Selangkah Lagi jadi PNS, Sayang Nasib Berkata Lain

MASIH terngiang dalam ingatan. Saat beliau turun dari angkot menuju pangkalan ojek. Wajahnya tampak ceria. Siang itu sepertinya beliau habis pulang dari sekolah paket C. Sekolah yang akan mengantarkan beliau ke masa depan yang lebih baik. Lulus dari sekolah paket C beliau katanya akan diangkat jadi PNS. Beliau akan mendapatkan gaji tetap yang nominalnya cukup lumayan. Plus dapat tunjangan pensiun untuk jaminan hari tua.

Masih terngiang juga dalam ingatan. Saat beliau mencurahkan semua isi hati dan segala keluh kesahnya selama menjadi pesuruh sekolah. Dengan tatapan yang kosong beliau cerita panjang lebar mulai dari kapan dia menjadi pesuruh sekolah, aktifitas apa saja yang beliau lakukan setiap hari, sampai kegiatan-kegiatan extra yang harus dia kerjakan padahal itu sebenarnya bukan tupoksinya.

Selangkah-Lagi-jadi-PNS-Sayang-Nasib-Berkata-Lain.jpg

Kalau bukan karena ikatan perjodohan antara anaknya dengan saudara istri saya. Barangkali saya tidak akan pernah mengenal beliau. Saya tidak akan pernah tahu kisah masa lalu beliau. Tidak akan pernah bertamu ke rumahnya yang posisinya pas di tikungan curam tepat di bawah kabel sutet. Rumah yang teduh. Ada pohon jambu air dan pohon kribo di sekelilingnya. Rumah asri dan sederhana itu beliau beli dari hasil jerih payah menjahit bersama istrinya.

Suatu hari ujian itu kemudian datang. Beliau didiagnosa menderita penyakit gula. Kedua matanya tiba-tiba tak bisa melihat. Sudah berobat ke sana kemari. Penyakitnya tak kunjung sembuh. Beliau tak bisa melihat lagi dunia yang penuh warna-warni. Tak bisa lagi melihat cucu kesayangan yang sedang lucu-lucunya. Beliau juga sudah tidak bisa berangkat lagi ke sekolah. Tidak bisa melakukan pekerjaan yang selama ini beliau kerjakan.

Selangkah-Lagi-jadi-PNS-Sayang-Nasib-Berkata-Lain.jpg

Padahal, ini mungkin yang bikin fisik beliau ngedrop, beliau tinggal menunggu sertifikasi. Begitu syarat-syarat yang dibutuhkan sudah lengkap. Beliau tinggal selangkah lagi diangkat jadi PNS. Ternyata nasib berkata lain. Karena penyakit gula tersebut. Karena kedua matanya yang tak bisa melihat. Dengan berat hati beliau harus mengundurkan diri sebagai pengurus sekolah. Posisinya kemudian digantikan oleh tetangganya.

Kemarin, tepatnya jam 11 siang, waktu saya lagi kerja. Anak saya tiba-tiba nyodorin hp punya mamahnya. Anak saya bilang: "Yah, kata Bibi. Ayahnya si Om meninggal" Waktu anak saya bilang gitu, saya langsung raih Hp punya istri saya. Begitu baca isi pesannya. Saya bagai disambar petir di siang bolong. Masih dalam suasana nggak percaya, tiba-tiba saya keingetan sama mimpi saya kemarin malam. Mimpi yang membuat saya menerka-menerka: "Waduh, jangan-jangan ada yang meninggal".

Kini beliau sudah tenang di alam sana. Penyakit gula yang beliau derita, insyaallah, menjadi kafarat dan penggugur dosa beliau selama hidup di dunia. Beliau orang baik dan soleh. Saya dengar dari anaknya. Banyak yang ikut menyolatkan jenazahnya. Selamat jalan pak. Di dunia mungkin bapak tidak mendapatkan gelar yang bapak cita-citakan. Tapi, di sana, insyaalloh, Alloh SWT sudah menyiapkan tempat yang paling tinggi buat bapak. Amiin.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url