Tidak Boleh Terjebak Pada Romantisme Masa Lalu
HIDUP harus move on. Jangan terikat romantisme masa lalu. Sebab waktu terus bergerak. Zaman kian berubah. Jika kita berdiri, apalagi sampai berharap, pada satu titik, satu posisi, satu keadaan, tetap sesuai keinginan kita. Siap-siap kita akan dibuat sakit hati dan dikecewakan. Yang terbaik dan paling bagus kita terus bergerak, terus berusaha, menjalani dunia baru. Mencoba lapang dada menerima kenyataan yang sudah terjadi merupakan bagian dari masa lalu yang tak bisa diputar kembali.
Dalam hal apa pun. Baik status, pendidikan, pekerjaan, hubungan, atau bisnis. Visi misi kita dalam menjalani hidup harus menatap jauh ke depan. Nggak boleh terjebak. Nggak boleh stagnan. Pragmatis. Apalagi statis. Yang sudah ya sudah. Jadikan pengalaman. Jadikan cermin sebagai bekal untuk mengarungi masa depan. Perjalanan masih panjang. Mental kita harus dibentuk dan dikuatkan. Ujian dan cobaan ke depan pastinya bakalan lebih menantang.
Saya bicara begini untuk mengingatkan diri sendiri dan teman-teman. Kalau kita tidak bisa move on. Kita akan ditinggalkan. Kita akan diremehkan. Harga diri kita diinjak-injak. Jadi bahan lelucon dan candaan semua orang. Hidup sendiri, jauh dari hingar bingar, dikucilkan dari pergaulan, ditinggalkan suami atau istri, dipecat dari pekerjaan. Sungguh tidak enak. Sungguh tidak nyaman. Tapi kita harus tetap bergerak. Harus tetap melangkah.
Saya punya 2 pengalaman yang mungkin bermanfaat buat teman-teman. Yang pertama soal bisnis. Yang kedua soal hubungan. Ini bukan karena saya nggak bisa move on. Ini justru sebuah hikmah yang berhasil saya tangkap. Dari sebuah kejadian yang nyaris tak tercatat. Saya harap teman-teman tidak sampai mengalami apa yang saya alami. Kalau pun pernah atau sedang mengalami, minimal teman-teman tidak pernah merasa sendiri. Setidaknya teman-teman ngerti dan tahu apa yang harus teman-teman lakukan.
Kita bahas yang bisnis dulu. Kemarin saya antar istri nyari casing Hp ke toko aksesoris dekat terminal angkot. Di bayangan saya, toko aksesoris yang dulu sering saya kunjungi, barangnya kumplit. Pengunjungnya ramai. Harganya bersahabat. Kenyataannya justru berbanding terbalik. Barangnya sedikit. Tokonya sepi. Harganya malah selangit. Udah gitu karyawan tokonya kurang responsif. Ditanya ini itu jawabnya kayak orang bingung. Saking bingungnya sampai manggil pemilik toko.
Lanjut ke soal hubungan. Masih ingatkan dulu saya pernah bikin artikel soal mantan. Kemarin hari minggu saya ketemu dia di jalan. Setelah punya anak (anak ke 2 maksudnya) sikap dan tampilannya jadi berbeda. Saya yang tadinya merasa kembali jadi anak muda. Mendadak jadi kayak kakek-kakek. Cerita-cerita yang dulu, kisah-kisah yang telah berlalu, emang sebaiknya di kubur. Dilupakan. Nggak usah diungkit-ungkit lagi. Nggak usah dikenang-kenang lagi.
Hikmah yang bisa saya bagikan ke teman-teman dari 2 kejadian yang saya alami di atas. Sekali lagi, kita tidak boleh terjebak pada romantisme masa lalu. Seiring berjalannya waktu, situasi dan kondisi, termasuk kepribadian seseorang bisa berubah. Kita jangan terpaku, apalagi sampai berharap, situasinya masih sama. Perasaannya masih sama. Kita nggak boleh hidup dalam imajinasi yang kita ciptakan sendiri. Kita harus hidup di dunia realita, di mana keinginan kerap tak sesuai dengan kenyataan.
Dalam hal apa pun. Baik status, pendidikan, pekerjaan, hubungan, atau bisnis. Visi misi kita dalam menjalani hidup harus menatap jauh ke depan. Nggak boleh terjebak. Nggak boleh stagnan. Pragmatis. Apalagi statis. Yang sudah ya sudah. Jadikan pengalaman. Jadikan cermin sebagai bekal untuk mengarungi masa depan. Perjalanan masih panjang. Mental kita harus dibentuk dan dikuatkan. Ujian dan cobaan ke depan pastinya bakalan lebih menantang.
Saya bicara begini untuk mengingatkan diri sendiri dan teman-teman. Kalau kita tidak bisa move on. Kita akan ditinggalkan. Kita akan diremehkan. Harga diri kita diinjak-injak. Jadi bahan lelucon dan candaan semua orang. Hidup sendiri, jauh dari hingar bingar, dikucilkan dari pergaulan, ditinggalkan suami atau istri, dipecat dari pekerjaan. Sungguh tidak enak. Sungguh tidak nyaman. Tapi kita harus tetap bergerak. Harus tetap melangkah.
Saya punya 2 pengalaman yang mungkin bermanfaat buat teman-teman. Yang pertama soal bisnis. Yang kedua soal hubungan. Ini bukan karena saya nggak bisa move on. Ini justru sebuah hikmah yang berhasil saya tangkap. Dari sebuah kejadian yang nyaris tak tercatat. Saya harap teman-teman tidak sampai mengalami apa yang saya alami. Kalau pun pernah atau sedang mengalami, minimal teman-teman tidak pernah merasa sendiri. Setidaknya teman-teman ngerti dan tahu apa yang harus teman-teman lakukan.
Kita bahas yang bisnis dulu. Kemarin saya antar istri nyari casing Hp ke toko aksesoris dekat terminal angkot. Di bayangan saya, toko aksesoris yang dulu sering saya kunjungi, barangnya kumplit. Pengunjungnya ramai. Harganya bersahabat. Kenyataannya justru berbanding terbalik. Barangnya sedikit. Tokonya sepi. Harganya malah selangit. Udah gitu karyawan tokonya kurang responsif. Ditanya ini itu jawabnya kayak orang bingung. Saking bingungnya sampai manggil pemilik toko.
Lanjut ke soal hubungan. Masih ingatkan dulu saya pernah bikin artikel soal mantan. Kemarin hari minggu saya ketemu dia di jalan. Setelah punya anak (anak ke 2 maksudnya) sikap dan tampilannya jadi berbeda. Saya yang tadinya merasa kembali jadi anak muda. Mendadak jadi kayak kakek-kakek. Cerita-cerita yang dulu, kisah-kisah yang telah berlalu, emang sebaiknya di kubur. Dilupakan. Nggak usah diungkit-ungkit lagi. Nggak usah dikenang-kenang lagi.
Hikmah yang bisa saya bagikan ke teman-teman dari 2 kejadian yang saya alami di atas. Sekali lagi, kita tidak boleh terjebak pada romantisme masa lalu. Seiring berjalannya waktu, situasi dan kondisi, termasuk kepribadian seseorang bisa berubah. Kita jangan terpaku, apalagi sampai berharap, situasinya masih sama. Perasaannya masih sama. Kita nggak boleh hidup dalam imajinasi yang kita ciptakan sendiri. Kita harus hidup di dunia realita, di mana keinginan kerap tak sesuai dengan kenyataan.