Agar Anak Kita Sukses di Masa Depan, Ajarin Mereka Untuk Mencintai Pelajaran Matematika
SEKOLAH mulai normal lagi. Anak-anak bisa masuk tiap hari. Tapi jam pelajaran tetap masih dibatasi. Tidak full seperti sebelum terjadi pandemi. Tidak apa-apa. Setidaknya ini menjadi kabar gembira bagi para orang tua yang sudah jenuh, bosan, dan kesal lihat anak-anak main game dan nonton youtube tiap hari. Dengan bersekolah anak-anak bisa terhindar dari hal-hal buruk. Hal-hal negatif yang bisa merusak tumbuh kembang mereka.
Kegembiraan juga terpancar dari wajah anak-anak. Mereka main game dan nonton Youtube sebenarnya karena dipaksa oleh keadaan. Mereka aslinya pengen bersekolah. Pengen melahap berbagai macam buku pelajaran. Pengen bertemu dengan teman-teman di kelas. Pengen memakai baju seragam. Pengen belajar bareng. Pengen olahraga bareng. Pengen pulang pergi bareng. Pengen ngerjain PR bareng-bareng.
Demikian juga dengan anak saya. Yang tahun ini sudah masuk kelas 1. Saya melihat semangat dan gairah terpancar dari kedua matanya. Sekolah di mata anak saya (dan anak-anak yang lain pada umumnya) adalah dunia baru yang menantang sekaligus mengasyikan. Melihat semangat dan gairah yang membara dalam diri anak-anak. Kita sebagai orang tua jadi terbawa suasana. Kita jadi ikut-ikutan semangat dan bergairah mengantar dan menjemput mereka.
Di tengah euforia karena sekolah sudah mulai normal lagi. Terselip kisah lucu dari anak saya. Anak saya tidak suka pelajaran matematika. Sebagai ayahnya saya kaget. Jangan-jangan ketidaksukaan dia dengan pelajaran matematika nurun dari ayahnya. Dulu saya tidak suka pelajaran matematika. Setiap ada pelajaran matematika saya selalu absen. Ini tentu tidak boleh dibiarkan. Ini harus jadi perhatian. Apa yang dialami oleh ayahnya tidak boleh dialami oleh anaknya.
Dengan metode dan pendekatan khusus saya coba ajarin dan nasehatin anak saya agar mencintai dan menyukai pelajaran matematika. Selain matematika, saya juga tidak suka dengan pelajaran fisika, biologi, bahasa inggris dan bahasa arab. Pokoknya setiap ada pelajaran tersebut saya suka absen. Saya sering nggak masuk. Kalau harus jujur ini terjadi bukan dari dalam hati. Tapi murni karena lingkungan dan pergaulan. Dulu waktu kecil saya salah gaul.
Kendati anak saya tidak suka dengan pelajaran matematika. Ada hal yang sangat menggembirakan dan membuat saya optimis. Dia selalu ingin duduk di bangku depan. Pelajaran matematika erat kaitannya dengan fokus dan konsentrasi. Dengan duduk di bangku depan anak saya bisa dengan mudah menyerap pelajaran. Bidang studi yang diajarkan di sekolah semuanya baik. Sangat-sangat baik. Harusnya tidak boleh ada yang dihindari apalagi sampai dimusuhi.
Saya sendiri punya keyakinan. Murid-murid yang pintar matematika masa depannya akan cerah. Apalagi yang punya cita-cita jadi seorang pebisnis. Matematikanya harus jago. Harus bisa menjumlah, mengkali, membagi dan mengurangi. Kalau pelajaran matematikanya lancar. Pelajaran yang lainnya juga pasti akan lancar. Berangkat dari pengalaman saya pribadi. Kalau anak-anak kita pengen sukses di masa depan. Kita harus ajarin anak-anak kita untuk menyukai dan mencintai pelajaran matematika.
Kegembiraan juga terpancar dari wajah anak-anak. Mereka main game dan nonton Youtube sebenarnya karena dipaksa oleh keadaan. Mereka aslinya pengen bersekolah. Pengen melahap berbagai macam buku pelajaran. Pengen bertemu dengan teman-teman di kelas. Pengen memakai baju seragam. Pengen belajar bareng. Pengen olahraga bareng. Pengen pulang pergi bareng. Pengen ngerjain PR bareng-bareng.
Demikian juga dengan anak saya. Yang tahun ini sudah masuk kelas 1. Saya melihat semangat dan gairah terpancar dari kedua matanya. Sekolah di mata anak saya (dan anak-anak yang lain pada umumnya) adalah dunia baru yang menantang sekaligus mengasyikan. Melihat semangat dan gairah yang membara dalam diri anak-anak. Kita sebagai orang tua jadi terbawa suasana. Kita jadi ikut-ikutan semangat dan bergairah mengantar dan menjemput mereka.
Di tengah euforia karena sekolah sudah mulai normal lagi. Terselip kisah lucu dari anak saya. Anak saya tidak suka pelajaran matematika. Sebagai ayahnya saya kaget. Jangan-jangan ketidaksukaan dia dengan pelajaran matematika nurun dari ayahnya. Dulu saya tidak suka pelajaran matematika. Setiap ada pelajaran matematika saya selalu absen. Ini tentu tidak boleh dibiarkan. Ini harus jadi perhatian. Apa yang dialami oleh ayahnya tidak boleh dialami oleh anaknya.
Dengan metode dan pendekatan khusus saya coba ajarin dan nasehatin anak saya agar mencintai dan menyukai pelajaran matematika. Selain matematika, saya juga tidak suka dengan pelajaran fisika, biologi, bahasa inggris dan bahasa arab. Pokoknya setiap ada pelajaran tersebut saya suka absen. Saya sering nggak masuk. Kalau harus jujur ini terjadi bukan dari dalam hati. Tapi murni karena lingkungan dan pergaulan. Dulu waktu kecil saya salah gaul.
Kendati anak saya tidak suka dengan pelajaran matematika. Ada hal yang sangat menggembirakan dan membuat saya optimis. Dia selalu ingin duduk di bangku depan. Pelajaran matematika erat kaitannya dengan fokus dan konsentrasi. Dengan duduk di bangku depan anak saya bisa dengan mudah menyerap pelajaran. Bidang studi yang diajarkan di sekolah semuanya baik. Sangat-sangat baik. Harusnya tidak boleh ada yang dihindari apalagi sampai dimusuhi.
Saya sendiri punya keyakinan. Murid-murid yang pintar matematika masa depannya akan cerah. Apalagi yang punya cita-cita jadi seorang pebisnis. Matematikanya harus jago. Harus bisa menjumlah, mengkali, membagi dan mengurangi. Kalau pelajaran matematikanya lancar. Pelajaran yang lainnya juga pasti akan lancar. Berangkat dari pengalaman saya pribadi. Kalau anak-anak kita pengen sukses di masa depan. Kita harus ajarin anak-anak kita untuk menyukai dan mencintai pelajaran matematika.