Wariskan Ke Anak Cucu
SEJAK saya masih SMP. Sampai sekarang sudah punya anak. Jualannya tidak pernah berubah. Jualannya tetap baso tahu. Keliling kampung dengan roda warna biru. Bedanya dulu rodanya cuma satu. Sekarang ada lima. Sudah punya anak buah. Jualannya makin luas. Masing-masing anak buah punya jalur dan rute sendiri-sendiri. Tidak bentrok. Tidak berpapasan.
Pertama jualan. Rodanya belum dikasih nama. Cuma ada tulisan baso tahu saja. Waktu itu yang jualan baso tahu masih jarang. Nyaris tidak ada pesaing. Jadi branding belum terlalu penting. Cukup membunyikan kayu kecil yang bagian tengahnya dilubangi. Orang-orang sudah tahu kalau itu tukang baso tahu.
Awal tahun 2000. Ketika mulai ada pesaing. Banyak yang mencari peruntungan dengan berjualan baso tahu. Roda jualannya baru dikasih nama. Tulisannya sangat jelas. Baso Tahu Mang Ade. Menggunakan stiker warna kuning. Tapi warna rodanya tidak berubah. Tetap warna biru. Yang berubah cuma fisik rodanya saja. Dulu cukup besar. Sekarang agak ramping. Orang-orang menyebutnya minimalis.
Saya masih ingat. Dulu jualannya masih malu-malu. Belum akrab dengan orang-orang. Aktifitas jualannya seperti pedagang keliling pada umumnya. Maju beberapa meter. Berhenti beberapa saat. Karena rumah orang tua saya letaknya di pinggir jalan. Tempatnya sangat strategis. Ada halaman yang cukup luas untuk orang nongkrong. Rumah orang tua saya suka jadi tempat perhentian. Kalau sudah berhenti di depan rumah orang tua saya. Ia suka lupa waktu. Ia suka ikut nimbrung dan nongkrong bersama orang-orang.
Merintis bisnis sebelum tahun 2000. Menjajaki pasar, mencari jalur jualan, mengenal orang-orang yang bisa dijadikan konsumen loyal. Pergi pagi pulang malam dengan produk baso tahu andalannya. Tahun 2019 ini ia tinggal memetik hasilnya. Di mana pun ia berhenti. Selalu dikerubuti orang. Anak buahnya juga ikut kecipratan. Tak perlu susah-susah cari pekerjaan. Asal tidak malu dan gengsi mendorong roda. Dari hasil jualan baso tahu sudah bisa menghidupi keluarga.
Bukan soal harga yang membuat baso tahu Mang Ayo bangkrut. Tapi masalahnya karena non teknis. Saya pernah mengulasnya di sini. Mang Ayo mungkin tidak berfikir jangka panjang. Terlalu asyik di zona nyaman. Padahal waktu terus berganti. Zaman terus berubah. Sebagai pedagang. Lebih-lebih sebagai pebisnis. Orientasi kita harus jangka panjang. Kita harus berfikir bagaimana caranya bisnis yang kita kelola bisa survive. Bisa bertahan. Kalau perlu bisa diwariskan ke anak cucu kita.