Selama Jualan Online, Baru Kali Ini Produsen Harus Ikut Bayar Ongkir
SEMINGGU sebelum tahun baru. Sepeda motor saya tiba-tiba bermasalah. Shockbreaker depan mendadak ambrol. Melorot. Mungkin sudah terlalu lama. Sejak beli dari Dealer 12 tahun silam, Shockbreaker-nya belum pernah diganti. Kalau dipaksain dipakai terlalu riskan dan berbahaya. Untuk keperluan darurat dan mendesak terpaksa saya pinjam dulu motor orang tua.
Saat mendapati sepeda motor saya rusak. Saya sempat bingung. Dompet saya lagi menipis. Belum ada pemasukan. Sementara sepeda motor sudah saya anggap sebagai kaki. Kalau rusak, nggak bisa dipakai, saya nggak bisa ke mana-mana. Aktifitas saya otomatis terganggu. Semua usaha dan bisnis yang sedang saya jalani akan tersendat. Belum antar jemput anak sekolah. Pusing tujuh keliling pokoknya.
Tapi, lagi-lagi, Allah SWT Maha baik. Di saat saya lagi bingung karena setelah tahun baru saya ada rencana mau pulang ke rumah mertua sekalian liburan, sekolah libur semester selama dua minggu. Tiba-tiba ada WA masuk. Ada konsumen nanyain produk. Produk yang mau dipesan kebetulan produk pre-order. Setelah nego cukup alot. Akhirnya deal. Orangnya langsung kasih uang muka.
Setelah DP masuk. Sepeda motor saya langsung saya bawa ke bengkel. Langsung dibetulin Shockbreaker-nya. Sekalian ganti oli dan ganti lampu depan. Pas tahun baru itu, saya bisa tahun baruan bersama istri dan anak saya. Jalan-jalan ke taman olahraga, main ke pusat kota. Main ke Mall. Terakhir main ke pasar. Makan nasi TO dan jajan bakso.
Selama ini, setiap ada orderan produk pre-order. Pesanannya langsung saya proses. Barangnya langsung saya bikin. Waktu masih nego pun sudah saya kasih deadline kapan produk beres. Berapa hari selesainya. Berhubung pas awal Januari itu saya sakit. Produknya baru saya bikin seminggu kemudian. Untungnya konsumennya ngerti. Waktu saya jelasin saya sakit. Konsumennya bisa ngemaklum.
Masalah kemudian muncul setelah produk beres saat saya sedang dalam masa pemulihan. Barang yang dipesan ternyata tidak sesuai. Ada miskomunikasi antara saya dengan konsumen pada saat negosiasi. Di dalam chat-nya. Konsumen pengen pesan barang A dengan item B. Saya bikin barang A tapi itemnya C. Gara-gara barang tidak sesuai pesanan. Proses jual belinya hampir nggak jadi.
Alhamdulillah, setelah sama-sama menyadari kesalahan masing-masing. Kita sepakat untuk ambil solusi yang sama-sama enak untuk kedua belah pihak. Tapi, dari solusi yang kita ambil, ternyata ada klausul yang membuat kepala saya mendadak pening. Pesanan katanya jadi dibeli, sisa pembayaran akan segera dilunasin. Tapi ongkir harus dibagi dua alias 50:50. Selama saya jualan online baru kali ini produsen harus ikut bayar ongkir.
Saat mendapati sepeda motor saya rusak. Saya sempat bingung. Dompet saya lagi menipis. Belum ada pemasukan. Sementara sepeda motor sudah saya anggap sebagai kaki. Kalau rusak, nggak bisa dipakai, saya nggak bisa ke mana-mana. Aktifitas saya otomatis terganggu. Semua usaha dan bisnis yang sedang saya jalani akan tersendat. Belum antar jemput anak sekolah. Pusing tujuh keliling pokoknya.
Tapi, lagi-lagi, Allah SWT Maha baik. Di saat saya lagi bingung karena setelah tahun baru saya ada rencana mau pulang ke rumah mertua sekalian liburan, sekolah libur semester selama dua minggu. Tiba-tiba ada WA masuk. Ada konsumen nanyain produk. Produk yang mau dipesan kebetulan produk pre-order. Setelah nego cukup alot. Akhirnya deal. Orangnya langsung kasih uang muka.
Setelah DP masuk. Sepeda motor saya langsung saya bawa ke bengkel. Langsung dibetulin Shockbreaker-nya. Sekalian ganti oli dan ganti lampu depan. Pas tahun baru itu, saya bisa tahun baruan bersama istri dan anak saya. Jalan-jalan ke taman olahraga, main ke pusat kota. Main ke Mall. Terakhir main ke pasar. Makan nasi TO dan jajan bakso.
Selama ini, setiap ada orderan produk pre-order. Pesanannya langsung saya proses. Barangnya langsung saya bikin. Waktu masih nego pun sudah saya kasih deadline kapan produk beres. Berapa hari selesainya. Berhubung pas awal Januari itu saya sakit. Produknya baru saya bikin seminggu kemudian. Untungnya konsumennya ngerti. Waktu saya jelasin saya sakit. Konsumennya bisa ngemaklum.
Masalah kemudian muncul setelah produk beres saat saya sedang dalam masa pemulihan. Barang yang dipesan ternyata tidak sesuai. Ada miskomunikasi antara saya dengan konsumen pada saat negosiasi. Di dalam chat-nya. Konsumen pengen pesan barang A dengan item B. Saya bikin barang A tapi itemnya C. Gara-gara barang tidak sesuai pesanan. Proses jual belinya hampir nggak jadi.
Alhamdulillah, setelah sama-sama menyadari kesalahan masing-masing. Kita sepakat untuk ambil solusi yang sama-sama enak untuk kedua belah pihak. Tapi, dari solusi yang kita ambil, ternyata ada klausul yang membuat kepala saya mendadak pening. Pesanan katanya jadi dibeli, sisa pembayaran akan segera dilunasin. Tapi ongkir harus dibagi dua alias 50:50. Selama saya jualan online baru kali ini produsen harus ikut bayar ongkir.