Ramadan Tahun ini Perasaan Saya Sedikit agak Terguncang
RAMADAN tahun ini saya tidak bisa seperti orang-orang. Ramadan tahun ini perasaan saya sedikit agak terguncang. Jika pada ramadan-ramadan sebelumnya saya suka melaksanakan tradisi munggahan seperti rekreasi ke tempat objek wisata atau wisata kuliner bersama orang-orang tercinta. Untuk ramadan tahun ini semua itu tidak ada.
Sehari menjelang puasa. Saya memang pergi ke pasar. Sayangnya, bukan belanja makanan atau sayuran buat persiapan makan sahur dan buka puasa di hari pertama. Tapi cuma beli kupat tahu untuk sarapan. Awalnya saya ingin beli ketupat sayur Padang. Sebelum menjalankan ibadah puasa saya ingin menyantap ketupat sayur Padang dulu biar nggak penasaran. Tapi sesampainya di pasar. Ketupat sayur Padangnya tidak jualan.
Ramadan tahun ini kita menjalankan ibadah puasanya tidak bareng. Ada saudara kita yang melaksanakan puasa di hari Sabtu. Ada juga yang melaksanakan ibadah puasanya di hari minggu. Saya tidak tahu si abang yang jualan ketupat sayur Padang ikut puasanya yang hari sabtu atau hari minggu. Yang jelas pas hari sabtu saya ke pasar penjual ketupat sayur Padang nggak jualan. Pun dengan penjual batagor Bandung dan lengko sapi. Mereka kompak tidak berjualan.
Sebelum berangkat ke pasar. Saya sudah punya alternatif lain seandainya ketupat sayur Padang nggak jualan. Pilihannya ada tiga. Kalau nggak batagor Bandung, Lengko sapi, atau kupat tahu. Berhubung yang jualan di pasarnya cuma kupat tahu. Saya belinya kupat tahu saja. Saya tidak kecewa. Saya senang-senang saja. Buat saya yang penting saya bisa sarapan. Yang penting, setidaknya, bisa mengobati perasaan saya yang sedikit agak terguncang.
Memasuki bulan suci Ramadan. Idealnya ekonomi kita meningkat. Kalau pun tidak, minimal stabil. Pemasukan dan pengeluaran seimbang. Dengan begitu ibadah puasa kita jadi lancar. Kita bisa memilih mau makan sahur dengan apa. Mau buka puasa dengan apa. Karena uang di saku, di dompet, atau di ATM. Ada. Tersedia.
Maaf, bukan saya tidak mensyukuri hidup. Dengan saya bisa pergi ke pasar, bisa beli kupat tahu. Itu termasuk salah satu rezeki yang Allah SWT berikan pada saya. Di sini saya hanya ingin flashback kembali ke masa lalu. Mengenang memori-memori indah pada ramadan-ramadan sebelumnya. Di mana sehari sebelum puasa, saya bersama istri dan anak saya suka pergi ke pasar. Suka pergi ke mall. Belanja berbagai macam kebutuhan.
Untuk tahun ini, sekali lagi, semua itu tidak ada. Di sini saya sendirian. Berhubung sekolah libur seminggu sebelumnya istri dan anak saya minta izin untuk pulang kampung. Yang membuat perasaan saya sedikit agak terguncang. Bukan karena istri dan anak saya pulkam. Di bulan suci Ramadan tahun ini saya kehilangan salah satu bisnis yang selama ini menopang hidup saya dan keluarga.
Hidup ini memang berputar. Tidak selamanya kita ada di atas. Jika Allah SWT sudah berkenan. Suatu hari bisa saja kita berada di titik terendah. Itulah yang saat ini saya rasakan. Saya sangat kehilangan. Bisnis yang saya rintis dari nol sakarang sudah tinggal kenangan. Ramadan tahun ini saya harus melangkah dengan kaki yang tertatih. Di bulan suci Ramadan tahun ini. Semoga saya bisa menjalankan ibadah puasanya dengan kuat dan lancar.
Sehari menjelang puasa. Saya memang pergi ke pasar. Sayangnya, bukan belanja makanan atau sayuran buat persiapan makan sahur dan buka puasa di hari pertama. Tapi cuma beli kupat tahu untuk sarapan. Awalnya saya ingin beli ketupat sayur Padang. Sebelum menjalankan ibadah puasa saya ingin menyantap ketupat sayur Padang dulu biar nggak penasaran. Tapi sesampainya di pasar. Ketupat sayur Padangnya tidak jualan.
Ramadan tahun ini kita menjalankan ibadah puasanya tidak bareng. Ada saudara kita yang melaksanakan puasa di hari Sabtu. Ada juga yang melaksanakan ibadah puasanya di hari minggu. Saya tidak tahu si abang yang jualan ketupat sayur Padang ikut puasanya yang hari sabtu atau hari minggu. Yang jelas pas hari sabtu saya ke pasar penjual ketupat sayur Padang nggak jualan. Pun dengan penjual batagor Bandung dan lengko sapi. Mereka kompak tidak berjualan.
Sebelum berangkat ke pasar. Saya sudah punya alternatif lain seandainya ketupat sayur Padang nggak jualan. Pilihannya ada tiga. Kalau nggak batagor Bandung, Lengko sapi, atau kupat tahu. Berhubung yang jualan di pasarnya cuma kupat tahu. Saya belinya kupat tahu saja. Saya tidak kecewa. Saya senang-senang saja. Buat saya yang penting saya bisa sarapan. Yang penting, setidaknya, bisa mengobati perasaan saya yang sedikit agak terguncang.
Memasuki bulan suci Ramadan. Idealnya ekonomi kita meningkat. Kalau pun tidak, minimal stabil. Pemasukan dan pengeluaran seimbang. Dengan begitu ibadah puasa kita jadi lancar. Kita bisa memilih mau makan sahur dengan apa. Mau buka puasa dengan apa. Karena uang di saku, di dompet, atau di ATM. Ada. Tersedia.
Maaf, bukan saya tidak mensyukuri hidup. Dengan saya bisa pergi ke pasar, bisa beli kupat tahu. Itu termasuk salah satu rezeki yang Allah SWT berikan pada saya. Di sini saya hanya ingin flashback kembali ke masa lalu. Mengenang memori-memori indah pada ramadan-ramadan sebelumnya. Di mana sehari sebelum puasa, saya bersama istri dan anak saya suka pergi ke pasar. Suka pergi ke mall. Belanja berbagai macam kebutuhan.
Untuk tahun ini, sekali lagi, semua itu tidak ada. Di sini saya sendirian. Berhubung sekolah libur seminggu sebelumnya istri dan anak saya minta izin untuk pulang kampung. Yang membuat perasaan saya sedikit agak terguncang. Bukan karena istri dan anak saya pulkam. Di bulan suci Ramadan tahun ini saya kehilangan salah satu bisnis yang selama ini menopang hidup saya dan keluarga.
Hidup ini memang berputar. Tidak selamanya kita ada di atas. Jika Allah SWT sudah berkenan. Suatu hari bisa saja kita berada di titik terendah. Itulah yang saat ini saya rasakan. Saya sangat kehilangan. Bisnis yang saya rintis dari nol sakarang sudah tinggal kenangan. Ramadan tahun ini saya harus melangkah dengan kaki yang tertatih. Di bulan suci Ramadan tahun ini. Semoga saya bisa menjalankan ibadah puasanya dengan kuat dan lancar.