Minimarketnya Laris, Lengko Sapinya juga Laris
RUKO yang posisinya tepat di samping martabak terkenal. Asalnya ditempati oleh anak pemilik ruko. Anaknya buka warnet di situ. Pelanggannya kebanyakan anak-anak. Saya pernah masuk ke sana. Anak-anak yang main di warnet. Kebanyakan pada main game online. Bukan cari data atau informasi di internet seperti yang dulu pernah saya lakukan waktu pertama kali belajar bisnis online. Fungsi warnet sekarang jadi bergeser. Jadi tempat mabar rame-rame. Tak ubahnya rentalan PS.
Semenjak anaknya pindah ke belakang ruko. Buka warnetnya di belakang ruko. Ruko itu kemudian berubah jadi warung kelontongan. Yang sewa ruko jualan segala macam mulai dari beras, telur, minyak goreng, kecap, saus, dan aneka macam bumbu dapur. Tapi karena jualannya sepi. Umur warung kelontongan itu tidak panjang. Seingat saya tidak sampai satu tahun ruko itu kemudian kosong. Nggak ada yang sewa.
Saya tahu ruko itu karena setiap hari saya main di sana. Di depan ruko tersebut, kalau malam suka dipakai jualan gorengan dan nasi TO. Yang jualan masih warga sana. Waktu saya beli gorengan dan nasi TO. Saya pernah iseng tanya, apakah jualan di sana ngontrak atau sewa lapak. Bilangnya ternyata nggak. Dia cuma minta izin sama yang punya ruko. Selama ruko itu belum ada yang nempatin. Terus jualannya cuma malam hari doang. Habis tidak habis, gerobaknya dibawa pulang. Nggak disimpan di depan ruko.
Tempo hari, waktu saya antar anak sekolah. Ruko itu sudah ada yang nempatin lagi. Ruko tersebut sekarang berubah jadi minimarket. Yang menarik perhatian saya, di depan ruko tersebut ada yang jualan lengko sapi. Sebagai penggemar lengko, saya jadi penasaran pengen nyicipin. Pengen tahu rasanya kayak gimana. Pengen tahu juga harga perporsinya berapa. Kemarin, sehabis jemput anak sekolah, saya coba beli lengko sapi di sana.
Rasanya lumayan enak. Harga satu porsinya Rp 18.000. Harga segitu sudah termasuk ketupat. Tapi daging sapinya sedikit. Cuma 4 potong. Itu juga campur dengan lemak. Terus saya juga makannya sedikit. Anak dan istri ikut nyicipin. Setelah makan lengko sapi tersebut saya jadi ingat lengko sapi yang di dekat masjid agung. Sudah lama saya nggak beli lengko sapi di sana. Terakhir kali saya beli lengko sapi di dekat masjid agung harganya Rp 18.000. Sekarang mungkin sudah di atas Rp 20.000.
Enakan mana lengko yang di dekat masjid agung dengan lengko yang di depan ruko itu? Jauh ke mana-mana. Lengko sapi yang di dekat masjid agung tetap juaranya. Selain rasanya enak, gurih, kuahnya khas. Daging sapinya juga banyak lebih dari 10 potong. Udah gitu empuk lagi. Buat orang-orang yang suka kulineran. Lengko sapi yang di dekat masjid agung recommended banget. Dijamin nggak bakalan nyesel. Yang ada bakalan ketagihan.
Kembali ke ruko. Yang jualan lengko sapi di depan ruko ternyata pemilik minimarket. Otak bisnisnya bener-bener muter. Lahan parkir yang luas depan ruko rupanya dimanfaatkan juga. Dengan menyewa ruko tersebut. Dia bisa sekali mendayung dua pulau terlampui. Minimarketnya laris. Lengko sapinya juga laris. Minimarket dikelola oleh istrinya. Lengko sapi dikelola oleh ibunya. Anak, ibu, dan menantu saling bekerjasama. Nyari uang. Nyari nafkah.
Semenjak anaknya pindah ke belakang ruko. Buka warnetnya di belakang ruko. Ruko itu kemudian berubah jadi warung kelontongan. Yang sewa ruko jualan segala macam mulai dari beras, telur, minyak goreng, kecap, saus, dan aneka macam bumbu dapur. Tapi karena jualannya sepi. Umur warung kelontongan itu tidak panjang. Seingat saya tidak sampai satu tahun ruko itu kemudian kosong. Nggak ada yang sewa.
Saya tahu ruko itu karena setiap hari saya main di sana. Di depan ruko tersebut, kalau malam suka dipakai jualan gorengan dan nasi TO. Yang jualan masih warga sana. Waktu saya beli gorengan dan nasi TO. Saya pernah iseng tanya, apakah jualan di sana ngontrak atau sewa lapak. Bilangnya ternyata nggak. Dia cuma minta izin sama yang punya ruko. Selama ruko itu belum ada yang nempatin. Terus jualannya cuma malam hari doang. Habis tidak habis, gerobaknya dibawa pulang. Nggak disimpan di depan ruko.
Tempo hari, waktu saya antar anak sekolah. Ruko itu sudah ada yang nempatin lagi. Ruko tersebut sekarang berubah jadi minimarket. Yang menarik perhatian saya, di depan ruko tersebut ada yang jualan lengko sapi. Sebagai penggemar lengko, saya jadi penasaran pengen nyicipin. Pengen tahu rasanya kayak gimana. Pengen tahu juga harga perporsinya berapa. Kemarin, sehabis jemput anak sekolah, saya coba beli lengko sapi di sana.
Rasanya lumayan enak. Harga satu porsinya Rp 18.000. Harga segitu sudah termasuk ketupat. Tapi daging sapinya sedikit. Cuma 4 potong. Itu juga campur dengan lemak. Terus saya juga makannya sedikit. Anak dan istri ikut nyicipin. Setelah makan lengko sapi tersebut saya jadi ingat lengko sapi yang di dekat masjid agung. Sudah lama saya nggak beli lengko sapi di sana. Terakhir kali saya beli lengko sapi di dekat masjid agung harganya Rp 18.000. Sekarang mungkin sudah di atas Rp 20.000.
Enakan mana lengko yang di dekat masjid agung dengan lengko yang di depan ruko itu? Jauh ke mana-mana. Lengko sapi yang di dekat masjid agung tetap juaranya. Selain rasanya enak, gurih, kuahnya khas. Daging sapinya juga banyak lebih dari 10 potong. Udah gitu empuk lagi. Buat orang-orang yang suka kulineran. Lengko sapi yang di dekat masjid agung recommended banget. Dijamin nggak bakalan nyesel. Yang ada bakalan ketagihan.
Kembali ke ruko. Yang jualan lengko sapi di depan ruko ternyata pemilik minimarket. Otak bisnisnya bener-bener muter. Lahan parkir yang luas depan ruko rupanya dimanfaatkan juga. Dengan menyewa ruko tersebut. Dia bisa sekali mendayung dua pulau terlampui. Minimarketnya laris. Lengko sapinya juga laris. Minimarket dikelola oleh istrinya. Lengko sapi dikelola oleh ibunya. Anak, ibu, dan menantu saling bekerjasama. Nyari uang. Nyari nafkah.