bensin dan makan sehari-hari juga susah.
Kejadian seperti ini mirip dengan yang pernah saya alami waktu perpisahan anak TK. Anak saya waktu itu dapat ranking 2. Kondisi ekonomi saat itu lagi hancur. Masih dalam suasana pandemi pula. Acara perpisahan dan pembagian rapor pun dilaksanakan di sekolah. Bukan di hotel atau di rumah makan. Lagi ketat-ketatnya PSBB soalnya.
Bedanya, situasi dan kondisi saat itu masih bisa dimaklumi. Punya banyak uang juga percuma. Kita nggak bisa ke mana-mana. Gerak langkah kita dibatasi. Mau pergi ke sana, takut. Mau pergi ke sini, takut. Mau beli ini khawatir. Mau makan itu waswas. Hidup kita sudah kayak di penjara.
Sementara saat ini. Pandemi sudah berakhir. Ke mana-mana orang sudah pada nggak pakai masker. Pasar buka. Mall buka. Tempat objek wisata buka. Mau nyari alasan apalagi. Ekonomi juga perlahan mulai membaik. Tidak ada yang bisa dijadikan kambing hitam. Sebagai orang tua kita harus sigap. Di depan anak-anak kita harus tegar.
Oleh sebab itu. Satu-satunya jalan yang bisa saya lakukan adalah berdoa. Ya, Allah, anak saya dapat rangking 3. Beri saya kemudahan. Beri saya rezeki yang tidak disangka-sangka. Saya ingin membahagiakan anak saya. Saya ingin ngajak anak saya jalan-jalan. Bukan untuk foya-foya. Melainkan ingin mensyukuri nikmat dan karunia yang telah Engkau beri pada kami selama ini.
Lebih kaget lagi pas dengar yang biasa langganan naik panggung. Teman dekatnya anak saya. Malah terlempar dari tiga besar. Padahal dari sejak TK sampai kelas 2 MI. Dia selalu langganan dapat ranking. Orang tuanya pasti kecewa. Ayah dan ibunya seperti terobsesi anaknya harus juara kelas. Anaknya harus jadi anak pintar di sekolah.
Setelah kaget. Sejurus kemudian tiba-tiba saya dilanda rasa sedih. Anak dapat ranking bagus. Harusnya dikasih hadiah. Harusnya dikasih surprise. Anak saya pasti bakalan senang. Tapi keuangan lagi menipis. Jangankan untuk pergi jalan-jalan. Makan-makan. Beli baju beli mainan. Buat bensin dan makan sehari-hari juga susah.
Kejadian seperti ini mirip dengan yang pernah saya alami waktu perpisahan anak TK. Anak saya waktu itu dapat ranking 2. Kondisi ekonomi saat itu lagi hancur. Masih dalam suasana pandemi pula. Acara perpisahan dan pembagian rapor pun dilaksanakan di sekolah. Bukan di hotel atau di rumah makan. Lagi ketat-ketatnya PSBB soalnya.
Bedanya, situasi dan kondisi saat itu masih bisa dimaklumi. Punya banyak uang juga percuma. Kita nggak bisa ke mana-mana. Gerak langkah kita dibatasi. Mau pergi ke sana, takut. Mau pergi ke sini, takut. Mau beli ini khawatir. Mau makan itu waswas. Hidup kita sudah kayak di penjara.
Sementara saat ini. Pandemi sudah berakhir. Ke mana-mana orang sudah pada nggak pakai masker. Pasar buka. Mall buka. Tempat objek wisata buka. Mau nyari alasan apalagi. Ekonomi juga perlahan mulai membaik. Tidak ada yang bisa dijadikan kambing hitam. Sebagai orang tua kita harus sigap. Di depan anak-anak kita harus tegar.
Oleh sebab itu. Satu-satunya jalan yang bisa saya lakukan adalah berdoa. Ya, Allah, anak saya dapat rangking 3. Beri saya kemudahan. Beri saya rezeki yang tidak disangka-sangka. Saya ingin membahagiakan anak saya. Saya ingin ngajak anak saya jalan-jalan. Bukan untuk foya-foya. Melainkan ingin mensyukuri nikmat dan karunia yang telah Engkau beri pada kami selama ini.