Kenangan Idul Adha, Sholat Sunat Beralaskan Kesed Masjid
SUDAH Idul Adha lagi. Perputaran waktu benar-benar sangat cepat. Perasaan baru kemarin kita merayakan Idul Adha. Sekarang sudah Idul Adha lagi. Demikian juga dengan Idul Fitri. Meski sudah lewat. Nggak kerasa tahun depan kita akan merayakan hari raya Idul Fitri lagi. Udah gituh lanjut Idul Adha. Begitu terus sampai kita nggak sadar. Usia makin ke sini makin bertambah.
Sama dengan Idul Fitri. Banyak momen yang tak bisa kita lupakan saat hari raya Idul Adha. Gema takbir. Sholat sunat di masjid atau di lapangan. Lihat penyembelihan hewan kurban. Siang atau sorenya lanjut bakar-bakar makan sate. Sebagai umat muslim. Ritual seperti ini harus benar-benar kita syukuri. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dulu. Bisa kita rasakan dari generasi ke generasi.
Momen-momen yang terjadi sepanjang Idul Adha. Baik waktu saya masih anak-anak, remaja, sampai saya menikah dan punya anak. Sebenarnya biasa-biasa saja. Biasa-biasa di sini, mungkin sama dengan momen-momen yang teman-teman lihat dan rasakan selama ini. Dari tahun ke tahun. Di mana-mana, di seluruh Indonesia, lumrahnya memang seperti itu.
Kalau pun ada yang berbeda. Untuk tahun ini ada saudara kita yang merayakan Idul Adha lebih dulu. Itu pun tidak perlu kita persoalkan. Sebagai warga negara yang baik kita harus menerima keberagaman. Dengan saudara beda keyakinan saja kita bisa bersikap tolerasi. Apalagi dengan saudara seiman. Ketimbang meributkan hal-hal kecil. Mending makan sate bareng.
Khusus Idul Adha tahun ini, tiba-tiba saya keingetan waktu saya masih tinggal di kontrakan. Bukan ingat akan pembagian daging kurban. Meski tinggal di kontrakan, alhamdulillah, jatah daging kurban selalu kebagian. Di tempat saya, baik di kontrakan atau di rumah orang tua, setiap tahun suka ada saja yang berkurban. Baik sapi atau kambing.
Yang saya ingat justru sholat sunat Idul Adhanya. Selama saya tinggal di kontrakan saya suka kesusahan kalau mau melaksanakan sholat sunat Idul Adha. Di tempat saya ngontrak, setiap hari raya, warga sekitar suka melaksanakan sholat sunatnya di jalan atau di lapangan. Saya pribadi kurang suka kalau harus sholat di tempat terbuka. Pertama, tidak terbiasa. Kedua, takut kepanasan atau kehujanan.
Setiap hari raya, biasanya saya suka ikut sholat sunat di tempat orang tua atau di tempat adik saya. Ada kejadian menarik waktu saya sholat sunat Idul Adha di tempat adik saya. Waktu itu jamaahnya penuh sesak. Saya nyaris tidak kebagian tempat. Saking penuhnya saya sampai sholat di pinggiran masjid dekat tempat wudhu. Karena tidak bawa sejadah. Saya sholat beralaskan kesed masjid. Begitu bubar sholat, saya baru sadar, celana saya (di bagian lututnya) kelihatan basah.
Sama dengan Idul Fitri. Banyak momen yang tak bisa kita lupakan saat hari raya Idul Adha. Gema takbir. Sholat sunat di masjid atau di lapangan. Lihat penyembelihan hewan kurban. Siang atau sorenya lanjut bakar-bakar makan sate. Sebagai umat muslim. Ritual seperti ini harus benar-benar kita syukuri. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dulu. Bisa kita rasakan dari generasi ke generasi.
Momen-momen yang terjadi sepanjang Idul Adha. Baik waktu saya masih anak-anak, remaja, sampai saya menikah dan punya anak. Sebenarnya biasa-biasa saja. Biasa-biasa di sini, mungkin sama dengan momen-momen yang teman-teman lihat dan rasakan selama ini. Dari tahun ke tahun. Di mana-mana, di seluruh Indonesia, lumrahnya memang seperti itu.
Kalau pun ada yang berbeda. Untuk tahun ini ada saudara kita yang merayakan Idul Adha lebih dulu. Itu pun tidak perlu kita persoalkan. Sebagai warga negara yang baik kita harus menerima keberagaman. Dengan saudara beda keyakinan saja kita bisa bersikap tolerasi. Apalagi dengan saudara seiman. Ketimbang meributkan hal-hal kecil. Mending makan sate bareng.
Khusus Idul Adha tahun ini, tiba-tiba saya keingetan waktu saya masih tinggal di kontrakan. Bukan ingat akan pembagian daging kurban. Meski tinggal di kontrakan, alhamdulillah, jatah daging kurban selalu kebagian. Di tempat saya, baik di kontrakan atau di rumah orang tua, setiap tahun suka ada saja yang berkurban. Baik sapi atau kambing.
Yang saya ingat justru sholat sunat Idul Adhanya. Selama saya tinggal di kontrakan saya suka kesusahan kalau mau melaksanakan sholat sunat Idul Adha. Di tempat saya ngontrak, setiap hari raya, warga sekitar suka melaksanakan sholat sunatnya di jalan atau di lapangan. Saya pribadi kurang suka kalau harus sholat di tempat terbuka. Pertama, tidak terbiasa. Kedua, takut kepanasan atau kehujanan.
Setiap hari raya, biasanya saya suka ikut sholat sunat di tempat orang tua atau di tempat adik saya. Ada kejadian menarik waktu saya sholat sunat Idul Adha di tempat adik saya. Waktu itu jamaahnya penuh sesak. Saya nyaris tidak kebagian tempat. Saking penuhnya saya sampai sholat di pinggiran masjid dekat tempat wudhu. Karena tidak bawa sejadah. Saya sholat beralaskan kesed masjid. Begitu bubar sholat, saya baru sadar, celana saya (di bagian lututnya) kelihatan basah.