Jualan Mie Bakso Termasuk Bisnis yang Evergreen
MIE bakso yang harganya di bawah Rp 10.000, kalau boleh jujur, rasanya biasa-biasa saja. Meski porsinya banyak, isinya kumplit, kesan yang kita dapat hanya sebatas mengganjal perut saja. Emang ada gituh mie bakso yang harganya di bawah Rp 10.000. Di tempat saya masih ada. Tapi bukan yang punya lapak seperti di ruko-ruko. Melainkan mie bakso keliling yang didorong pakai gerobak atau sepeda motor. Dari penjual keliling kita masih bisa beli mie bakso dengan harga Rp 8000 sampai Rp 5000 perporsi.
Sebaliknya, mie bakso yang sudah punya lapak, yang jualannya di ruko-ruko tadi. Harganya paling murah Rp 12.000 perporsi. Rasanya sangat enak. Selain bikin kenyang, kesan yang kita dapat kita bisa bikin konten di sosmed. Ibu-ibu yang doyang kulineran biasanya seneng mie bakso kayak gini. Mie bakso yang levelnya menengah ke atas dijamin bakalan jadi bahan postingan Facebook dan Instagram.
Posting mie bakso di sosmed apakah salah? Menurut saya sih nggak. Sekarang memang sudah zamannya. 85% aktifitas yang kita lakukan sehari-hari kebanyakan diposting dan diupload ke sosmed. Kemajuan teknologi bagaimana pun tidak bisa kita hindari. Tinggal pintar-pintar kitanya saja. Kalau niatnya buat seru-seruan, ya kenapa nggak?
Yang jadi pertanyaan, kenapa para pedagang bakso keliling, tidak kefikiran untuk naik kelas. Penyebabnya bisa jadi karena terkendala modal. Ini memang sudah menjadi rahasia umum. Mau usaha apa pun pasti butuh modal. Karena kurang modal atau nggak punya modal itulah mereka tetap berjualan keliling kampung baik menggunakan gerobak atau sepeda motor.
Mie bakso ini termasuk bisnis yang perkembangannya sangat pesat. Persaingannya dari waktu ke waktu, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun semakin ketat. Banyak penjual bakso yang bermunculan. Pun banyak juga penjual bakso yang berguguran. Penjual bakso baru hadir mencoba peruntungan dengan memperkenalkan rasa dan varian berbeda. Penjual bakso lama kalah bersaing karena faktor usia dan kurangnya inovasi.
Berbicara rezeki. Saya setuju rezeki memang sudah ada yang ngatur. Pedagang bakso besar rezekinya sudah ditakar. Pedagang bakso kecil rezekinya sudah ditakar. Yang ingin saya tekankan adalah: semua orang bisa meraih kesuksesan. Termasuk untuk para pedagang mie bakso. Jalan untuk meraih kesuksesan sangat terbuka lebar. Sangat terbentang luas.
Tinggal kitanya saja mau menjemputnya atau tidak. Kalau cita-cita dan harapan kita sangat tinggi. Mie bakso yang kita jual atau kita produksi ingin dikenal oleh banyak orang. Kita harus berani melakukan inovasi. Tapi kalau cita-cita dan harapan kita sedang-sedang saja: yang penting ada buat makan. Jualan mie bakso kita selamanya akan jalan di tempat. Tidak ada peningkatan yang signifikan.
Mie bakso termasuk bisnis yang evergreen. Selama ada ibu-ibu atau emak-emak. Bisnis mie bakso tidak akan pernah ada matinya. Apalagi kalau mie bakso kita rasanya enak. Kita tidak akan pernah kekurangan cuan. Yang masih bingung mau usaha apa. Jualan mie bakso bisa menjadi alternatif. Yang sudah dan sedang jualan mie bakso, untuk memanjakan konsumen, sering-seringlah berkreasi dan berinovasi. Kalau konsumen sudah senang. Mau siang atau malam, mereka rela antri membeli bakso kita.
Sebaliknya, mie bakso yang sudah punya lapak, yang jualannya di ruko-ruko tadi. Harganya paling murah Rp 12.000 perporsi. Rasanya sangat enak. Selain bikin kenyang, kesan yang kita dapat kita bisa bikin konten di sosmed. Ibu-ibu yang doyang kulineran biasanya seneng mie bakso kayak gini. Mie bakso yang levelnya menengah ke atas dijamin bakalan jadi bahan postingan Facebook dan Instagram.
Posting mie bakso di sosmed apakah salah? Menurut saya sih nggak. Sekarang memang sudah zamannya. 85% aktifitas yang kita lakukan sehari-hari kebanyakan diposting dan diupload ke sosmed. Kemajuan teknologi bagaimana pun tidak bisa kita hindari. Tinggal pintar-pintar kitanya saja. Kalau niatnya buat seru-seruan, ya kenapa nggak?
Yang jadi pertanyaan, kenapa para pedagang bakso keliling, tidak kefikiran untuk naik kelas. Penyebabnya bisa jadi karena terkendala modal. Ini memang sudah menjadi rahasia umum. Mau usaha apa pun pasti butuh modal. Karena kurang modal atau nggak punya modal itulah mereka tetap berjualan keliling kampung baik menggunakan gerobak atau sepeda motor.
Mie bakso ini termasuk bisnis yang perkembangannya sangat pesat. Persaingannya dari waktu ke waktu, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun semakin ketat. Banyak penjual bakso yang bermunculan. Pun banyak juga penjual bakso yang berguguran. Penjual bakso baru hadir mencoba peruntungan dengan memperkenalkan rasa dan varian berbeda. Penjual bakso lama kalah bersaing karena faktor usia dan kurangnya inovasi.
Berbicara rezeki. Saya setuju rezeki memang sudah ada yang ngatur. Pedagang bakso besar rezekinya sudah ditakar. Pedagang bakso kecil rezekinya sudah ditakar. Yang ingin saya tekankan adalah: semua orang bisa meraih kesuksesan. Termasuk untuk para pedagang mie bakso. Jalan untuk meraih kesuksesan sangat terbuka lebar. Sangat terbentang luas.
Tinggal kitanya saja mau menjemputnya atau tidak. Kalau cita-cita dan harapan kita sangat tinggi. Mie bakso yang kita jual atau kita produksi ingin dikenal oleh banyak orang. Kita harus berani melakukan inovasi. Tapi kalau cita-cita dan harapan kita sedang-sedang saja: yang penting ada buat makan. Jualan mie bakso kita selamanya akan jalan di tempat. Tidak ada peningkatan yang signifikan.
Mie bakso termasuk bisnis yang evergreen. Selama ada ibu-ibu atau emak-emak. Bisnis mie bakso tidak akan pernah ada matinya. Apalagi kalau mie bakso kita rasanya enak. Kita tidak akan pernah kekurangan cuan. Yang masih bingung mau usaha apa. Jualan mie bakso bisa menjadi alternatif. Yang sudah dan sedang jualan mie bakso, untuk memanjakan konsumen, sering-seringlah berkreasi dan berinovasi. Kalau konsumen sudah senang. Mau siang atau malam, mereka rela antri membeli bakso kita.