Dari Pada Nongkrong Nggak Jelas Mending Main Ke Perpustakaan
DULU waktu saya masih sering main ke perpustakaan. Kabar mengenai gedung perpustakaan akan pindah ke kabupaten sudah sering saya dengar. Bukan dari mahasiswi atau mahasiswa yang sering berkunjung ke perpustakaan. Melainkan dari staf dan pegawainya langsung. Setiap saya mau pinjam atau mengembalikan buku, salah satu stafnya suka cerita kalau perpustakaan akan segera pindah.
Sejak adanya pemekaran daerah. Yang dulunya kabupaten saja. Sekarang dipecah jadi kota dan kabupaten. Perpustakaan yang sering saya kunjungi adalah milik kabupaten. Ketika kota definitif sudah diresmikan perpustakaan otomatis harus pindah ke lokasi yang baru di kabupaten. Karena lokasi yang lama letaknya ada di pusat kota. Sepintas terlihat lucu memang. Orang-orang kota datang ke perpustakaan yang notabene statusnya milik kabupaten.
Di sini saya tidak akan membahas lebih jauh tentang pindahnya perpustakaan. Yang akan saya bahas adalah sejarah dan kenangannya. Tidak bisa dipungkiri perpustakaan yang sering saya kunjungi memiliki kenangan yang sangat berarti buat saya. Saat itu, saya lagi dalam fase gelap-gelapnya. Keluarga lagi ada masalah. Saya belum kerja. Pacar tidak punya. Arah dan tujuan hidup saya saat itu benar-benar nggak jelas. Untungnya saya tidak sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.
Secercah harapan kemudian datang. Ketika saya lagi main di komplek olahraga. Lagi nongkrong nggak jelas dengan sahabat saya. Tiba-tiba CS saya (orang yang pernah jadi penghubung saya dengan salah satu mantan saya) lewat di depan saya. Saat itu dia naik becak melambaikan tangannya ke arah saya. Terus dia berhenti sejenak dan mengajak saya main ke perpustakaan. Saya masih ingat kata-kata yang dia ucapkan saat itu. "dari pada nongkrong nggak jelas mending main yuk ke perpustakaan"
Sejak itulah kehidupan baru saya dimulai. Setelah diajak sama CS saya yang kebetulan kuliah di universitas yang gedungnya berhadapan dengan gedung perpustakaan hidup saya perlahan mulai berubah. Otak dan fikiran saya yang selama bertahun-tahun terkungkung dan terpenjara di dalam kamar tidur dan kamar mandi tiba-tiba berpetualang ke tempat-tempat yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Dari buku-buku yang saya baca, baik yang dibaca di tempat atau yang dibawa ke rumah, saya jadi tahu dan belajar banyak hal.
Bukan cuma pengetahuan saja yang saya dapat. Sejak saya sering main ke perpustakaan. Saya juga bisa ketemu dan berteman dengan orang-orang baru. Bahkan, saya dan istri saya ketemunya di perpustakaan. Jadi perpustakaan itu buat saya bukan sekedar gedung, ratusan buku, rak-rak kayu, meja dan kursi yang berbaris memanjang. Tapi jauh lebih dari itu. Perpustakaan adalah saksi sejarah. Berkat perpustakaan hidup saya berubah 180 derajat. Dari fase gelap masuk ke fase terang. Dari yang tadinya nggak ada kerjaan, malas-malasan. Jadi semangat dan penuh gairah.
Meski tidak meneteskan airmata. Terus terang, saya merasa sedih dan kehilangan ketika kemarin saya lihat bekas gedung perpustakaan pintu depannya sudah jebol. Beberapa bagian atapnya sudah lapuk dan bolong-bolong. Dulu waktu saya belum punya anak. Saya punya cita-cita ingin ngajak anak saya main ke perpustakaan. Saya ingin ajak anak saya masuk ke ruang khusus anak-anak. Saya ingin tunjukin dan temenin anak saya membaca buku serial anak-anak. Sayang, ketika anak saya sudah mulai bisa membaca. Perpustakaannya sudah keburu pindah.
Sejak adanya pemekaran daerah. Yang dulunya kabupaten saja. Sekarang dipecah jadi kota dan kabupaten. Perpustakaan yang sering saya kunjungi adalah milik kabupaten. Ketika kota definitif sudah diresmikan perpustakaan otomatis harus pindah ke lokasi yang baru di kabupaten. Karena lokasi yang lama letaknya ada di pusat kota. Sepintas terlihat lucu memang. Orang-orang kota datang ke perpustakaan yang notabene statusnya milik kabupaten.
Di sini saya tidak akan membahas lebih jauh tentang pindahnya perpustakaan. Yang akan saya bahas adalah sejarah dan kenangannya. Tidak bisa dipungkiri perpustakaan yang sering saya kunjungi memiliki kenangan yang sangat berarti buat saya. Saat itu, saya lagi dalam fase gelap-gelapnya. Keluarga lagi ada masalah. Saya belum kerja. Pacar tidak punya. Arah dan tujuan hidup saya saat itu benar-benar nggak jelas. Untungnya saya tidak sampai terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif.
Secercah harapan kemudian datang. Ketika saya lagi main di komplek olahraga. Lagi nongkrong nggak jelas dengan sahabat saya. Tiba-tiba CS saya (orang yang pernah jadi penghubung saya dengan salah satu mantan saya) lewat di depan saya. Saat itu dia naik becak melambaikan tangannya ke arah saya. Terus dia berhenti sejenak dan mengajak saya main ke perpustakaan. Saya masih ingat kata-kata yang dia ucapkan saat itu. "dari pada nongkrong nggak jelas mending main yuk ke perpustakaan"
Sejak itulah kehidupan baru saya dimulai. Setelah diajak sama CS saya yang kebetulan kuliah di universitas yang gedungnya berhadapan dengan gedung perpustakaan hidup saya perlahan mulai berubah. Otak dan fikiran saya yang selama bertahun-tahun terkungkung dan terpenjara di dalam kamar tidur dan kamar mandi tiba-tiba berpetualang ke tempat-tempat yang belum pernah saya kenal sebelumnya. Dari buku-buku yang saya baca, baik yang dibaca di tempat atau yang dibawa ke rumah, saya jadi tahu dan belajar banyak hal.
Bukan cuma pengetahuan saja yang saya dapat. Sejak saya sering main ke perpustakaan. Saya juga bisa ketemu dan berteman dengan orang-orang baru. Bahkan, saya dan istri saya ketemunya di perpustakaan. Jadi perpustakaan itu buat saya bukan sekedar gedung, ratusan buku, rak-rak kayu, meja dan kursi yang berbaris memanjang. Tapi jauh lebih dari itu. Perpustakaan adalah saksi sejarah. Berkat perpustakaan hidup saya berubah 180 derajat. Dari fase gelap masuk ke fase terang. Dari yang tadinya nggak ada kerjaan, malas-malasan. Jadi semangat dan penuh gairah.
Meski tidak meneteskan airmata. Terus terang, saya merasa sedih dan kehilangan ketika kemarin saya lihat bekas gedung perpustakaan pintu depannya sudah jebol. Beberapa bagian atapnya sudah lapuk dan bolong-bolong. Dulu waktu saya belum punya anak. Saya punya cita-cita ingin ngajak anak saya main ke perpustakaan. Saya ingin ajak anak saya masuk ke ruang khusus anak-anak. Saya ingin tunjukin dan temenin anak saya membaca buku serial anak-anak. Sayang, ketika anak saya sudah mulai bisa membaca. Perpustakaannya sudah keburu pindah.