Selain dengan Mantan, Saya Pernah Satu Kontrakan dengan Santriwati
SEKIAN tahun berlalu, saya baru ngeh. Selain pernah tinggal satu kontrakan dengan mantan. Saya juga ternyata pernah tinggal satu kontrakan dengan santriwati yang pernah mondok di pesantren di mana dulu saya mesantren. Masih di kontrakan yang sama. Bahkan santriwati tersebut tinggalnya lebih lama dibandingkan dengan mantan saya.
Bedanya, sebelum saya pindah. Santriwati tersebut sudah lebih dulu pindah. Sementara dengan mantan saya, saya dulu yang duluan pindah. Waktu santriwati tersebut ngontrak, saya kebetulan dipercaya oleh pemilik kontrakan untuk pegang kunci. Sementara waktu mantan saya ngontrak, saya lagi ada konflik dengan pemilik kontrakan.
Ada tiga alasan yang membuat saya waktu itu pindah. Pertama, saya ada konflik dengan pemilik kontrakan. Gara-gara konflik tersebut saya jadi tidak kerasan. Kedua, selama tinggal di kontrakan saya suka sakit-sakitan. Ketiga, tiba-tiba ada mantan. Kayak gimana gitu ya tiba-tiba harus tinggal satu kontrakan dengan mantan.
Seingat saya mantan saya ngontrak bukan karena dia tidak punya rumah. Tapi dia ambil perum kebetulan perumnya dekat dengan kontrakan. Dia memutuskan untuk ngontrak karena perumnya sedang direnovasi. Kalau perumnya sudah beres direnovasi, mantan saya langsung pindah.
Meski tinggal satu kontrakan dengan mantan. Sekali pun saya belum pernah berpapasan. Sampai sekarang mantan saya mungkin tidak tahu kalau waktu itu kita pernah tinggal satu kontrakan. Biarlah itu jadi rahasia saya sendiri. Walau pun kisahnya saya ceritakan di sini.
Balik lagi ke santriwati. Setelah sekian tahun berlalu. Saya baru kepikiran. Tuhan tidak serta merta mempertemukan saya dengan satriwati dalam satu kontrakan kalau tidak ada maksud dan tujuannya. Cuma karena ketidaktahuan dan keterbatasan saya sebagai menusia jadinya tidak bisa menangkap pesan tersebut.
Saya jadi kepikiran dan keingetan bahwa saya pernah satu kontrakan dengan santriwati gara-gara kemarin tetangga bikin sumur bor. Yang bikin sumur bornya ternyata anak pak ustadz salah satu pesantren terkenal di kampung saya di mana dulu saya sering berobat ke ayahnya waktu saya masih satu kontrakan dengan santriwati tersebut.
Pertanyaannya kok bisa perjalan hidup saya yang awalnya kayak tercerai berai gitu padahal dalam skenario Allah masih dalam satu rangkaian. Puzzle-puzzle kehidupan yang selama ini tercecer seiring berjalannya waktu tiba-tiba dipertemukan, tiba-tiba dipersatukan, saling bertautan.
Kalau dirunut satu persatu. Terlalu banyak hal-hal, kejadian-kejadian, peristiwa-perisitiwa, dan fenomena-fenomena yang tadinya absurd menjadi fakta dan realita. Terutama setelah saya berkeluarga. Dari mulai saya pacaran, menikah, dan punya anak. Ornamen-ornamen kehidupan yang menyertainya ternyata ada keterikatan satu sama lain.
Melihat dan merasakan semua yang terjadi pada saya dan keluarga. Baik yang kelihatan atau yang tidak kelihatan. Saya jadi makin yakin bahwa kehidupan kita, dan semua pergerakan alam semesta, memang sudah diatur oleh Sang Pencipta. Termasuk jodoh, maut, dan rezeki kita.
Bedanya, sebelum saya pindah. Santriwati tersebut sudah lebih dulu pindah. Sementara dengan mantan saya, saya dulu yang duluan pindah. Waktu santriwati tersebut ngontrak, saya kebetulan dipercaya oleh pemilik kontrakan untuk pegang kunci. Sementara waktu mantan saya ngontrak, saya lagi ada konflik dengan pemilik kontrakan.
Ada tiga alasan yang membuat saya waktu itu pindah. Pertama, saya ada konflik dengan pemilik kontrakan. Gara-gara konflik tersebut saya jadi tidak kerasan. Kedua, selama tinggal di kontrakan saya suka sakit-sakitan. Ketiga, tiba-tiba ada mantan. Kayak gimana gitu ya tiba-tiba harus tinggal satu kontrakan dengan mantan.
Seingat saya mantan saya ngontrak bukan karena dia tidak punya rumah. Tapi dia ambil perum kebetulan perumnya dekat dengan kontrakan. Dia memutuskan untuk ngontrak karena perumnya sedang direnovasi. Kalau perumnya sudah beres direnovasi, mantan saya langsung pindah.
Meski tinggal satu kontrakan dengan mantan. Sekali pun saya belum pernah berpapasan. Sampai sekarang mantan saya mungkin tidak tahu kalau waktu itu kita pernah tinggal satu kontrakan. Biarlah itu jadi rahasia saya sendiri. Walau pun kisahnya saya ceritakan di sini.
Balik lagi ke santriwati. Setelah sekian tahun berlalu. Saya baru kepikiran. Tuhan tidak serta merta mempertemukan saya dengan satriwati dalam satu kontrakan kalau tidak ada maksud dan tujuannya. Cuma karena ketidaktahuan dan keterbatasan saya sebagai menusia jadinya tidak bisa menangkap pesan tersebut.
Saya jadi kepikiran dan keingetan bahwa saya pernah satu kontrakan dengan santriwati gara-gara kemarin tetangga bikin sumur bor. Yang bikin sumur bornya ternyata anak pak ustadz salah satu pesantren terkenal di kampung saya di mana dulu saya sering berobat ke ayahnya waktu saya masih satu kontrakan dengan santriwati tersebut.
Pertanyaannya kok bisa perjalan hidup saya yang awalnya kayak tercerai berai gitu padahal dalam skenario Allah masih dalam satu rangkaian. Puzzle-puzzle kehidupan yang selama ini tercecer seiring berjalannya waktu tiba-tiba dipertemukan, tiba-tiba dipersatukan, saling bertautan.
Kalau dirunut satu persatu. Terlalu banyak hal-hal, kejadian-kejadian, peristiwa-perisitiwa, dan fenomena-fenomena yang tadinya absurd menjadi fakta dan realita. Terutama setelah saya berkeluarga. Dari mulai saya pacaran, menikah, dan punya anak. Ornamen-ornamen kehidupan yang menyertainya ternyata ada keterikatan satu sama lain.
Melihat dan merasakan semua yang terjadi pada saya dan keluarga. Baik yang kelihatan atau yang tidak kelihatan. Saya jadi makin yakin bahwa kehidupan kita, dan semua pergerakan alam semesta, memang sudah diatur oleh Sang Pencipta. Termasuk jodoh, maut, dan rezeki kita.