Menemukan Calon Imam Sholat yang Potensial
KALAU imam sholatnya itu terus, sebagai makmum, kadang kita bosan juga. Sekali pun bacaan sholatnya tartil dan enak di telinga. Sekali-kali kita butuh penyegaran. Minimal selang sehari atau dua hari imam sholatnya gantian. Misal senin, selasa, ustadz A. Rabu, kamis, ustadz B. Jumat, sabtu, ustadz C. Kamis, jumat, ustadz D. Minggu, senin, balik lagi ke ustadz A.
Itu dari sisi makmum. Dari sisi imam kayaknya sama. Tiap hari ngimamin sholat mungkin bosan juga. Harus ada yang nyelang. Imam juga seperti kita-kita. Punya udzur dan kesibukan. Kalau lagi banyak kerjaan. Sedang banyak urusan. Barangkali malas untuk jadi imam. Jadi imam itu harus khusyuk. Kalau ngelamun, rakaatnya kurang atau bacaan suratnya lupa, bisa-bisa diingetin "subhanalloh" oleh makmum.
Bukan sekali dua kali saya lihat yang biasa jadi imam. Yang asalnya selalu gercep. Sekarang jadi lelet. Saat iqomah berkumandang. Ia masih jalan santai. Posisinya masih jauh dari masjid. Sementara di dalam masjid para jamaah sibuk saling tunjuk. Yang disuruh jadi imam pada nggak mau maju ke depan. Alasannya karena ada yang lebih tua. Nggak pakai peci. Atau nggak pakai sarung.
Karena biasa jadi imam. Walau pun jalannya udah dilambat-lambat. Udah mengira di dalam masjid udah pada sholat. Begitu masuk ke dalam masjid. Eh, malah ditunjuk lagi jadi imam. Apa boleh buat meskipun lagi males, mau tidak mau, terpaksa maju ke depan. Para jamaah pun jadi tenang. Berdiri di shafnya masing-masing. Siap-siap melaksanakan ibadah sholat.
Imam itu laksana sopir. Mobil tidak akan berangkat kalau belum ada sopir. Demikian juga dengan sholat. Sholat tidak akan dimulai kalau belum ada imam. Selain takmir dan ketua DKM. Setiap masjid mempunyai imam tetap. Jika imam sholatnya lebih dari satu orang, berlaku sistem hierarki. Imam yang lebih tua atau yang lebih lama selalu diutamakan. Imam ke dua dan ketiga hanya pelapis jaga-jaga jika imam pertama berhalangan.
Yang bingung itu kalau pas waktu sholat, imam utama dan imam pelapis nggak ada. Padahal udah ditungguin dari tadi. Muadzin nggak berani ngumandangin iqomah karena pasti banyak yang nggak mau jadi imam. Dan itu sering kejadian. Di mana-mana. Bukan cuma di kampung saya. Di kampung teman-teman juga pasti pernah. Tapi jangan salah. Dalam situasi demikian. Justru kita akan menemukan mutiara di padang pasir.
Dalam situasi tersebut tak jarang kita menemukan calon imam sholat yang potensial. Figurnya bisa siapa saja. Tidak terbatas usia, status, dan teritorial. Awalnya mungkin karena terpaksa atau dipaksa. Begitu dicoba. Bacaan suratnya tartil. Gerakan sholatnya tuma'ninah. Orang-orang pun jadi ketagihan. Besok-besok, kalau imam yang biasa nggak ada, pasti akan ditunjuk lagi jadi imam sholat.
Itu dari sisi makmum. Dari sisi imam kayaknya sama. Tiap hari ngimamin sholat mungkin bosan juga. Harus ada yang nyelang. Imam juga seperti kita-kita. Punya udzur dan kesibukan. Kalau lagi banyak kerjaan. Sedang banyak urusan. Barangkali malas untuk jadi imam. Jadi imam itu harus khusyuk. Kalau ngelamun, rakaatnya kurang atau bacaan suratnya lupa, bisa-bisa diingetin "subhanalloh" oleh makmum.
Bukan sekali dua kali saya lihat yang biasa jadi imam. Yang asalnya selalu gercep. Sekarang jadi lelet. Saat iqomah berkumandang. Ia masih jalan santai. Posisinya masih jauh dari masjid. Sementara di dalam masjid para jamaah sibuk saling tunjuk. Yang disuruh jadi imam pada nggak mau maju ke depan. Alasannya karena ada yang lebih tua. Nggak pakai peci. Atau nggak pakai sarung.
Karena biasa jadi imam. Walau pun jalannya udah dilambat-lambat. Udah mengira di dalam masjid udah pada sholat. Begitu masuk ke dalam masjid. Eh, malah ditunjuk lagi jadi imam. Apa boleh buat meskipun lagi males, mau tidak mau, terpaksa maju ke depan. Para jamaah pun jadi tenang. Berdiri di shafnya masing-masing. Siap-siap melaksanakan ibadah sholat.
Imam itu laksana sopir. Mobil tidak akan berangkat kalau belum ada sopir. Demikian juga dengan sholat. Sholat tidak akan dimulai kalau belum ada imam. Selain takmir dan ketua DKM. Setiap masjid mempunyai imam tetap. Jika imam sholatnya lebih dari satu orang, berlaku sistem hierarki. Imam yang lebih tua atau yang lebih lama selalu diutamakan. Imam ke dua dan ketiga hanya pelapis jaga-jaga jika imam pertama berhalangan.
Yang bingung itu kalau pas waktu sholat, imam utama dan imam pelapis nggak ada. Padahal udah ditungguin dari tadi. Muadzin nggak berani ngumandangin iqomah karena pasti banyak yang nggak mau jadi imam. Dan itu sering kejadian. Di mana-mana. Bukan cuma di kampung saya. Di kampung teman-teman juga pasti pernah. Tapi jangan salah. Dalam situasi demikian. Justru kita akan menemukan mutiara di padang pasir.
Dalam situasi tersebut tak jarang kita menemukan calon imam sholat yang potensial. Figurnya bisa siapa saja. Tidak terbatas usia, status, dan teritorial. Awalnya mungkin karena terpaksa atau dipaksa. Begitu dicoba. Bacaan suratnya tartil. Gerakan sholatnya tuma'ninah. Orang-orang pun jadi ketagihan. Besok-besok, kalau imam yang biasa nggak ada, pasti akan ditunjuk lagi jadi imam sholat.