10 Hari Terakhir Ramadan Tempat Yang Tepat Untuk Bermunajat
WAKTU saya masih anak-anak. Kalau Ramadan sudah memasuki 10 hari terakhir rasanya itu seneng banget. Karena sebentar lagi kita mau merayakan hari raya Idul Fitri alias lebaran. Namanya anak-anak yang terbayang di fikirannya pasti nggak jauh-jauh dari baju baru, celana baru, sandal baru, sepatu baru, banyak duit, banyak makanan. Main rame-rame ke sana kemari bersama teman-teman.
Saya fikir itu wajar. Orang dewasa pun pada senang dan bahagia ketika Lebaran sudah tiba. Bisa makan dan minum di siang hari seperti biasa. Bisa silaturahmi ke orang tua, mertua, tetangga, sahabat. Dan bisa mencicipi makanan khas lebaran seperti ketupat dan opor ayam, biskuit khong guan, sirup ABC, opak, rengginang, dan makanan-makanan enak lainnya. Apalagi anak-anak yang fikirannya masih jernih imajinasinya tak terbatas.
Begitu beranjak dewasa. Merasa umur sudah tua dan sudah berkeluarga. Ramadan ternyata bukan hanya menahan haus dan lapar di siang hari. Bukan sekedar tarawih berjamaah di masjid. Atau tadarus al-quran setiap malam. Tapi jauh dari itu. Ramadan adalah rahmat. Tanda cinta paling tulus dan ikhlas dari yang maha kuasa. Bagaimana tidak. Di bulan puasa berkah dan ampunan diturunkan pada hambanya yang beriman.
10 hari terakhir adalah momen paling religius yang tidak boleh kita sia-siakan. Karena pada 10 terakhir ada malam spesial yaitu malam Lailatul Qodar. Malam seribu bulan. Kita harus berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Kapan waktunya itu rahasia Allah SWT. Jika selama 10 hari terakhir kita benar-benar serius mengamalkan semua amal ibadah sesuai tuntunan al-quran dan sunnah rasululloh SWA insyaAlloh kita akan meraihnya.
10 hari terakhir ini harusnya kita bersedih. Amal ibadah kita masih jauh dari sempurna. Mainnya kebanyakan. Tidurnya kebanyakan. Santainya kebanyakan. Tadi siang waktu saya beli lauk untuk buka dan makan sahur. Saya lihat ada bapa-bapa yang pesan nasi dan lauk dibungkus. Saya tidak bermaksud suudzon. Tapi waktu itu masih jam 2 siang. Waktu ashar masih 1 jam lagi. Adzan maghrib masih 4 jam lagi.
Setahu saya, kalau kita nggak puasa tanpa ada halangan yang dibenarkan. Itu akan bikin kita ketagihan. Kita pasti mikir. Kemarin juga nggak puasa. Masa hari ini mau puasa. Jadilah kita nggak puasa. Seminggu. Dua minggu. Setiap hari. Sebulan penuh. Naudzubillah. Padahal nggak puasa pun makannya cuma sedikit. Cuma ngerokok dan minum kopi. Cuma makan mie rebus. Bisa dihitung dengan jari orang yang terang-terangan pesan nasi dan lauknya dibungkus. Makan dan minumnya pasti sembunyi-sembunyi.
10 hari terakhir di bulan suci Ramadan adalah tempat yang paling tepat untuk kita bermunajat. Pasrahkan jiwa dan raga kita untuk bersimpuh di hadapanNya. Kalau tidak bisa ditinggalkan batasi semuas urusan yang berhubungan dengan dunia. Saatnya kita meraih pahala akhirat. Yang abadi. Yang kekal. Yang lebih indah dari perhiasan di dunia. Yang bikin hati damai dan tentram.
Tinggalkan semua media sosial yang selalu menjerumuskan kita ke dalam kebencian, sumpah serapah, dan aneka fitnah. Mari isi dan manfaatkan 10 hari terakhir di bulan suci Ramadan ini dengan sebaik-baiknya ibadah. Mumpung kita masih diberi umur panjang. Tahun depan belum tentu kita masih bisa menikmati indahnya bulan suci Ramadan.
Saya fikir itu wajar. Orang dewasa pun pada senang dan bahagia ketika Lebaran sudah tiba. Bisa makan dan minum di siang hari seperti biasa. Bisa silaturahmi ke orang tua, mertua, tetangga, sahabat. Dan bisa mencicipi makanan khas lebaran seperti ketupat dan opor ayam, biskuit khong guan, sirup ABC, opak, rengginang, dan makanan-makanan enak lainnya. Apalagi anak-anak yang fikirannya masih jernih imajinasinya tak terbatas.
Begitu beranjak dewasa. Merasa umur sudah tua dan sudah berkeluarga. Ramadan ternyata bukan hanya menahan haus dan lapar di siang hari. Bukan sekedar tarawih berjamaah di masjid. Atau tadarus al-quran setiap malam. Tapi jauh dari itu. Ramadan adalah rahmat. Tanda cinta paling tulus dan ikhlas dari yang maha kuasa. Bagaimana tidak. Di bulan puasa berkah dan ampunan diturunkan pada hambanya yang beriman.
10 hari terakhir adalah momen paling religius yang tidak boleh kita sia-siakan. Karena pada 10 terakhir ada malam spesial yaitu malam Lailatul Qodar. Malam seribu bulan. Kita harus berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Kapan waktunya itu rahasia Allah SWT. Jika selama 10 hari terakhir kita benar-benar serius mengamalkan semua amal ibadah sesuai tuntunan al-quran dan sunnah rasululloh SWA insyaAlloh kita akan meraihnya.
10 hari terakhir ini harusnya kita bersedih. Amal ibadah kita masih jauh dari sempurna. Mainnya kebanyakan. Tidurnya kebanyakan. Santainya kebanyakan. Tadi siang waktu saya beli lauk untuk buka dan makan sahur. Saya lihat ada bapa-bapa yang pesan nasi dan lauk dibungkus. Saya tidak bermaksud suudzon. Tapi waktu itu masih jam 2 siang. Waktu ashar masih 1 jam lagi. Adzan maghrib masih 4 jam lagi.
Setahu saya, kalau kita nggak puasa tanpa ada halangan yang dibenarkan. Itu akan bikin kita ketagihan. Kita pasti mikir. Kemarin juga nggak puasa. Masa hari ini mau puasa. Jadilah kita nggak puasa. Seminggu. Dua minggu. Setiap hari. Sebulan penuh. Naudzubillah. Padahal nggak puasa pun makannya cuma sedikit. Cuma ngerokok dan minum kopi. Cuma makan mie rebus. Bisa dihitung dengan jari orang yang terang-terangan pesan nasi dan lauknya dibungkus. Makan dan minumnya pasti sembunyi-sembunyi.
10 hari terakhir di bulan suci Ramadan adalah tempat yang paling tepat untuk kita bermunajat. Pasrahkan jiwa dan raga kita untuk bersimpuh di hadapanNya. Kalau tidak bisa ditinggalkan batasi semuas urusan yang berhubungan dengan dunia. Saatnya kita meraih pahala akhirat. Yang abadi. Yang kekal. Yang lebih indah dari perhiasan di dunia. Yang bikin hati damai dan tentram.
Tinggalkan semua media sosial yang selalu menjerumuskan kita ke dalam kebencian, sumpah serapah, dan aneka fitnah. Mari isi dan manfaatkan 10 hari terakhir di bulan suci Ramadan ini dengan sebaik-baiknya ibadah. Mumpung kita masih diberi umur panjang. Tahun depan belum tentu kita masih bisa menikmati indahnya bulan suci Ramadan.