Fisik Seorang Istri Lebih Kuat dari Pelari Marathon
SEBERAPA kuatkah fisik seorang istri? Sebagai laki-laki dan juga suami plus ayah dari seorang anak. Saya acungi dua jempol. Maaf salah, lima jempol. Maaf saya ralat lagi, sepuluh jempol. Ups, salah, unlimited saja deh. Salut banget pokoknya. Fisik seorang istri benar-benar luar biasa. Sekuat apa pun fisik dan tenaga suami. Masih kalah jauh dibandingkan dengan kekuatan fisik seorang istri.
Penasaran? Mau bukti? Lihat saja istri tetangga. Kok istri tetangga? Biar seru saja! Jemur baju segitu banyaknya bisa-bisanya sambil gendong anak. Itu baru jemur. Belum nyuci baju. Cucian segunung. Harus dikerjakan sampai tuntas. Nyuci baju itu berat guys. Meski di rumah ada mesin cuci. Nyuci baju tetap pakai tenaga. Apalagi kalau nyuci bajunya manual. Dibilas. Disikat. Dikucek-kucek. Terus diperes. Dikeringkan. Nguras tenaga banget.
Beres nyuci baju. Lanjut nyuci piring. Mending kalau satu dua piring. Dua tiga sendok. Atau lima enam gelas. Ini penuh sebaskom. Sama kayak nyuci baju. Nyuci piring juga butuh tenaga. Malah nyuci piring kerjanya lebih extra. Harus apik dan telaten. Salah sedikit. Nyuci piringnya grasa-grusu. Piring atau gelas bisa-bisa pecah berantakan. Kebayang nggak. Selain pakai tenaga. Nyuci piring butuh konsentrasi penuh.
Gimana, cukup? Masih belum? Oke kita lanjut. Selesai nyuci baju dan nyuci piring. Seorang istri harus pergi ke dapur. Nyiapin sarapan. Menanak nasi. Bikin nasi goreng. Nyeduh teh manis atau segelas kopi. Kalau di lemari es bumbu dan sayuran kumplit. Tanpa disuruh istri biasanya langsung masak. Kemarin kan habis Idul Adha. Daging sapi atau daging kambing mungkin masih ada. Daging kurban tersebut kalau nggak dibikin sup atau gepuk. Pasti dibikin rendang.
Sekarang masih dalam suasana libur. Anak-anak belum masuk sekolah. Anak-anak biasanya pengen main ke mall, berenang, atau wisata kuliner. Pasangan yang belum punya mobil. Adanya cuma sepeda motor. Anak dan istri pasti dibonceng di belakang. Nah, pernahkah kita perhatikan. Kalau anaknya ada dua. Adiknya suka duduk di tengah atau dipangkuan ibunya. Coba bayangin. Sekali pun dibonceng. Seorang istri harus pakai tenaga untuk jagain anaknya agar aman dan terkendali selama dalam perjalanan.
Pertanyaannya, berapa jarak yang ditempuh menuju mall, kolam renang, dan restoran. Hitung dengan energi yang terkuras dari seorang istri sepanjang hari. Kalau jaraknya puluhan kilo. Udah gitu pulang pergi. Bener-bener salut pokoknya dengan kekuatan fisik seorang istri. Hebatnya lagi, jika semua aktifitas yang saya sebutkan tadi dilakukan secara bersamaan pada hari yang sama. Non-stop dari pagi sampai siang bahkan sampai sore. Gimana kalau malamnya suami minta jatah. Emang nggak tersiksa tuh fisik seorang istri.
Sekali lagi, fisik seorang istri benar-benar kuat. Fisik seorang istri lebih kuat dari seorang pelari marathon. Fisik seorang istri lebih kuat dari seorang atlet angkat besi. Oleh sebab itu, buat para suami, hargai perjuangan dan pengorbanan seorang istri. Kalau belum bisa dengan harta. Minimal jadi ayah yang baik buat anak-anak. Jadi pendengar yang baik buat istri. Jadi tempat bersandar paling nyaman saat istri lelah.
Penasaran? Mau bukti? Lihat saja istri tetangga. Kok istri tetangga? Biar seru saja! Jemur baju segitu banyaknya bisa-bisanya sambil gendong anak. Itu baru jemur. Belum nyuci baju. Cucian segunung. Harus dikerjakan sampai tuntas. Nyuci baju itu berat guys. Meski di rumah ada mesin cuci. Nyuci baju tetap pakai tenaga. Apalagi kalau nyuci bajunya manual. Dibilas. Disikat. Dikucek-kucek. Terus diperes. Dikeringkan. Nguras tenaga banget.
Beres nyuci baju. Lanjut nyuci piring. Mending kalau satu dua piring. Dua tiga sendok. Atau lima enam gelas. Ini penuh sebaskom. Sama kayak nyuci baju. Nyuci piring juga butuh tenaga. Malah nyuci piring kerjanya lebih extra. Harus apik dan telaten. Salah sedikit. Nyuci piringnya grasa-grusu. Piring atau gelas bisa-bisa pecah berantakan. Kebayang nggak. Selain pakai tenaga. Nyuci piring butuh konsentrasi penuh.
Gimana, cukup? Masih belum? Oke kita lanjut. Selesai nyuci baju dan nyuci piring. Seorang istri harus pergi ke dapur. Nyiapin sarapan. Menanak nasi. Bikin nasi goreng. Nyeduh teh manis atau segelas kopi. Kalau di lemari es bumbu dan sayuran kumplit. Tanpa disuruh istri biasanya langsung masak. Kemarin kan habis Idul Adha. Daging sapi atau daging kambing mungkin masih ada. Daging kurban tersebut kalau nggak dibikin sup atau gepuk. Pasti dibikin rendang.
Sekarang masih dalam suasana libur. Anak-anak belum masuk sekolah. Anak-anak biasanya pengen main ke mall, berenang, atau wisata kuliner. Pasangan yang belum punya mobil. Adanya cuma sepeda motor. Anak dan istri pasti dibonceng di belakang. Nah, pernahkah kita perhatikan. Kalau anaknya ada dua. Adiknya suka duduk di tengah atau dipangkuan ibunya. Coba bayangin. Sekali pun dibonceng. Seorang istri harus pakai tenaga untuk jagain anaknya agar aman dan terkendali selama dalam perjalanan.
Pertanyaannya, berapa jarak yang ditempuh menuju mall, kolam renang, dan restoran. Hitung dengan energi yang terkuras dari seorang istri sepanjang hari. Kalau jaraknya puluhan kilo. Udah gitu pulang pergi. Bener-bener salut pokoknya dengan kekuatan fisik seorang istri. Hebatnya lagi, jika semua aktifitas yang saya sebutkan tadi dilakukan secara bersamaan pada hari yang sama. Non-stop dari pagi sampai siang bahkan sampai sore. Gimana kalau malamnya suami minta jatah. Emang nggak tersiksa tuh fisik seorang istri.
Sekali lagi, fisik seorang istri benar-benar kuat. Fisik seorang istri lebih kuat dari seorang pelari marathon. Fisik seorang istri lebih kuat dari seorang atlet angkat besi. Oleh sebab itu, buat para suami, hargai perjuangan dan pengorbanan seorang istri. Kalau belum bisa dengan harta. Minimal jadi ayah yang baik buat anak-anak. Jadi pendengar yang baik buat istri. Jadi tempat bersandar paling nyaman saat istri lelah.