Mending Beli Barang yang Mahal atau Beli Barang yang Murah?
SEMUA barang atau produk yang kita beli pasti ada manfaatnya. Karena tidak mungkin sebuah barang dijual dan diproduksi kalau tidak menghadirkan solusi. Yang mengherankan kadang sering kita jumpai sebuah barang atau produk dengan manfaat yang sama tapi harganya beda-beda. Sebagai konsumen kita sebenarnya bebas untuk memilih. Mau beli barang yang harganya murah atau beli barang yang harganya mahal.
Di sini saya tidak akan menyebut satu persatu barang yang dimaksud. Kalau terpaksa, paling hanya beberapa. Toh, hampir semua orang sudah banyak yang memiliki. Yang membuat saya tergelitik adalah kita beli barang kadang bukan karena manfaatnya tapi karena gengsinya. Apalagi kalau kita lagi banyak uang. Bawaannya pasti pengen beli yang mahal-mahal. Nggak mau melirik barang yang murah. Lihat barang murah sepertinya kita alergi.
Apakah salah kalau kita beli barang yang mahal. Jawabannya tentu tidak. Beli barang yang mahal atau beli barang yang murah itu adalah hak kita. Kalau kita punya uang. Dalam arti kita mampu beli barang tersebut. Kenapa nggak. Begitu juga kalau kita beli barang yang murah. Itu juga hak kita. Tak ada seorang pun yang bisa melarang barang apa saja yang mau kita beli. Apalagi kalau uangya punya kita. Hasil jerih payah kita. Apa urusannya dengan orang lain.
Yang jadi pertanyaan, kalau dua-duanya tidak salah. Dua-duanya adalah hak kita. Terus masalahnya di mana. Apanya yang mau dibahas. Yang ingin saya bahas sekaligus ngasih saran adalah saat kita mau beli barang. Apa pun jenisnya. Sebaiknya faktor kebermanfaatan harus lebih dominan. Kalau harus pakai persentase. Perbandingannya minimal 60:40. Manfaat 60%. Gengsi 40%. Syukur-syukur bisa 70:30. Itu lebih bagus. Lebih realistis.
Nah, yang bikin geli kadang ada orang yang beli barang tidak peduli manfaatnya. Tidak peduli berapa uang yang harus dia keluarkan. Beli barang murni karena gengsi saja. Dengan alasan lagi trend. Takut ketinggalan zaman. Takut dibilang nggak kekinian. Pokoknya kalau ada orang lain beli. Temannya beli. Tetangganya beli. Dia harus beli. Kalau dia nggak ikutan beli. Kepalanya langsung pusing. Badannya mendadak meriang panas dingin.
Saya pribadi pernah melewati dua fase itu. Beli barang karena gengsi. Beli barang karena manfaat. Setelah mengalami dua fase tersebut. Saya coba untuk berbagi. Saya tahu, bagi orang yang sisi gengsinya masih dominan. Tulisan saya ini mungkin tidak akan berguna. Tapi bagi orang yang hidupnya condong ke arah manfaat pasti akan mangamini, mengakui, dan menyetujui apa yang saya kemukakan ini.
Memiliki barang mahal memang punya kebanggaan tersendiri. Saat menggunakannya kita merasa lebih percaya diri. Memiliki barang murah pun jangan sampai membuat kita berkecil hati. Selama barang yang kita punya bisa membantu dan menunjang semua aktifitas kita. Harus dinikmati dan disyukuri. Berhubung kita semua sudah pada dewasa. Di mana persepsi dan penilaian kita terhadap sesuatu beda-beda. Silahkan dicerna tulisan saya ini dengan hati yang bersih dan kepala yang dingin.
Di sini saya tidak akan menyebut satu persatu barang yang dimaksud. Kalau terpaksa, paling hanya beberapa. Toh, hampir semua orang sudah banyak yang memiliki. Yang membuat saya tergelitik adalah kita beli barang kadang bukan karena manfaatnya tapi karena gengsinya. Apalagi kalau kita lagi banyak uang. Bawaannya pasti pengen beli yang mahal-mahal. Nggak mau melirik barang yang murah. Lihat barang murah sepertinya kita alergi.
Apakah salah kalau kita beli barang yang mahal. Jawabannya tentu tidak. Beli barang yang mahal atau beli barang yang murah itu adalah hak kita. Kalau kita punya uang. Dalam arti kita mampu beli barang tersebut. Kenapa nggak. Begitu juga kalau kita beli barang yang murah. Itu juga hak kita. Tak ada seorang pun yang bisa melarang barang apa saja yang mau kita beli. Apalagi kalau uangya punya kita. Hasil jerih payah kita. Apa urusannya dengan orang lain.
Yang jadi pertanyaan, kalau dua-duanya tidak salah. Dua-duanya adalah hak kita. Terus masalahnya di mana. Apanya yang mau dibahas. Yang ingin saya bahas sekaligus ngasih saran adalah saat kita mau beli barang. Apa pun jenisnya. Sebaiknya faktor kebermanfaatan harus lebih dominan. Kalau harus pakai persentase. Perbandingannya minimal 60:40. Manfaat 60%. Gengsi 40%. Syukur-syukur bisa 70:30. Itu lebih bagus. Lebih realistis.
Nah, yang bikin geli kadang ada orang yang beli barang tidak peduli manfaatnya. Tidak peduli berapa uang yang harus dia keluarkan. Beli barang murni karena gengsi saja. Dengan alasan lagi trend. Takut ketinggalan zaman. Takut dibilang nggak kekinian. Pokoknya kalau ada orang lain beli. Temannya beli. Tetangganya beli. Dia harus beli. Kalau dia nggak ikutan beli. Kepalanya langsung pusing. Badannya mendadak meriang panas dingin.
Saya pribadi pernah melewati dua fase itu. Beli barang karena gengsi. Beli barang karena manfaat. Setelah mengalami dua fase tersebut. Saya coba untuk berbagi. Saya tahu, bagi orang yang sisi gengsinya masih dominan. Tulisan saya ini mungkin tidak akan berguna. Tapi bagi orang yang hidupnya condong ke arah manfaat pasti akan mangamini, mengakui, dan menyetujui apa yang saya kemukakan ini.
Memiliki barang mahal memang punya kebanggaan tersendiri. Saat menggunakannya kita merasa lebih percaya diri. Memiliki barang murah pun jangan sampai membuat kita berkecil hati. Selama barang yang kita punya bisa membantu dan menunjang semua aktifitas kita. Harus dinikmati dan disyukuri. Berhubung kita semua sudah pada dewasa. Di mana persepsi dan penilaian kita terhadap sesuatu beda-beda. Silahkan dicerna tulisan saya ini dengan hati yang bersih dan kepala yang dingin.