Menghilangkan Fobia Butuh Waktu dan Proses yang Sangat Panjang
KETAKUTAN berlebihan terhadap sesuatu, atau biasa disebut dengan fobia, bisa mengganggu fisik dan fsikologis seseorang. Contohnya, ada orang yang fobia dengan udang. Jika orang tersebut tak sengaja memakan udang tubuhnya mendadak merah-merah. Ada juga orang yang fobia dengan tikus. Psikologis orang tersebut akan terganggu jika setiap hari selalu bersinggungan dengan tikus.
Fobia juga bisa mengganggu konsentrasi. Misal ada orang yang takut dengan kecoa. Saat orang tersebut lagi kerja, masak, olahraga, baca buku, ngaji, makan, atau lagi nyuci piring dan nyuci baju, tiba-tiba kecoa lewat. Orang tersebut pasti akan menjerit, loncat, kabur, menghentikan aktifitasnya. Saat orang fobia dengan sesuatu reaksinya kayak orang kesetanan. Marah-marah nggak jelas atau mengeluarkan kata-kata kotor.
Fobia ada yang muncul secara alami dari lahir. Ada juga karena faktor keturunan, akibat sebuah insiden, atau adanya aksi kekerasan dan kejahatan verbal maupun non verbal. Saya pernah menemui sebuah kasus, ada anak kecil takut sekali dengan nasi. Waktu saya tanya orang tuanya apakah waktu kecil suka ditakut-takutin. Menurut pengakuan orang tuanya. Anaknya takut sama nasi murni dari lahir.
Saya sendiri takut sama ulat, ketinggian, dan anak kucing yang masih bulu kemincir. Setelah saya teliti, fobia saya terhadap ulat ternyata faktor keturunan. Ibu saya fobia sama ulat. Takut ketinggian murni dari lahir. Takut sama anak kucing yang masih bulu kemincir akibat sebuah insiden. Dulu pernah dikejar sama anak kucing mau gigit kaki. Rasa takut itu akhirnya terbawa sampai dewasa.
Gimana caranya menghilangkan fobia butuh waktu dan proses yang sangat panjang. Itu pun kalau kita ada niat dan kemauan untuk menghilangkan atau mengurangi fobia tersebut. Misal saya ingin menghilangkan fobia ketinggian. Berarti saya harus punya niat dan kemauan dulu yang kuat. Setelah itu baru nyari tehnik dan caranya.
Tapi kalau kita cuek-cuek saja. Merasa fobia terhadap sesuatu hanya datang pada saat-saat tertentu. Rasa takut itu masih bisa kita kontrol dan kendalikan. Fobia akan tetap ada dalam diri kita. Pilihannya sekarang tergantung kita. Apakah akan tetap bersahabat dengan fobia. Atau ingin segera lepas dari rasa takut yang selama ini kerap mengganggu.
Berbeda dengan anak-anak. Mereka masih bisa kita tuntun, kita latih, kita kasih pemahaman. Misal anak-anak takut dengan kecoa, kita latih saja sambil kasih pemahaman bahwa kecoa tidak berbahaya. Yang berbahaya itu tikus, ular, kalajengking, atau lebah. Meski sejatinya keempat binatang tersebut tidak boleh kita takuti. Hanya harus kita jauhi untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan.
Fobia juga bisa mengganggu konsentrasi. Misal ada orang yang takut dengan kecoa. Saat orang tersebut lagi kerja, masak, olahraga, baca buku, ngaji, makan, atau lagi nyuci piring dan nyuci baju, tiba-tiba kecoa lewat. Orang tersebut pasti akan menjerit, loncat, kabur, menghentikan aktifitasnya. Saat orang fobia dengan sesuatu reaksinya kayak orang kesetanan. Marah-marah nggak jelas atau mengeluarkan kata-kata kotor.
Fobia ada yang muncul secara alami dari lahir. Ada juga karena faktor keturunan, akibat sebuah insiden, atau adanya aksi kekerasan dan kejahatan verbal maupun non verbal. Saya pernah menemui sebuah kasus, ada anak kecil takut sekali dengan nasi. Waktu saya tanya orang tuanya apakah waktu kecil suka ditakut-takutin. Menurut pengakuan orang tuanya. Anaknya takut sama nasi murni dari lahir.
Saya sendiri takut sama ulat, ketinggian, dan anak kucing yang masih bulu kemincir. Setelah saya teliti, fobia saya terhadap ulat ternyata faktor keturunan. Ibu saya fobia sama ulat. Takut ketinggian murni dari lahir. Takut sama anak kucing yang masih bulu kemincir akibat sebuah insiden. Dulu pernah dikejar sama anak kucing mau gigit kaki. Rasa takut itu akhirnya terbawa sampai dewasa.
Gimana caranya menghilangkan fobia butuh waktu dan proses yang sangat panjang. Itu pun kalau kita ada niat dan kemauan untuk menghilangkan atau mengurangi fobia tersebut. Misal saya ingin menghilangkan fobia ketinggian. Berarti saya harus punya niat dan kemauan dulu yang kuat. Setelah itu baru nyari tehnik dan caranya.
Tapi kalau kita cuek-cuek saja. Merasa fobia terhadap sesuatu hanya datang pada saat-saat tertentu. Rasa takut itu masih bisa kita kontrol dan kendalikan. Fobia akan tetap ada dalam diri kita. Pilihannya sekarang tergantung kita. Apakah akan tetap bersahabat dengan fobia. Atau ingin segera lepas dari rasa takut yang selama ini kerap mengganggu.
Berbeda dengan anak-anak. Mereka masih bisa kita tuntun, kita latih, kita kasih pemahaman. Misal anak-anak takut dengan kecoa, kita latih saja sambil kasih pemahaman bahwa kecoa tidak berbahaya. Yang berbahaya itu tikus, ular, kalajengking, atau lebah. Meski sejatinya keempat binatang tersebut tidak boleh kita takuti. Hanya harus kita jauhi untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan.