Ukuran Baksonya Terlalu Besar, Si Bosnya Tidak Dapat Untung
DI samping minimarket, ada tanah kosong. Luasnya bisa masuk 2-3 mobil. Di belakang tanah tersebut berdiri toko bahan bangunan. Ke belakangnya lagi perumahan warga. Tanah itu dibiarkan kosong mungkin sengaja buat keluar masuk kendaraan. Baik itu yang mau belanja bahan bangunan. Atau warga setempat yang habis pulang dari kota. Setiap belanja ke minimarket. Saya sering lihat orang turun dari angkot. Jalan kaki ke belakang.
Akhir-akhir ini. Tanah kosong itu mulai dipenuhi para pedagang. Ada pedagang batagor. Ada pedagang es campur. Ada pedagang bakso tangkar. Ada juga pedagang bakso kuah cilok. Semuanya menggunakan gerobak. Tidak mendirikan bangunan permanen. Jadi bisa dipastikan tanah itu tidak disewakan. Para pedagang yang jualan di situ, hanya memanfaatkan tanah kosong, sekedar mampir untuk mencari rezeki.
Diantara pedagang yang saya absen tadi. Ada satu pedagang yang sangat mencuri perhatian. Yakni pedagang bakso kuah cilok. Awalnya jualannya sepi. Makin ke sini malah makan ramai. Tiap hari suka dikerubunin ibu-ibu. Usut punya usut ternyata ada satu magnet yang menjadi daya tarik kenapa bakso kuah ciloknya banyak yang beli. Pedagang bakso kuah cilok itu jual bakso ukuran besar. Di dalamnya ada isian daging cincang yang enak dan gurih, harga perbijinya cuma Rp 3500.
"Murah nggak? Murah nggak? Ya, jelas murah lah." Pedagang bakso kuah cilok tiba-tiba jadi solusi alternatif buat ibu-ibu yang suka makan bakso tapi isi dompetnya sangat tipis. Di tengah gempuran bakso modern yang menjual varian produk dan aneka topping yang harganya sangat menguras kantong. Bakso kuah cilok tadi mendadak viral dan jadi primadona. Bayangin, hanya dengan uang Rp 3500. Ditambah 3 biji cilok ukuran kecil jadi Rp 5000. Kita bisa makan kenyang.
Sayang, sudah dua minggu ini. Pedagang bakso cilok tadi nggak jualan. Saya pernah tanya ke pegawai minimarket. Korek-korek informasi. Ada yang bilang katanya lagi pulang dulu. Lagi libur. Tapi saya masih penasaran. Jualannya lagi ramai kok liburnya lama banget. Jangan-jangan ada masalah. Bisa saja dilarang sama pemilik minimarket. Karena saking larisnya jadi nyaingin minimarket. Atau ada pedagang lain yang iri akhirnya kirim santet dan guna-guna sehingga pedagang bakso kuah cilok sakit-sakitan (wkwkwk...)
Saya punya pikiran seperti itu karena setiap pedagang bakso cilok nggak jualan, lapaknya suka jadi rebutan pedagang lain. Banyak ibu-ibu yang kecele dikiranya yang jualan bakso kuah ciloknya yang mereka cari. Ternyata pedagangnya beda orang. Saya juga sering lihat pedagang bakso tangkar anteng mainin Hp. Baksonya nggak ada yang beli. Sementara pedagang bakso kuah cilok dikerumuni ibu-ibu dan anak gadis. Lihat jualan orang laris manis, biasanya ada saja orang yang dengki.
Kemarin akhirnya saya mendapatkan informasi. Pedagang bakso kuah cilok tidak berjualan lagi katanya berselisih dengan bosnya. Ukuran baksonya terlalu besar. Si bosnya tidak dapat untung. Udah gitu, setelah jualannya laris. Pedagang bakso kuah cilok malah keluar bikin bakso sendiri. Si bosnya kemudian marah lapor ke pemilik minimarket nyuruh agar bekas anak buahnya tidak boleh berjualan lagi di tanah kosong. Terlepas benar atau tidaknya info yang saya dengar. Yang pasti, banyak ibu-ibu dan anak gadis yang merasa kehilangan.
Akhir-akhir ini. Tanah kosong itu mulai dipenuhi para pedagang. Ada pedagang batagor. Ada pedagang es campur. Ada pedagang bakso tangkar. Ada juga pedagang bakso kuah cilok. Semuanya menggunakan gerobak. Tidak mendirikan bangunan permanen. Jadi bisa dipastikan tanah itu tidak disewakan. Para pedagang yang jualan di situ, hanya memanfaatkan tanah kosong, sekedar mampir untuk mencari rezeki.
Diantara pedagang yang saya absen tadi. Ada satu pedagang yang sangat mencuri perhatian. Yakni pedagang bakso kuah cilok. Awalnya jualannya sepi. Makin ke sini malah makan ramai. Tiap hari suka dikerubunin ibu-ibu. Usut punya usut ternyata ada satu magnet yang menjadi daya tarik kenapa bakso kuah ciloknya banyak yang beli. Pedagang bakso kuah cilok itu jual bakso ukuran besar. Di dalamnya ada isian daging cincang yang enak dan gurih, harga perbijinya cuma Rp 3500.
"Murah nggak? Murah nggak? Ya, jelas murah lah." Pedagang bakso kuah cilok tiba-tiba jadi solusi alternatif buat ibu-ibu yang suka makan bakso tapi isi dompetnya sangat tipis. Di tengah gempuran bakso modern yang menjual varian produk dan aneka topping yang harganya sangat menguras kantong. Bakso kuah cilok tadi mendadak viral dan jadi primadona. Bayangin, hanya dengan uang Rp 3500. Ditambah 3 biji cilok ukuran kecil jadi Rp 5000. Kita bisa makan kenyang.
Sayang, sudah dua minggu ini. Pedagang bakso cilok tadi nggak jualan. Saya pernah tanya ke pegawai minimarket. Korek-korek informasi. Ada yang bilang katanya lagi pulang dulu. Lagi libur. Tapi saya masih penasaran. Jualannya lagi ramai kok liburnya lama banget. Jangan-jangan ada masalah. Bisa saja dilarang sama pemilik minimarket. Karena saking larisnya jadi nyaingin minimarket. Atau ada pedagang lain yang iri akhirnya kirim santet dan guna-guna sehingga pedagang bakso kuah cilok sakit-sakitan (wkwkwk...)
Saya punya pikiran seperti itu karena setiap pedagang bakso cilok nggak jualan, lapaknya suka jadi rebutan pedagang lain. Banyak ibu-ibu yang kecele dikiranya yang jualan bakso kuah ciloknya yang mereka cari. Ternyata pedagangnya beda orang. Saya juga sering lihat pedagang bakso tangkar anteng mainin Hp. Baksonya nggak ada yang beli. Sementara pedagang bakso kuah cilok dikerumuni ibu-ibu dan anak gadis. Lihat jualan orang laris manis, biasanya ada saja orang yang dengki.
Kemarin akhirnya saya mendapatkan informasi. Pedagang bakso kuah cilok tidak berjualan lagi katanya berselisih dengan bosnya. Ukuran baksonya terlalu besar. Si bosnya tidak dapat untung. Udah gitu, setelah jualannya laris. Pedagang bakso kuah cilok malah keluar bikin bakso sendiri. Si bosnya kemudian marah lapor ke pemilik minimarket nyuruh agar bekas anak buahnya tidak boleh berjualan lagi di tanah kosong. Terlepas benar atau tidaknya info yang saya dengar. Yang pasti, banyak ibu-ibu dan anak gadis yang merasa kehilangan.