Anak Kelas 5 SD, Sudah Punya Hasrat Terhadap Lawan Jenis
WAKTU kecil, saya pernah diajak main oleh teman saya ke rumah saudaranya. Rumah saudaranya ada di komplek perumahan. Jarak dari rumah kami ke komplek perumahan lumayan cukup jauh.
Waktu itu belum banyak kendaraan. Yang punya motor dan mobil paling cuma 1-2 orang. Lagian waktu itu kita masih anak-anak. Masih kelas 5/6 SD. Zaman itu anak-anak seusia kita belum pada bisa bawa kendaraan. Main ke mana pun kita selalu numpak sandal alias jalan kaki.
Singkat cerita, pas main ke rumah saudara teman saya itu. Kita main biasa saja layaknya anak-anak. Main mobil-mobilan dan sepedahan. Setelah itu pulang. Namun, seingat saya, sebelum pulang kita sempat dikasih makan dulu oleh orang tua saudara teman saya.
Besoknya, sepulang sekolah, teman saya ngajak main lagi. Cuma waktu itu ngajaknya agak beda. Kita disuruh bawa bambu. Anak-anak komplek perumahan katanya ada yang ngajak berkelahi.
Jika yang pertama kita main ke komplek perumahan bertiga. Yang kedua kita berangkat berenam. Kita ngajak tiga teman lagi yang masih satu kelas dan termasuk murid bandel di sekolah. Dari rumah, takut ditanya apa-apa oleh orang tua, kita nggak bawa apa-apa.
Di tengah perjalanan, baru kita nyabutin batang bambu yang sengaja ditancepin petani di pematang sawah buat nanam kacang sebagai alat perang.
Di tengah perjalanan itu teman saya cerita. Kemarin waktu pertama kita main ke rumah saudaranya. Katanya ada anak-anak komplek yang sirik dan julid ngajak berkelahi ke saudaranya. Saudaranya kemudian minta bantuan ke teman saya buat ngasih pelajaran ke mereka.
Sesampainya di komplek perumahan. Kita langsung menuju masjid sembari bawa potongan bambu kayak anak SMA yang mau tawuran. Padahal waktu itu kita masih culun-culun. Info dari saudara teman saya. Anak-anak yang sirik dan julid katanya lagi main di halaman masjid.
Begitu sampai di halaman masjid. Kita nggak nemuin mereka. Yang kita temuin justru anak-anak cewek yang sedang main pecle dan sapintrong. Permainan khas anak-anak zaman dulu. Salah satu diantara mereka ada yang berparas cantik. Saya sendiri sampai naksir. Wajahnya terbayang-bayang saat kita pulang.
Kalau dipikir-pikir, lucu juga, anak kelas 5/6 SD sudah punya hasrat terhadap lawan jenis.
Nah, yang jadi pertanyaan saya sampai sekarang, di manakah anak-anak cowok yang sirik dan julid itu bersembunyi? Benarkah mereka ngajak berkelahi? Atau, jangan-jangan, ini cuma modus dan rekayasa teman saya saja biar ditemenin lagi main ke rumah saudaranya?
Catatan: pengalaman masa kecil ini saya tulis terinspirasi oleh dua orang mastah imers yang saling serang kata-kata di medsos. Tapi WAR nya nggak jelas endingnya padahal sudah banyak yang gelar tikar dan nitip sandal.
Waktu itu belum banyak kendaraan. Yang punya motor dan mobil paling cuma 1-2 orang. Lagian waktu itu kita masih anak-anak. Masih kelas 5/6 SD. Zaman itu anak-anak seusia kita belum pada bisa bawa kendaraan. Main ke mana pun kita selalu numpak sandal alias jalan kaki.
Singkat cerita, pas main ke rumah saudara teman saya itu. Kita main biasa saja layaknya anak-anak. Main mobil-mobilan dan sepedahan. Setelah itu pulang. Namun, seingat saya, sebelum pulang kita sempat dikasih makan dulu oleh orang tua saudara teman saya.
Besoknya, sepulang sekolah, teman saya ngajak main lagi. Cuma waktu itu ngajaknya agak beda. Kita disuruh bawa bambu. Anak-anak komplek perumahan katanya ada yang ngajak berkelahi.
Jika yang pertama kita main ke komplek perumahan bertiga. Yang kedua kita berangkat berenam. Kita ngajak tiga teman lagi yang masih satu kelas dan termasuk murid bandel di sekolah. Dari rumah, takut ditanya apa-apa oleh orang tua, kita nggak bawa apa-apa.
Di tengah perjalanan, baru kita nyabutin batang bambu yang sengaja ditancepin petani di pematang sawah buat nanam kacang sebagai alat perang.
Di tengah perjalanan itu teman saya cerita. Kemarin waktu pertama kita main ke rumah saudaranya. Katanya ada anak-anak komplek yang sirik dan julid ngajak berkelahi ke saudaranya. Saudaranya kemudian minta bantuan ke teman saya buat ngasih pelajaran ke mereka.
Sesampainya di komplek perumahan. Kita langsung menuju masjid sembari bawa potongan bambu kayak anak SMA yang mau tawuran. Padahal waktu itu kita masih culun-culun. Info dari saudara teman saya. Anak-anak yang sirik dan julid katanya lagi main di halaman masjid.
Begitu sampai di halaman masjid. Kita nggak nemuin mereka. Yang kita temuin justru anak-anak cewek yang sedang main pecle dan sapintrong. Permainan khas anak-anak zaman dulu. Salah satu diantara mereka ada yang berparas cantik. Saya sendiri sampai naksir. Wajahnya terbayang-bayang saat kita pulang.
Kalau dipikir-pikir, lucu juga, anak kelas 5/6 SD sudah punya hasrat terhadap lawan jenis.
Nah, yang jadi pertanyaan saya sampai sekarang, di manakah anak-anak cowok yang sirik dan julid itu bersembunyi? Benarkah mereka ngajak berkelahi? Atau, jangan-jangan, ini cuma modus dan rekayasa teman saya saja biar ditemenin lagi main ke rumah saudaranya?
Catatan: pengalaman masa kecil ini saya tulis terinspirasi oleh dua orang mastah imers yang saling serang kata-kata di medsos. Tapi WAR nya nggak jelas endingnya padahal sudah banyak yang gelar tikar dan nitip sandal.