Anak dan Istri Kita Harus Dikasih Tempat Yang Terindah
HAMPIR semua pasangan yang sudah menikah pernah merasakan tinggal di kontrakan. Jika selama berumah tangga belum pernah merasakan tinggal di kontrakan berarti teman-teman termasuk orang yang beruntung. Teman-teman tidak pernah mengalami suka duka tinggal di kontrakan termasuk drama saat ditagih oleh pemilik kontrakan karena kita telat bayar.
Meski tinggal di kontrakan. Cita-cita dan keinginan kita harus besar. Salah satu harapan dan impian kita tentu saja ingin segera punya rumah. Ada yang bilang rumah kecil dan sederhana tidak apa-apa yang penting hasil jerih payah berdua. Ada juga yang bilang mending rumah luas dan besar biar bisa masuk semua barang-barang. Apalagi kalau rumahnya berada di pinggir jalan. Bisa bikin taman dan garasi sekalian.
Tinggal di kontrakan bukanlah aib. Punya keinginan dan cita-cita setinggi gunung selama tinggal dikontrakan hukumnya wajib. Biar kita termotivasi. Biar hidup tidak berjalan stagnan. Sekedar berbagi, ada banyak sekali pengaruh buruk yang kita dapat dan kita terima saat tinggal di kontrakan. Jika kita tidak membiasakan diri dengan memberikan afirmasi-afirmasi positif ke dalam fikiran. Bisa-bisa kita tenggelam dan asyik menikmati kontrakan sebagai zona nyaman.
Salah satu cara agar kita bisa segera pindah dari kontrakan adalah dengan membeli banyak barang-barang. Dengan penuh sesaknya kontrakan kita oleh barang-barang itu menandakan bahwa kondisi keuangan kita sehat. Kalau kondisi keuangan kita sehat berarti level kita sudah meningkat. Dari yang tadinya betah tinggal di kontrakan mendadak jadi gerah dan ingin segera memiliki rumah. Untuk memiliki rumah kita bisa mendapatkannya dengan berbagai cara.
Namun jika kondisi keuangan kita belum sehat. Kita tidak usah buru-buru ingin cepat-cepat punya rumah. Jalani saja prosesnya. Hidup di kontrakan itu adalah proses metamorfosa kita dari kepompong menjadi kupu-kupu. Agar hidup kita berakhir indah kita harus biarkan proses metamorfosa itu berjalan sesuai kehendak alam. Buang gengsi, fikiran-fikiran buruk, dan stigma-stigma negatif dari orang-orang yang kerap merendahkan kita. Mereka tidak tahu usaha dan kerja keras kita. Kalau pun kita sukses, mereka akan tetap nyinyir.
Nah, ngomongin soal sukses. Banyak sekali pengusaha sukses yang berangkat dari rumah kontrakan. Kisahnya banyak bertebaran di internet. Ada yang asli sesuai apa yang dialami. Ada juga yang dibumbui bahasa-bahasa copywriting yang ujung-ujungnya kita disuruh beli produk mereka atau join member di kelas berbayar mereka. Semua itu tidak jadi masalah. Di sini saya hanya menekankan jika kita masih nyaman tinggal di kontrakan. Jalani saja. Karena kontrakan juga ada yang membawa hoki.
Yang salah dan tidak boleh dilakukan adalah Kita tidak bergerak ke mana-mana. Kita tidak melakukan apa-apa. Kita menjadikan kontrakan sebagai peraduan terakhir. Ingat, cita-cita dan impian kita setelah menikah adalah punya rumah. Ibarat pendidikan, tinggal di kontrakan itu ibarat sekolah SMP atau SMA. Tujuan dan cita-cita kita adalah kuliah dan mendapat gelar sarjana. Jadi selama kita tinggal di kontrakan. Fikiran dan otak kita harus tetap muter. Keluarga tercinta, anak dan istri kita, harus dikasih tempat yang terindah.
Meski tinggal di kontrakan. Cita-cita dan keinginan kita harus besar. Salah satu harapan dan impian kita tentu saja ingin segera punya rumah. Ada yang bilang rumah kecil dan sederhana tidak apa-apa yang penting hasil jerih payah berdua. Ada juga yang bilang mending rumah luas dan besar biar bisa masuk semua barang-barang. Apalagi kalau rumahnya berada di pinggir jalan. Bisa bikin taman dan garasi sekalian.
Tinggal di kontrakan bukanlah aib. Punya keinginan dan cita-cita setinggi gunung selama tinggal dikontrakan hukumnya wajib. Biar kita termotivasi. Biar hidup tidak berjalan stagnan. Sekedar berbagi, ada banyak sekali pengaruh buruk yang kita dapat dan kita terima saat tinggal di kontrakan. Jika kita tidak membiasakan diri dengan memberikan afirmasi-afirmasi positif ke dalam fikiran. Bisa-bisa kita tenggelam dan asyik menikmati kontrakan sebagai zona nyaman.
Salah satu cara agar kita bisa segera pindah dari kontrakan adalah dengan membeli banyak barang-barang. Dengan penuh sesaknya kontrakan kita oleh barang-barang itu menandakan bahwa kondisi keuangan kita sehat. Kalau kondisi keuangan kita sehat berarti level kita sudah meningkat. Dari yang tadinya betah tinggal di kontrakan mendadak jadi gerah dan ingin segera memiliki rumah. Untuk memiliki rumah kita bisa mendapatkannya dengan berbagai cara.
Namun jika kondisi keuangan kita belum sehat. Kita tidak usah buru-buru ingin cepat-cepat punya rumah. Jalani saja prosesnya. Hidup di kontrakan itu adalah proses metamorfosa kita dari kepompong menjadi kupu-kupu. Agar hidup kita berakhir indah kita harus biarkan proses metamorfosa itu berjalan sesuai kehendak alam. Buang gengsi, fikiran-fikiran buruk, dan stigma-stigma negatif dari orang-orang yang kerap merendahkan kita. Mereka tidak tahu usaha dan kerja keras kita. Kalau pun kita sukses, mereka akan tetap nyinyir.
Nah, ngomongin soal sukses. Banyak sekali pengusaha sukses yang berangkat dari rumah kontrakan. Kisahnya banyak bertebaran di internet. Ada yang asli sesuai apa yang dialami. Ada juga yang dibumbui bahasa-bahasa copywriting yang ujung-ujungnya kita disuruh beli produk mereka atau join member di kelas berbayar mereka. Semua itu tidak jadi masalah. Di sini saya hanya menekankan jika kita masih nyaman tinggal di kontrakan. Jalani saja. Karena kontrakan juga ada yang membawa hoki.
Yang salah dan tidak boleh dilakukan adalah Kita tidak bergerak ke mana-mana. Kita tidak melakukan apa-apa. Kita menjadikan kontrakan sebagai peraduan terakhir. Ingat, cita-cita dan impian kita setelah menikah adalah punya rumah. Ibarat pendidikan, tinggal di kontrakan itu ibarat sekolah SMP atau SMA. Tujuan dan cita-cita kita adalah kuliah dan mendapat gelar sarjana. Jadi selama kita tinggal di kontrakan. Fikiran dan otak kita harus tetap muter. Keluarga tercinta, anak dan istri kita, harus dikasih tempat yang terindah.