Punggung dan Leher Saya Tidak Kuat Menahan Beban
SEPANJANG bulan puasa tahun ini (yang besok atau lusa akan menjadi kenangan) banyak sekali kisah yang mestinya bisa saya ceritakan. Tapi situasi dan kondisi yang saya alami sebelum dan selama bulan suci membuat saya berat untuk menceritakannya. Saya sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja saya didera rasa malas. Respon tubuh saya tidak sanggup menerima gelontoran ide dan inspirasi yang datang bertubi-tubi dari otak saya.
Hari ini adalah hari terakhir kita makan sahur dan buka puasa. Besok sudah Idul Fitri. Saya berdoa semoga besok lahir dan batin saya benar-benar kembali ke fitri. Bener-benar seperti kertas putih. Kembali ke kesucian. Habis Idul Fitri. Saya memang harus menata kembali hidup saya dari awal. Bisa dari nol. Bisa juga dari nol koma sekian. Tergantung Allah SWT yang mengatur segala kehidupan.
Sewaktu makan sahur. Sejenak saya coba pindahin remote saya yang biasanya MNC TV ke chanel SCTV. Ada pesan yang sangat menyentuh dari Bang Jak buat Oppie Kumis. Harta yang kita punya semuanya titipan. Istri titipan. Anak titipan. Motor titipan. Mobil titipan. Jika suatu saat yang punya ingin mengambilnya. Kita harus ridho dan ikhlas menerimanya. Tapi kita jangan berburuk sangka. Karena Allah SWT akan menggantikannya dengan yang lebih baik.
Meski nasehat tersebut cuma teks yang diucapkan dalam sebuah tayangan sinetron. Saya coba mengaminkan. Karena itu yang saat ini lagi saya alami. Bisnis saya diambil sama pemilikNya. Mungkin. Insyaalloh. Esok atau lusa Allah SWT akan memberi saya bisnis yang lain. Yang lebih besar. Lebih panjang. Lebih berkah. Lebih bermanfaat. Bisa merubah nasib saya dan keluarga. Bisa membahagiakan orang tua yang selama ini, barangkali tidak pernah saya sadari, di setiap sujudnya senantiasa mendoakan anaknya.
Apakah tahun ini saya akan mudik. Kayaknya nggak. Istri dan anak saya sudah pulkam duluan. Tahun-tahun sebelumnya, sehabis sholat idul fitri dan silaturahmi ke orang tua, biasanya saya ikut menyusul. Mudik ke rumah mertua menjadi momen tersendiri dalam hidup saya. Terutama saat di perjalanan. Aroma Lebarannya begitu terasa. Tapi untuk tahun ini lagi-lagi saya didera rasa malas. Saya malas bepergian. Apalagi yang memakan waktu berjam-jam. Punggung dan leher saya tidak kuat menahan beban.
Saking nggak kuatnya. Kemarin saya buka puasa dengan nasi liwet. Nasi liwetnya saya bikin sendiri. Saya makan sampai tadi sahur. Itu pun tidak habis masih ada sisa. Remah-remah nasi liwet itu biarlah jadi sisa-sisa kenangan yang tidak akan pernah saya lupa. Hidup tidak selamanya bahagia. Sekali waktu kita akan merasakan kehilangan. Bisa kita yang meninggalkan. Atau kita yang ditinggalkan. Begitu juga sebaliknya. Mungkin hari ini kita lagi di bawah. Esok atau lusa insyaalloh kita akan kembali ke atas.
Dalam hitungan beberapa jam lagi. Suara takbir akan menggema. Bulan yang senantiasa dirindukan. Akan beranjak pulang. Kita harus mengantarnya ke terminal. Ke stasiun. Ke bandara. Dengan memberinya bingkisan-bingkisan amalan terbaik yang mestinya disempurnakan. Lupakan sepatu, baju, celana keduniawian. Lupakan aneka makanan yang menggoda lidah. Peluklah Ramadan sepenuh jiwa. Berdoalah semoga tahun depan kita akan kembali bersua. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
Hari ini adalah hari terakhir kita makan sahur dan buka puasa. Besok sudah Idul Fitri. Saya berdoa semoga besok lahir dan batin saya benar-benar kembali ke fitri. Bener-benar seperti kertas putih. Kembali ke kesucian. Habis Idul Fitri. Saya memang harus menata kembali hidup saya dari awal. Bisa dari nol. Bisa juga dari nol koma sekian. Tergantung Allah SWT yang mengatur segala kehidupan.
Sewaktu makan sahur. Sejenak saya coba pindahin remote saya yang biasanya MNC TV ke chanel SCTV. Ada pesan yang sangat menyentuh dari Bang Jak buat Oppie Kumis. Harta yang kita punya semuanya titipan. Istri titipan. Anak titipan. Motor titipan. Mobil titipan. Jika suatu saat yang punya ingin mengambilnya. Kita harus ridho dan ikhlas menerimanya. Tapi kita jangan berburuk sangka. Karena Allah SWT akan menggantikannya dengan yang lebih baik.
Meski nasehat tersebut cuma teks yang diucapkan dalam sebuah tayangan sinetron. Saya coba mengaminkan. Karena itu yang saat ini lagi saya alami. Bisnis saya diambil sama pemilikNya. Mungkin. Insyaalloh. Esok atau lusa Allah SWT akan memberi saya bisnis yang lain. Yang lebih besar. Lebih panjang. Lebih berkah. Lebih bermanfaat. Bisa merubah nasib saya dan keluarga. Bisa membahagiakan orang tua yang selama ini, barangkali tidak pernah saya sadari, di setiap sujudnya senantiasa mendoakan anaknya.
Apakah tahun ini saya akan mudik. Kayaknya nggak. Istri dan anak saya sudah pulkam duluan. Tahun-tahun sebelumnya, sehabis sholat idul fitri dan silaturahmi ke orang tua, biasanya saya ikut menyusul. Mudik ke rumah mertua menjadi momen tersendiri dalam hidup saya. Terutama saat di perjalanan. Aroma Lebarannya begitu terasa. Tapi untuk tahun ini lagi-lagi saya didera rasa malas. Saya malas bepergian. Apalagi yang memakan waktu berjam-jam. Punggung dan leher saya tidak kuat menahan beban.
Saking nggak kuatnya. Kemarin saya buka puasa dengan nasi liwet. Nasi liwetnya saya bikin sendiri. Saya makan sampai tadi sahur. Itu pun tidak habis masih ada sisa. Remah-remah nasi liwet itu biarlah jadi sisa-sisa kenangan yang tidak akan pernah saya lupa. Hidup tidak selamanya bahagia. Sekali waktu kita akan merasakan kehilangan. Bisa kita yang meninggalkan. Atau kita yang ditinggalkan. Begitu juga sebaliknya. Mungkin hari ini kita lagi di bawah. Esok atau lusa insyaalloh kita akan kembali ke atas.
Dalam hitungan beberapa jam lagi. Suara takbir akan menggema. Bulan yang senantiasa dirindukan. Akan beranjak pulang. Kita harus mengantarnya ke terminal. Ke stasiun. Ke bandara. Dengan memberinya bingkisan-bingkisan amalan terbaik yang mestinya disempurnakan. Lupakan sepatu, baju, celana keduniawian. Lupakan aneka makanan yang menggoda lidah. Peluklah Ramadan sepenuh jiwa. Berdoalah semoga tahun depan kita akan kembali bersua. Minal aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.