Beli Mobil agar Anak Kita Tidak Kepanasan dan Kehujanan
SAYA beli mobil bukan buat gaya-gayaan. Apalagi pengen dilihat orang. Saya beli mobil karena kasihan anak-anak. Kalau punya mobil kan enak. Mau pergi ke mana saja. Anak-anak nggak bakal kehujanan. Anak-anak nggak bakal kepanasan. Alasan itu saya dengar langsung dari mulut teman saya beberapa tahun silam. Di rumah orang tuanya. Waktu saya lagi main. Waktu saya lagi silaturahmi.
Alasan itu tentu sangat logis dan masuk akal. Setiap orang tua pasti ingin membahagiakan anak-anaknya. Apalagi kalau alasan itu keluar dari mulut seorang pengusaha atau wiraswasta yang usahanya mulai berkembang. Sayangnya, alasan itu keluarnya dari mulut teman saya yang notabene anak orang kaya. Yang tanpa perlu usaha pun, tinggal minta ke orang tuanya, esok atau lusa pasti dibeliin. Alasan tersebut terdengarnya sangat klise.
Kendati demikian, alasan itu sah-sah saja diucapkan oleh siapa pun. Termasuk oleh anak orang kaya sekali pun. Setiap orang punya prinsip dan kepribadian masing-masing. Meski terlahir sebagai anak orang kaya. Bisa saja teman saya merasa seperti masyarakat biasa pada umumnya. Yang pengen hidup mandiri. Belajar berdikari. Tanpa ada bantuan atau sokongan dari orang tua. Maka keluarlah alasan tersebut dengan spontan tanpa dibuat-buat.
Punya mobil. Apa pun jenisnya. Apa pun merknya. Mau baru atau second. Mau cash atau kredit. Merupakan sebuah kebanggaan. Pada level tertentu. Taraf hidup kita perlahan naik satu tingkat. Setelah punya mobil. Pandangan orang-orang terhadap kita mendadak berubah. Suasana hati dan kebatinan kita pun terasa berbeda. Persepsi kita terhadap sesuatu yang awalnya hitam putih, bahkan cenderung abu-abu, tiba-tiba jadi penuh warna.
Apakah tidak boleh jika saya memiliki mobil? Apakah salah jika saya beli mobil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebaiknya jangan diucapkan. Di zaman serba canggih seperti sekarang. Punya mobil atau beli mobil sudah menjadi sebuah keharusan. Kenapa? Karena kalau kita tidak memiliki mobil. Kita akan semakin jauh ketinggalan. Ada ruang dan waktu. Ada tempat dan suasana yang hanya bisa kita dapatkan dan rasakan kalau kita punya mobil.
Lantas apakah kita harus melakukan segala cara untuk bisa memiliki mobil. Kalau cara yang kita tempuh adalah cara yang positif. Silahkan lakukan. Kalau perlu secepat dan sesegera mungkin. Tapi kalau cara yang kita tempuh adalah cara-cara kotor. Cara-cara yang negatif. Sebaiknya jangan dilakukan. Kita tempuh cara yang normal-normal saja yang sesuai dengan norma-norma. Jangan karena terobsesi ingin mimiliki mobil. Kita nekad melakukan cara-cara yang dilarang oleh agama.
Pesan saya untuk teman-teman yang sudah punya mobil. Bahagiakan anak-anak, istri dan orang tua tercinta. Ajak mereka makan, belanja, dan tamasya ke tempat wisata yang mereka suka. Gunakan mobil yang kita punya untuk hal-hal yang bermanfaat. Buat teman-teman yang belum punya mobil. Yuk gas lagi usahanya. Kerja keras semaksimal mungkin. Jangan lupa sholat, ngaji, sedekah, dan berdoanya dikencengin, agar impian kita memiliki mobil segera terwujud. Amiin.
Alasan itu tentu sangat logis dan masuk akal. Setiap orang tua pasti ingin membahagiakan anak-anaknya. Apalagi kalau alasan itu keluar dari mulut seorang pengusaha atau wiraswasta yang usahanya mulai berkembang. Sayangnya, alasan itu keluarnya dari mulut teman saya yang notabene anak orang kaya. Yang tanpa perlu usaha pun, tinggal minta ke orang tuanya, esok atau lusa pasti dibeliin. Alasan tersebut terdengarnya sangat klise.
Kendati demikian, alasan itu sah-sah saja diucapkan oleh siapa pun. Termasuk oleh anak orang kaya sekali pun. Setiap orang punya prinsip dan kepribadian masing-masing. Meski terlahir sebagai anak orang kaya. Bisa saja teman saya merasa seperti masyarakat biasa pada umumnya. Yang pengen hidup mandiri. Belajar berdikari. Tanpa ada bantuan atau sokongan dari orang tua. Maka keluarlah alasan tersebut dengan spontan tanpa dibuat-buat.
Punya mobil. Apa pun jenisnya. Apa pun merknya. Mau baru atau second. Mau cash atau kredit. Merupakan sebuah kebanggaan. Pada level tertentu. Taraf hidup kita perlahan naik satu tingkat. Setelah punya mobil. Pandangan orang-orang terhadap kita mendadak berubah. Suasana hati dan kebatinan kita pun terasa berbeda. Persepsi kita terhadap sesuatu yang awalnya hitam putih, bahkan cenderung abu-abu, tiba-tiba jadi penuh warna.
Apakah tidak boleh jika saya memiliki mobil? Apakah salah jika saya beli mobil? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sebaiknya jangan diucapkan. Di zaman serba canggih seperti sekarang. Punya mobil atau beli mobil sudah menjadi sebuah keharusan. Kenapa? Karena kalau kita tidak memiliki mobil. Kita akan semakin jauh ketinggalan. Ada ruang dan waktu. Ada tempat dan suasana yang hanya bisa kita dapatkan dan rasakan kalau kita punya mobil.
Lantas apakah kita harus melakukan segala cara untuk bisa memiliki mobil. Kalau cara yang kita tempuh adalah cara yang positif. Silahkan lakukan. Kalau perlu secepat dan sesegera mungkin. Tapi kalau cara yang kita tempuh adalah cara-cara kotor. Cara-cara yang negatif. Sebaiknya jangan dilakukan. Kita tempuh cara yang normal-normal saja yang sesuai dengan norma-norma. Jangan karena terobsesi ingin mimiliki mobil. Kita nekad melakukan cara-cara yang dilarang oleh agama.
Pesan saya untuk teman-teman yang sudah punya mobil. Bahagiakan anak-anak, istri dan orang tua tercinta. Ajak mereka makan, belanja, dan tamasya ke tempat wisata yang mereka suka. Gunakan mobil yang kita punya untuk hal-hal yang bermanfaat. Buat teman-teman yang belum punya mobil. Yuk gas lagi usahanya. Kerja keras semaksimal mungkin. Jangan lupa sholat, ngaji, sedekah, dan berdoanya dikencengin, agar impian kita memiliki mobil segera terwujud. Amiin.