Ramadhan Tahun Ini Adalah Ramadhan Terberat Sepanjang Pernikahan
SAMPAI hari ke 12 puasa. Sekalipun kita belum pernah menginjakan kaki di pasar, mall, dan pusat-pusat keramaian lainnya. Sebuah hal yang sangat diluar kewajaran. Biasanya setiap bulan puasa, dari hari pertama pun, kita sudah wara-wiri ke sana kemari. Nggak ada tujuan pun. Nggak ada yang mau dibeli pun. Selalu dibela-belain untuk keluar.
Maka tak heran dua atau tiga hari ke belakang, istri sampai nyeletuk. Selama kita berumah tangga, ramadhan tahun ini adalah ramadhan terberat yang pernah ia jalani dan rasakan. Entah dari mana bisikan itu datang sehingga istri bisa-bisanya ngomong seperti itu. Sebagai suami, saya hanya terdiam. Saya hanya bisa mendengarkan.
Kalau lihat tanggal di kalender, sebenarnya ini baru minggu pertama, baru mau menginjak ke pertengahan bulan puasa. Masih ada hari-hari lain, minggu kedua atau minggu ketiga, yang masih bisa kita tunggu. Barangkali ada keajaiban yang datang menghampiri, yang bisa membuat situasi dan kondisi saat ini berubah.
Namanya manusia kita nggak tahu. Yang penting usaha. Ikhtiar. Soal hasil biar Allah yang menentukan. Cuma yang saya sendiri rasakan, kalau boleh jujur, ramadhan tahun ini memang berbeda dari ramadhan-ramadhan sebelumnya. Yang paling terasa yakni pada ramadhan tahun ini tidak ada atau belum ada orderan dari sekolah.
Sekali lagi ini benar-benar diluar kewajaran. Karena pada ramadhan-ramadhan sebelumnya, awal ramadhan itu orderan dari sekolah sudah masuk. Saya sendiri tidak tahu, apa penyebab orderan dari sekolah belum masuk. Apa karena bulan puasanya maju. Apa karena tahun ajaran baru masih lama. Apa karena situasi dan kondisi perpolitikan di tanah air.
Bisa jadi gara-gara orderan dari sekolah itu yang menyebabkan istri sampai bilang ramadhan tahun ini adalah ramadhan terberat. Sebagai kepala keluarga tentu saya ngerti dan paham ke mana arah dan ujung perkataaan tersebut. Ramadhan, atau lebaran, atau hari raya Idul Fitri, identik dengan hal-hal yang baru. Baju baru, celana baru.
Tebakan saya sedikit meleset. Istri bilang ramadhan tahun ini adalah ramadhan terberat. Rupanya sebuah firasat buruk. Kemarin istri dapat telpon dari kampung. Uwaknya mengalami kecelakaan. Saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Istri dan anak terpaksa harus pulang kampung. Saya nggak ikut karena ada kerjaan yang harus dibereskan. Besok atau lusa baru nyusul.
Maka tak heran dua atau tiga hari ke belakang, istri sampai nyeletuk. Selama kita berumah tangga, ramadhan tahun ini adalah ramadhan terberat yang pernah ia jalani dan rasakan. Entah dari mana bisikan itu datang sehingga istri bisa-bisanya ngomong seperti itu. Sebagai suami, saya hanya terdiam. Saya hanya bisa mendengarkan.
Kalau lihat tanggal di kalender, sebenarnya ini baru minggu pertama, baru mau menginjak ke pertengahan bulan puasa. Masih ada hari-hari lain, minggu kedua atau minggu ketiga, yang masih bisa kita tunggu. Barangkali ada keajaiban yang datang menghampiri, yang bisa membuat situasi dan kondisi saat ini berubah.
Namanya manusia kita nggak tahu. Yang penting usaha. Ikhtiar. Soal hasil biar Allah yang menentukan. Cuma yang saya sendiri rasakan, kalau boleh jujur, ramadhan tahun ini memang berbeda dari ramadhan-ramadhan sebelumnya. Yang paling terasa yakni pada ramadhan tahun ini tidak ada atau belum ada orderan dari sekolah.
Sekali lagi ini benar-benar diluar kewajaran. Karena pada ramadhan-ramadhan sebelumnya, awal ramadhan itu orderan dari sekolah sudah masuk. Saya sendiri tidak tahu, apa penyebab orderan dari sekolah belum masuk. Apa karena bulan puasanya maju. Apa karena tahun ajaran baru masih lama. Apa karena situasi dan kondisi perpolitikan di tanah air.
Bisa jadi gara-gara orderan dari sekolah itu yang menyebabkan istri sampai bilang ramadhan tahun ini adalah ramadhan terberat. Sebagai kepala keluarga tentu saya ngerti dan paham ke mana arah dan ujung perkataaan tersebut. Ramadhan, atau lebaran, atau hari raya Idul Fitri, identik dengan hal-hal yang baru. Baju baru, celana baru.
Tebakan saya sedikit meleset. Istri bilang ramadhan tahun ini adalah ramadhan terberat. Rupanya sebuah firasat buruk. Kemarin istri dapat telpon dari kampung. Uwaknya mengalami kecelakaan. Saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Istri dan anak terpaksa harus pulang kampung. Saya nggak ikut karena ada kerjaan yang harus dibereskan. Besok atau lusa baru nyusul.