Sukses Membeli Tanah dan Membangun Rumah dari Usaha Warung Makan
SEJAK pindah kontrakan, dari kontrakan lama ke kontrakan baru, saya jarang komunikasi lagi dengan mereka. Pasangan suami istri yang buka warung makan. Yang kisahnya pernah saya ceritain di artikel ini. Tapi sesekali kita masih suka ketemu di pasar. Masih suka say hello jika kebetulan berpapasan di jalan, atau ketemu pas lagi belanja. Diluar itu kita benar-benar lose contact. Tak ada komunikasi sama sekali.
Lama tak bertemu pasti banyak sekali yang berubah. Anak saya juga sekarang sudah gede. Sudah kelas 1 SD. Dulu waktu saya masih tinggal di situ. Waktu mereka mulai buka warung makan. Anak saya usianya masih 3-4 tahun. Tiap hari saya suka beli lauk ke mereka. Walau awal-awalnya sempat ragu. Takut masakannya nggak enak. Lama kelamaan malah jadi langganan.
Lokasi warung makannya sebenarnya tidak jauh dari rumah saya. Jarak 10-20 menit juga sudah sampai. Tapi karena lokasi warung makannya jarang terlewati. Berbeda jalur. Saya tidak tahu perkembangan terakhir usaha mereka. Yang saya tahu mereka masih jualan di situ. Masih buka warung makan. Pelanggannya sudah banyak. Selain offline, kita bisa datang langsung ke sana. Aneka masakannya bisa kita pesan lewat aplikasi online.
Dua minggu yang lalu, waktu saya ada keperluan bisnis, saya lewat ke tempat jualan mereka. Saya kaget ternyata mereka sudah pindah. Mereka sudah tidak jualan lagi di depan bekas kontrakan saya. Lebih kaget lagi 10 meter dari tempat jualan mereka sebelumnya. Ada rumah baru mewah sekali. Di depannya ada etalase berbagai macam masakan. Di atas etalase tersebut terpampang spanduk besar bertuliskan nama warung makan yang namanya tidak asing di telinga.
Waktu saya masih ngontrak di sana. Tanah yang disulap jadi rumah baru itu masih berupa sawah. Pemiliknya adalah ayah teman sekolah saya. Info yang saya dapat dari si bapak pemilik sawah harga tanah di sana pasarannya 10-15 juta perbata. Karena penasaran saya ajak istri saya jalan-jalan dan lewat ke jalan itu. Rumah baru itu ternyata rumah mereka. Teman-teman saya pun yang kenal dengan mereka sudah memastikan kalau rumah itu memang rumah mereka.
Sebagai orang yang pernah jadi saksi saat mereka mulai merintis usaha. Jujur saya merasa ikut senang. Perjuangan mereka selama ini membuahkan hasil. Mereka, setidaknya menurut penilaian saya, sudah menjadi orang. Dulu mereka jualan menggunakan gerobak bekas warna toska. Kini mereka sudah bisa bangun rumah sendiri. Jualannya tidak pakai gerobak lagi. Udah gitu rumahnya di pinggir jalan lagi.
Nah, buat teman-teman yang saat ini lagi merintis usaha buka warung makan atau warung nasi. Semoga kisah perjalanan mereka bisa menjadi inspirasi. Bahwa dengan berjualan lauk pauk saja mereka bisa membeli tanah dan membangun rumah. Memang untuk mendapatkan semua itu perjuangannya tidak mudah. Tapi selama kita fokus, konsisten, dan optimis buka usaha warung makan. Apa pun yang kita inginkan, insyaAlloh, bisa menjadi kenyataan.
Lama tak bertemu pasti banyak sekali yang berubah. Anak saya juga sekarang sudah gede. Sudah kelas 1 SD. Dulu waktu saya masih tinggal di situ. Waktu mereka mulai buka warung makan. Anak saya usianya masih 3-4 tahun. Tiap hari saya suka beli lauk ke mereka. Walau awal-awalnya sempat ragu. Takut masakannya nggak enak. Lama kelamaan malah jadi langganan.
Lokasi warung makannya sebenarnya tidak jauh dari rumah saya. Jarak 10-20 menit juga sudah sampai. Tapi karena lokasi warung makannya jarang terlewati. Berbeda jalur. Saya tidak tahu perkembangan terakhir usaha mereka. Yang saya tahu mereka masih jualan di situ. Masih buka warung makan. Pelanggannya sudah banyak. Selain offline, kita bisa datang langsung ke sana. Aneka masakannya bisa kita pesan lewat aplikasi online.
Dua minggu yang lalu, waktu saya ada keperluan bisnis, saya lewat ke tempat jualan mereka. Saya kaget ternyata mereka sudah pindah. Mereka sudah tidak jualan lagi di depan bekas kontrakan saya. Lebih kaget lagi 10 meter dari tempat jualan mereka sebelumnya. Ada rumah baru mewah sekali. Di depannya ada etalase berbagai macam masakan. Di atas etalase tersebut terpampang spanduk besar bertuliskan nama warung makan yang namanya tidak asing di telinga.
Waktu saya masih ngontrak di sana. Tanah yang disulap jadi rumah baru itu masih berupa sawah. Pemiliknya adalah ayah teman sekolah saya. Info yang saya dapat dari si bapak pemilik sawah harga tanah di sana pasarannya 10-15 juta perbata. Karena penasaran saya ajak istri saya jalan-jalan dan lewat ke jalan itu. Rumah baru itu ternyata rumah mereka. Teman-teman saya pun yang kenal dengan mereka sudah memastikan kalau rumah itu memang rumah mereka.
Sebagai orang yang pernah jadi saksi saat mereka mulai merintis usaha. Jujur saya merasa ikut senang. Perjuangan mereka selama ini membuahkan hasil. Mereka, setidaknya menurut penilaian saya, sudah menjadi orang. Dulu mereka jualan menggunakan gerobak bekas warna toska. Kini mereka sudah bisa bangun rumah sendiri. Jualannya tidak pakai gerobak lagi. Udah gitu rumahnya di pinggir jalan lagi.
Nah, buat teman-teman yang saat ini lagi merintis usaha buka warung makan atau warung nasi. Semoga kisah perjalanan mereka bisa menjadi inspirasi. Bahwa dengan berjualan lauk pauk saja mereka bisa membeli tanah dan membangun rumah. Memang untuk mendapatkan semua itu perjuangannya tidak mudah. Tapi selama kita fokus, konsisten, dan optimis buka usaha warung makan. Apa pun yang kita inginkan, insyaAlloh, bisa menjadi kenyataan.