Budget Minim, tapi Banyak Gaya dan Gengsi Tinggi
APA pun kondisinya. Rumah harga Rp 50 juta itu sudah terhitung murah. Dan kita jangan berharap harga segitu bisa dapat rumah di pinggir jalan. Pasaran harga tanah di dalam saja yang akses motor atau becak sudah Rp 10 juta perbata. Yang pinggir jalan bisa Rp 25 juta atau bahkan lebih. Di pusat kota di mana pusat perbelanjaan dan perkantoran berdiri di sana, harganya jauh lebih mahal, bisa mencapai ratusan juta bahkan puluhan milyar.
Lucunya, di grup-grup jual beli, banyak orang yang nyari rumah pinggir jalan dengan budget minim kisaran Rp 100 juta ke bawah. Sebenarnya tidak aneh dan hak konsumen bila punya keinginan seperti itu. Kali saja dapat rezeki ada orang yang bener-bener kepepet lagi butuh uang terus jual rumahnya yang di pinggir jalan dengan harga murah. Tapi harapan seperti itu ibarat mimpi di siang bolong. Yang punya rumah juga tentu akan berpikir dua kali sebelum menjual rumahnya dengan harga obral.
Ada tiga alasan atau sebab kenapa konsumen dengan budget minim pengen dapat rumah di pinggir jalan di lokasi yang strategis. Pertama, pola dan gaya hidup orang-orang zaman sekarang sudah berubah. Hedonis dan konsumtifnya sangat tinggi. Kedua, kurangnya literasi untuk membaca pasaran harga tanah. Mereka seperti memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan situasi, kondisi lingkungan, nilai NJOP di suatu daerah.
Ketiga, kurangnya kesadaran, pemahaman, sekaligus perhitungan, bahwa rumah di mana pun lokasinya adalah tempat berlindung. Bukan tempat aji mumpung. Berhubung budget minim, katakanlah punya dana Rp 100 juta ke bawah, yang penting punya rumah dulu. Punya tempat buat berteduh saja dulu. Dari pada nyicil KPR atau bayar kontrakan tiap bulan, bisa beli rumah akses gang juga harusnya kita sudah bersyukur.
Dari fenomena yang saya lihat akhir-akhir ini. Saya punya kasus yang cukup menggelitik yang membuat saya nyengir dan geleng-geleng kepala. Ceritanya begini, ada konsumen ngontak saya minta dicarikan rumah budget-nya Rp 30 juta. Saya jelasin dong ke konsumen tersebut, kalau rumah harga segitu jarang, kalau pun ada paling lokasinya di kampung. Seperti yang saya ceritakan di awal, paling murah harganya Rp 50 juta.
Singkat cerita, saya kasihlah rumah yang harga Rp 50 juta. Lokasinya akses motor, ke jalan dekat, ke jalan baru dekat, ke sekolahan juga dekat. Rumahnya bagus baru beres direnovasi, ada wastafel-nya juga. Sayang, selain budget-nya minim cuma punya Rp 30 juta, akses jalannya sempit nggak masuk buat motor besar. Saya paham. Saya ngerti. Alasannya sangat masuk akal. Suami konsumen tersebut bekerja di sebuah kantor di mana setiap hari pulangnya selalu bawa motor besar.
Karena budget-nya minim, tempo hari sebelum tahun baru, saya infoin ke konsumen tersebut ada rumah yang harganya Rp 35 juta bisa nego dikit, lokasinya dekat dengan kampung kelahirannya. Akses jalan buat motor besar juga masuk. Konsumen juga bilangnya suka sampai bilang jangan dikasihin ke siapa-siapa. Tapi begitu disurvey oleh suaminya, rumah dengan harga Rp 35 juta tetap nggak kepakai. Padahal lokasi dekat ke pusat kota, bukan di pinggir kali atau di tengah hutan.
Dari kasus tersebut, saya langsung ambil kesimpulan, konsumen ini (terutama suaminya) udah saya tolong dua kali dikasih rumah murah lokasi strategis, ternyata banyak gaya dan gengsinya tinggi.
Lucunya, di grup-grup jual beli, banyak orang yang nyari rumah pinggir jalan dengan budget minim kisaran Rp 100 juta ke bawah. Sebenarnya tidak aneh dan hak konsumen bila punya keinginan seperti itu. Kali saja dapat rezeki ada orang yang bener-bener kepepet lagi butuh uang terus jual rumahnya yang di pinggir jalan dengan harga murah. Tapi harapan seperti itu ibarat mimpi di siang bolong. Yang punya rumah juga tentu akan berpikir dua kali sebelum menjual rumahnya dengan harga obral.
Ada tiga alasan atau sebab kenapa konsumen dengan budget minim pengen dapat rumah di pinggir jalan di lokasi yang strategis. Pertama, pola dan gaya hidup orang-orang zaman sekarang sudah berubah. Hedonis dan konsumtifnya sangat tinggi. Kedua, kurangnya literasi untuk membaca pasaran harga tanah. Mereka seperti memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan situasi, kondisi lingkungan, nilai NJOP di suatu daerah.
Ketiga, kurangnya kesadaran, pemahaman, sekaligus perhitungan, bahwa rumah di mana pun lokasinya adalah tempat berlindung. Bukan tempat aji mumpung. Berhubung budget minim, katakanlah punya dana Rp 100 juta ke bawah, yang penting punya rumah dulu. Punya tempat buat berteduh saja dulu. Dari pada nyicil KPR atau bayar kontrakan tiap bulan, bisa beli rumah akses gang juga harusnya kita sudah bersyukur.
Dari fenomena yang saya lihat akhir-akhir ini. Saya punya kasus yang cukup menggelitik yang membuat saya nyengir dan geleng-geleng kepala. Ceritanya begini, ada konsumen ngontak saya minta dicarikan rumah budget-nya Rp 30 juta. Saya jelasin dong ke konsumen tersebut, kalau rumah harga segitu jarang, kalau pun ada paling lokasinya di kampung. Seperti yang saya ceritakan di awal, paling murah harganya Rp 50 juta.
Singkat cerita, saya kasihlah rumah yang harga Rp 50 juta. Lokasinya akses motor, ke jalan dekat, ke jalan baru dekat, ke sekolahan juga dekat. Rumahnya bagus baru beres direnovasi, ada wastafel-nya juga. Sayang, selain budget-nya minim cuma punya Rp 30 juta, akses jalannya sempit nggak masuk buat motor besar. Saya paham. Saya ngerti. Alasannya sangat masuk akal. Suami konsumen tersebut bekerja di sebuah kantor di mana setiap hari pulangnya selalu bawa motor besar.
Karena budget-nya minim, tempo hari sebelum tahun baru, saya infoin ke konsumen tersebut ada rumah yang harganya Rp 35 juta bisa nego dikit, lokasinya dekat dengan kampung kelahirannya. Akses jalan buat motor besar juga masuk. Konsumen juga bilangnya suka sampai bilang jangan dikasihin ke siapa-siapa. Tapi begitu disurvey oleh suaminya, rumah dengan harga Rp 35 juta tetap nggak kepakai. Padahal lokasi dekat ke pusat kota, bukan di pinggir kali atau di tengah hutan.
Dari kasus tersebut, saya langsung ambil kesimpulan, konsumen ini (terutama suaminya) udah saya tolong dua kali dikasih rumah murah lokasi strategis, ternyata banyak gaya dan gengsinya tinggi.