Kisah Penjual Batagor Bandung Jualannya Laris Manis Tanpa Saingan
JUALAN tanpa saingan itu rasanya bukan enak sekali. Tapi enak banget. Apalagi kalau jualannya laris manis. Omzet dan profit yang kita dapat bisa membeli semua yang kita inginkan. Dengan catatan, kalau gaya hidup kita boros alias suka foya-foya. Kalau hidup kita hemat. Keuntungan yang kita dapat bisa kita putar lagi buat modal. Atau kita investasikan untuk membuka usaha yang baru.
Sayangnya, di zaman sekarang tidak ada usaha atau bisnis yang tidak ada saingan? Kalau jualan kita laku. Laris manis. Pasti akan ada orang yang ikut-ikutan menjual barang yang sama. Bahkan, yang paling extrem, orang lain akan menjual dengan harga jauh lebih murah agar bisa bersaing dengan produk kita. Efeknya kompetisi menjadi tidak sehat. Saling banting harga akan menjadi pemandangan yang biasa.
Pada kesempatan kali ini saya mau berbagi cerita tentang penjual batagor Bandung yang kemarin batagornya saya beli. Dari dulu sebenarnya saya sudah tahu batagor tersebut. Tapi saya tidak tertarik untuk membelinya karena lokasi jualannya kurang strategis. Jualannya di belakang pasar. Di depan ruko yang sudah tidak terpakai. Di seberangnya ada masjid besar yang suka dipakai sholat jumat para pedagang dan pengunjung pasar. Kalau bukan hari jumat di sana sepi sekali.
Jangan lihat buku dari sampulnya mungkin berlaku bagi penjual batagor tersebut. Bagaimana tidak, meski jualan di lokasi yang kurang strategis, sepintas tidak akan ada orang yang beli. Ternyata dugaan saya salah. Jualan batagornya laris manis. Waktu kemarin saya beli saya harus nunggu kurang lebih 30 menit. Karena si Abangnya lagi sibuk mungkusin batagor pesanan karyawan pabrik.
Saya pun akhirnya tergelitik untuk bertanya lebih jauh pada penjual batagor tersebut gimana ceritanya jualannya bisa laris manis begitu. Sambil membungkus pesanan karyawan pabrik. Penjual batagor itu kemudian bercerita. Sebelum jualannya laris seperti sekarang. Selama lima tahun dia keliling pasar dulu. Selama keliling itu dia sering bersinggungan dengan petugas parkir dan para pedagang yang lapaknya ketempatin.
Karena bosan bersitegang dan jadi omongan banyak orang. Akhirnya dia mengalah memilih jualan di tempat yang sepi. Tapi diluar dugaan. Tempat yang sepi itu ternyata membawa berkah. Jika jualan di dalam pasar dia harus bersaing dengan pedagang yang lain. Harus berbagi rezeki dengan orang lain. Di tempat itu dia jualan sendirian. Karyawan pabrik yang kerja di belakang pasar tiap hari suka pesan batagor ke dia. Di tengah kondisi seperti ini. Sebagai pembeli, jujur, saya benar-benar ngiri.
Tapi disamping itu saya juga kagum dan salut akan kegigihannya berjualan batagor. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Kalau dia tidak punya mental yang kuat. Mendapat perlakuan yang tidak mengenakan seperti yang saya ceritakan di atas. Nggak nyampai setahun juga pasti sudah menyerah. Hasil memang tidak akan menghianati proses. Apa yang dia dapatkan sekarang. Adalah buah dari perjuangan dia selama lima tahun.
Sayangnya, di zaman sekarang tidak ada usaha atau bisnis yang tidak ada saingan? Kalau jualan kita laku. Laris manis. Pasti akan ada orang yang ikut-ikutan menjual barang yang sama. Bahkan, yang paling extrem, orang lain akan menjual dengan harga jauh lebih murah agar bisa bersaing dengan produk kita. Efeknya kompetisi menjadi tidak sehat. Saling banting harga akan menjadi pemandangan yang biasa.
Pada kesempatan kali ini saya mau berbagi cerita tentang penjual batagor Bandung yang kemarin batagornya saya beli. Dari dulu sebenarnya saya sudah tahu batagor tersebut. Tapi saya tidak tertarik untuk membelinya karena lokasi jualannya kurang strategis. Jualannya di belakang pasar. Di depan ruko yang sudah tidak terpakai. Di seberangnya ada masjid besar yang suka dipakai sholat jumat para pedagang dan pengunjung pasar. Kalau bukan hari jumat di sana sepi sekali.
Jangan lihat buku dari sampulnya mungkin berlaku bagi penjual batagor tersebut. Bagaimana tidak, meski jualan di lokasi yang kurang strategis, sepintas tidak akan ada orang yang beli. Ternyata dugaan saya salah. Jualan batagornya laris manis. Waktu kemarin saya beli saya harus nunggu kurang lebih 30 menit. Karena si Abangnya lagi sibuk mungkusin batagor pesanan karyawan pabrik.
Saya pun akhirnya tergelitik untuk bertanya lebih jauh pada penjual batagor tersebut gimana ceritanya jualannya bisa laris manis begitu. Sambil membungkus pesanan karyawan pabrik. Penjual batagor itu kemudian bercerita. Sebelum jualannya laris seperti sekarang. Selama lima tahun dia keliling pasar dulu. Selama keliling itu dia sering bersinggungan dengan petugas parkir dan para pedagang yang lapaknya ketempatin.
Karena bosan bersitegang dan jadi omongan banyak orang. Akhirnya dia mengalah memilih jualan di tempat yang sepi. Tapi diluar dugaan. Tempat yang sepi itu ternyata membawa berkah. Jika jualan di dalam pasar dia harus bersaing dengan pedagang yang lain. Harus berbagi rezeki dengan orang lain. Di tempat itu dia jualan sendirian. Karyawan pabrik yang kerja di belakang pasar tiap hari suka pesan batagor ke dia. Di tengah kondisi seperti ini. Sebagai pembeli, jujur, saya benar-benar ngiri.
Tapi disamping itu saya juga kagum dan salut akan kegigihannya berjualan batagor. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Kalau dia tidak punya mental yang kuat. Mendapat perlakuan yang tidak mengenakan seperti yang saya ceritakan di atas. Nggak nyampai setahun juga pasti sudah menyerah. Hasil memang tidak akan menghianati proses. Apa yang dia dapatkan sekarang. Adalah buah dari perjuangan dia selama lima tahun.