Dari Pada Sakit Hati Ditolak Cinta, Mending Lebih Baik Ngaca
KAKAK kelas waktu SD. Dibilang playboy bukan. Dibilang bukan juga mirip playboy. Dari SD sampai SMA ceweknya banyak. Cantik-cantik. Saya dan teman-teman jadi ngiri. Privilege yang dia punya menutupi wajahnya yang biasa-biasa. Dibandingin dengan teman saya. Wajahnya gantengan teman saya.
Dulu waktu saya masih sekolah. Kendaraan belum banyak seperti sekarang. Ke sekolah masih banyak yang jalan kaki. Ada juga yang naik angkot. Waktu itu pelajar nggak boleh bawa motor. Nggak boleh bawa sepeda. Kalau pun ada yang bawa paling satu dua orang, itu juga bawanya sembunyi-sembunyi. Motor dan sepedanya dititipin di warung belakang sekolah.
Kakak kelas saya itu anak orang berada. Punya motor force one sama mobil kijang super. Diluar sekolah dia ikut eskul badminton. Sering ikut kejuaraan badminton. Setiap porseni, dia selalu terpilih mewakili sekolah khusus cabang olahraga badminton. Dia juga suka latihan motocross.
Privilege itu yang membuat cewek-cewek dari SD sampai SMA lengket sama dia. Saat itu orang kaya bisa dihitung dengan jari. Satu kampung orang kaya paling satu dua orang. Cewek cantik juga sama. Masih kehitung dengan jari. Dalam satu kelas yang cantik paling satu dua orang. Berbeda dengan zaman sekarang. Ceweknya bening-bening.
Kala itu, kita nggak berani naksir sama cewek cantik. Karena yang cantik pasti maunya sama anak orang kaya. Kita bukannya nggak berani, tapi lebih ke sadar diri. Dari pada malu atau sakit hati ditolak cinta mending lebih baik ngaca. Beda sama anak orang kaya. Tinggal tunjuk sana tunjuk sini kayak lagu /rif yang berjudul radja. Cewek-cewek cantik pada klepek-klepek semua.
Diantara cewek cantik yang pernah jadi pacar kakak kelas saya itu. Ada satu cewek yang menarik perhatian saya. Dia beda kampung. Anak orang berada juga. Saya tahu dia waktu ada lomba sepeda BMX. Kalo naksir sih nggak. Cuma saya kesengsem. Sempet kepikiran gimana rasanya kalau saya jadi pacar dia. Habis itu sudah, lewat.
Kemarin, tiba-tiba saya dipertemukan lagi dengan cewek itu. Ceritanya, saya mau ketemu seseorang di salah satu toko. Waktu saya datang ke toko, ternyata yang punya toko cewek itu. Ingatan saya langsung melayang ke masa lampau. Dulu, mana mau dia ngobrol berdua dengan saya. Kini, setelah kita sama-sama menjadi orang tua. Saya malah menyimpan nomer WhatsApp-nya.
Dulu waktu saya masih sekolah. Kendaraan belum banyak seperti sekarang. Ke sekolah masih banyak yang jalan kaki. Ada juga yang naik angkot. Waktu itu pelajar nggak boleh bawa motor. Nggak boleh bawa sepeda. Kalau pun ada yang bawa paling satu dua orang, itu juga bawanya sembunyi-sembunyi. Motor dan sepedanya dititipin di warung belakang sekolah.
Kakak kelas saya itu anak orang berada. Punya motor force one sama mobil kijang super. Diluar sekolah dia ikut eskul badminton. Sering ikut kejuaraan badminton. Setiap porseni, dia selalu terpilih mewakili sekolah khusus cabang olahraga badminton. Dia juga suka latihan motocross.
Privilege itu yang membuat cewek-cewek dari SD sampai SMA lengket sama dia. Saat itu orang kaya bisa dihitung dengan jari. Satu kampung orang kaya paling satu dua orang. Cewek cantik juga sama. Masih kehitung dengan jari. Dalam satu kelas yang cantik paling satu dua orang. Berbeda dengan zaman sekarang. Ceweknya bening-bening.
Kala itu, kita nggak berani naksir sama cewek cantik. Karena yang cantik pasti maunya sama anak orang kaya. Kita bukannya nggak berani, tapi lebih ke sadar diri. Dari pada malu atau sakit hati ditolak cinta mending lebih baik ngaca. Beda sama anak orang kaya. Tinggal tunjuk sana tunjuk sini kayak lagu /rif yang berjudul radja. Cewek-cewek cantik pada klepek-klepek semua.
Diantara cewek cantik yang pernah jadi pacar kakak kelas saya itu. Ada satu cewek yang menarik perhatian saya. Dia beda kampung. Anak orang berada juga. Saya tahu dia waktu ada lomba sepeda BMX. Kalo naksir sih nggak. Cuma saya kesengsem. Sempet kepikiran gimana rasanya kalau saya jadi pacar dia. Habis itu sudah, lewat.
Kemarin, tiba-tiba saya dipertemukan lagi dengan cewek itu. Ceritanya, saya mau ketemu seseorang di salah satu toko. Waktu saya datang ke toko, ternyata yang punya toko cewek itu. Ingatan saya langsung melayang ke masa lampau. Dulu, mana mau dia ngobrol berdua dengan saya. Kini, setelah kita sama-sama menjadi orang tua. Saya malah menyimpan nomer WhatsApp-nya.