Mudik Ke Kampung Halaman Dengan Sepeda Lipat
KEMARIN saya main ke rumah teman. Di ruang tamu, saya lihat ada 2 toples warna ungu. Sepertinya penuh dengan makanan. Karena penasaran salah satu toplesnya saya buka. Isinya ternyata sale pisang. Berhubung perut saya keroncongan. Dari pagi saya belum makan. Saya cicipi sale pisang itu beberapa biji. Rasanya manis dan legit.
Saya penasaran dengan toples yang satunya. Tadinya mau langsung saya buka. Mau lihat apa isinya. Tapi teman saya keburu muncul dari kamarnya. Duduk di kursi langsung ngajak ngobrol. Dia bilang pengen beli alat buat promosi produk di Tokopedia. Saya iyain saja. Malah saya ajak dia untuk pergi ke pasar. Siapa tahu alat yang dia cari ada di pasar. Tapi dia bilang baru rencana. Duitnya belum ada.
Waktu teman saya lagi ngoprek Hp. Saya buka saja toples yang satunya lagi. Saya masih penasaran dengan isinya. Isinya ternyata kicimpring pedas. Jika sale pisang saya makan pelan-pelan, sedikit-sedikit. Kicimpring pedas saya makan kuat-kuat. Teksturnya lumayan keras. Tapi rasanya benar-benar enak. Bumbu pedasnya nempel di lidah.
Main ke rumah teman bukan sekali dua kali. Rumah teman saya itu adalah rumah singgah. Waktu saya masih bujangan. Saya tidur dan makan di sana. Teman-teman saya juga begitu. Dengan rumah teman saya kita seperti tak berjarak. Habis pergi dari mana saja. Selain pulang ke rumah orang tua. Saya dan teman-teman pasti pulangnya ke rumah teman saya.
Soal makanan. Sudah nggak kehitung berapa puluh atau ratus makanan yang sudah kita makan. Gratis tanpa harus beli. Sabun dan pasta gigi pun kalau kita ikut mandi gratis tanpa harus beli. Tapi itu dulu. Sekarang setelah saya dan teman-teman menikah. Rumah teman saya menjadi sepi. Main ke sana hanya sesekali. Teman saya juga sekarang sudah punya istri. Kita nggak bisa bebas seperti dulu lagi.
Waktu lihat toples ungu itu. Saya sempat heran. Kok ada makanan. Setelah orang tuanya meninggal. Adik dan kakaknya bekerja di luar kota. Saya jarang lihat lagi makanan. Keheranan saya akhirnya terjawab. Adiknya muncul dari dapur berselimut handuk mandi. Adiknya baru datang dari luar kota. Sale pisang dan kicimpring pedas itu oleh-oleh dari adiknya.
Selain sale pisang dan kicimpring pedas. Saya tertarik dengan kedatangan adiknya. Mudik ke kampung halaman nggak naik motor nggak naik mobil. Tapi naik sepeda. Saya tahu itu dari istri teman saya. Saya juga lihat sepedanya di dapur. Sepeda lipat warna silver. Saya tidak memperhatikan merknya. Tapi dari model dan bentuknya harga sepedanya pasti mahal.
Sudah dua kali katanya adiknya pulang kampung pakai sepeda. Saya makin penasaran. Fisiknya benar-benar kuat. Padahal tubuhnya pendek. Lebih pendek dari kakaknya. Kok bisa mudik pakai sepeda. Jarak yang dia tempuh lumayan jauh. Saya pernah kepoin facebooknya. Dia aktif di komunitas sepeda. Dia juga suka mendaki gunung.
Habis maghrib saya main lagi ke rumah teman saya. Masih penasaran dengan adiknya. Ternyata saya kecele. Mudiknya sih iya pakai sepeda. Tapi bukan digowes. Dari kantor tempat dia bekerja, sepeda lipat itu dia gowes sampai ke stasiun kereta. Sesampainya di stasiun kereta, sepeda lipat itu kemudian dia lipat. Percis seperti namanya sepeda lipat.
Saya penasaran dengan toples yang satunya. Tadinya mau langsung saya buka. Mau lihat apa isinya. Tapi teman saya keburu muncul dari kamarnya. Duduk di kursi langsung ngajak ngobrol. Dia bilang pengen beli alat buat promosi produk di Tokopedia. Saya iyain saja. Malah saya ajak dia untuk pergi ke pasar. Siapa tahu alat yang dia cari ada di pasar. Tapi dia bilang baru rencana. Duitnya belum ada.
Waktu teman saya lagi ngoprek Hp. Saya buka saja toples yang satunya lagi. Saya masih penasaran dengan isinya. Isinya ternyata kicimpring pedas. Jika sale pisang saya makan pelan-pelan, sedikit-sedikit. Kicimpring pedas saya makan kuat-kuat. Teksturnya lumayan keras. Tapi rasanya benar-benar enak. Bumbu pedasnya nempel di lidah.
Main ke rumah teman bukan sekali dua kali. Rumah teman saya itu adalah rumah singgah. Waktu saya masih bujangan. Saya tidur dan makan di sana. Teman-teman saya juga begitu. Dengan rumah teman saya kita seperti tak berjarak. Habis pergi dari mana saja. Selain pulang ke rumah orang tua. Saya dan teman-teman pasti pulangnya ke rumah teman saya.
Soal makanan. Sudah nggak kehitung berapa puluh atau ratus makanan yang sudah kita makan. Gratis tanpa harus beli. Sabun dan pasta gigi pun kalau kita ikut mandi gratis tanpa harus beli. Tapi itu dulu. Sekarang setelah saya dan teman-teman menikah. Rumah teman saya menjadi sepi. Main ke sana hanya sesekali. Teman saya juga sekarang sudah punya istri. Kita nggak bisa bebas seperti dulu lagi.
Waktu lihat toples ungu itu. Saya sempat heran. Kok ada makanan. Setelah orang tuanya meninggal. Adik dan kakaknya bekerja di luar kota. Saya jarang lihat lagi makanan. Keheranan saya akhirnya terjawab. Adiknya muncul dari dapur berselimut handuk mandi. Adiknya baru datang dari luar kota. Sale pisang dan kicimpring pedas itu oleh-oleh dari adiknya.
Selain sale pisang dan kicimpring pedas. Saya tertarik dengan kedatangan adiknya. Mudik ke kampung halaman nggak naik motor nggak naik mobil. Tapi naik sepeda. Saya tahu itu dari istri teman saya. Saya juga lihat sepedanya di dapur. Sepeda lipat warna silver. Saya tidak memperhatikan merknya. Tapi dari model dan bentuknya harga sepedanya pasti mahal.
Sudah dua kali katanya adiknya pulang kampung pakai sepeda. Saya makin penasaran. Fisiknya benar-benar kuat. Padahal tubuhnya pendek. Lebih pendek dari kakaknya. Kok bisa mudik pakai sepeda. Jarak yang dia tempuh lumayan jauh. Saya pernah kepoin facebooknya. Dia aktif di komunitas sepeda. Dia juga suka mendaki gunung.
Habis maghrib saya main lagi ke rumah teman saya. Masih penasaran dengan adiknya. Ternyata saya kecele. Mudiknya sih iya pakai sepeda. Tapi bukan digowes. Dari kantor tempat dia bekerja, sepeda lipat itu dia gowes sampai ke stasiun kereta. Sesampainya di stasiun kereta, sepeda lipat itu kemudian dia lipat. Percis seperti namanya sepeda lipat.