Hutang itu Aib, Jangan Sampai Orang Lain Tahu
HUBUNGAN saya dengan beliau hanya sebatas guru dan murid. Tidak lebih dari itu. Itu pun bukan di sekolah. Tapi di tempat kursusan. Beliau membuka jasa kursus komputer mulai dari Word, Excel, Powerpoint, CorelDraw, Photoshop, dan Auto Cad. Saya mengikuti kursus beliau sebanyak dua kali. Pertama, kursus Powerpoint. Kedua, kursus CorelDraw.
Di facebook kami berteman karena kedekatan emosional. Kami dipertemukan oleh algoritma. Orang-orang yang terkait dan pernah saling berinteraksi di dunia nyata biasanya akan muncul di rekomendasi pertemanan. Di situlah awal kami berteman. Saya yang nge-add. Beliau yang mengkonfirmasi.
Bagaimana sifat dan kepribadian beliau. Sepanjang yang saya tahu selama saya mengikuti kursus. Beliau orangnya humoris. Ketika mengajarkan materi tak jarang diselingi dengan candaan yang membuat saya tersenyum dan tertawa terpingkal-pingkal. Terakhir saya mengikuti kursus antara bulan Januari dan Februari tahun lalu.
Semalam, sebelum saya tidur, saya iseng buka facebook. Saya buka chat di inbox. Barangkali ada yang ngechat. Atau ada pesan yang belum saya baca. Hasilnya tak ada satu pun teman yang ngirim inbox. Cuma, ada sesuatu yang aneh, di kotak inbox ada notifikasi sebuah pesan yang belum saya terima. Waktu saya buka. Isi pesannya lumayan menohok.
Yang kirim pesan seorang perempuan. Lebih tepatnya ibu-ibu. Dia menanyakan apakah saya kenal dengan beliau. Apakah saya punya nomer baru beliau. Lebih jauh lagi apakah saya tahu di mana keberadaan beliau. Perempuan itu menjelaskan beliau katanya punya hutang sama anaknya. Ditelpon nggak diangkat. Di-sms nggak dibalas. Gara-gara hutang beliau jadi sulit dihubungi.
Pesan dari perempuan yang tidak berteman dengan saya itu dikirim bulan Juni. Saya membukanya bulan September. Dengan jarak yang cukup lama saya berharap permasalahan beliau dengan perempuan tersebut sudah beres. Kalau tidak, image beliau di mata saya sedikit tercoreng. Orang yang selama ini saya anggap baik ternyata punya tabiat buruk. Lari dari tanggung jawab. Tidak mau bayar hutang.
Tapi gara-gara inbox tersebut. Saya jadi mendapatkan hikmah. Saya seperti merasa ditampar. Namanya manusia kadang kita suka berbuat salah dan melakukan dosa. Kita berhutang sama orang kebanyakan gara-gara terdesak. Dari inbox tersebut saya jadi mendapatkan pelajaran. Hutang itu aib. Kalau bisa jangan sampai orang lain tahu. Terus kalau kita belum bisa bayar hutang sebaiknya diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Di facebook kami berteman karena kedekatan emosional. Kami dipertemukan oleh algoritma. Orang-orang yang terkait dan pernah saling berinteraksi di dunia nyata biasanya akan muncul di rekomendasi pertemanan. Di situlah awal kami berteman. Saya yang nge-add. Beliau yang mengkonfirmasi.
Bagaimana sifat dan kepribadian beliau. Sepanjang yang saya tahu selama saya mengikuti kursus. Beliau orangnya humoris. Ketika mengajarkan materi tak jarang diselingi dengan candaan yang membuat saya tersenyum dan tertawa terpingkal-pingkal. Terakhir saya mengikuti kursus antara bulan Januari dan Februari tahun lalu.
Semalam, sebelum saya tidur, saya iseng buka facebook. Saya buka chat di inbox. Barangkali ada yang ngechat. Atau ada pesan yang belum saya baca. Hasilnya tak ada satu pun teman yang ngirim inbox. Cuma, ada sesuatu yang aneh, di kotak inbox ada notifikasi sebuah pesan yang belum saya terima. Waktu saya buka. Isi pesannya lumayan menohok.
Yang kirim pesan seorang perempuan. Lebih tepatnya ibu-ibu. Dia menanyakan apakah saya kenal dengan beliau. Apakah saya punya nomer baru beliau. Lebih jauh lagi apakah saya tahu di mana keberadaan beliau. Perempuan itu menjelaskan beliau katanya punya hutang sama anaknya. Ditelpon nggak diangkat. Di-sms nggak dibalas. Gara-gara hutang beliau jadi sulit dihubungi.
Pesan dari perempuan yang tidak berteman dengan saya itu dikirim bulan Juni. Saya membukanya bulan September. Dengan jarak yang cukup lama saya berharap permasalahan beliau dengan perempuan tersebut sudah beres. Kalau tidak, image beliau di mata saya sedikit tercoreng. Orang yang selama ini saya anggap baik ternyata punya tabiat buruk. Lari dari tanggung jawab. Tidak mau bayar hutang.
Tapi gara-gara inbox tersebut. Saya jadi mendapatkan hikmah. Saya seperti merasa ditampar. Namanya manusia kadang kita suka berbuat salah dan melakukan dosa. Kita berhutang sama orang kebanyakan gara-gara terdesak. Dari inbox tersebut saya jadi mendapatkan pelajaran. Hutang itu aib. Kalau bisa jangan sampai orang lain tahu. Terus kalau kita belum bisa bayar hutang sebaiknya diselesaikan dengan cara kekeluargaan.