Kampung Mertua jadi Destinasi Wisata yang Memanjakan Mata
SOWAN ke rumah mertua. Sebelum dan sesudah pandemi. Perbedaannya sangat kentara sekali. Perubahan itu tak bisa dipungkiri penyebabnya karena kondisi ekonomi. Selain masalah internal. Hubungan emosional antara anak, cucu, menantu, dan mertua. Ada juga masalah eksternal. Di mana situasi dan kondisi di kampung mertua berubah 100%. Kampung yang dulunya sepi sekarang jadi ramai.
Untuk masalah internal. Saya tidak akan mengumbarnya ke publik. Biarlah itu menjadi konsumsi pribadi. Toh, semua orang memiliki privasi yang tak bisa seenaknya diketahui umum. Lagian saya ini bukan siapa-siapa. Bukan artis bukan pejabat. Apa untungnya teman-teman tahu masalah pribadi orang. Emang teman-teman sendiri nggak punya masalah.
Yang saya posting di sini. Mending yang eksternal saja. Yang renyah-renyah. Yang siapa pun boleh membaca dan mengetahui. Siapa tahu kisah dan pengalaman yang saya bagikan kali ini bisa jadi teman ngopi teman-teman di kala senggang. Atau di saat teman-teman sedang menuju peraduan. Hidup jangan dibikin ribet. Mari lemaskan otot-otot yang tegang dengan melumat bacaan ringan.
Ada 3 kisah yang akan saya ceritakan ke teman-teman pada kesempatan kali ini. Yang dua ada hubungannya dengan makanan. Yang satu ada hubungannya dengan objek wisata. Yang pertama saya kupas yang ada hubungannnya dengan objek wisata dulu. Yang terkait makanan kita bahas terakhir. Kan enaknya juga begitu. Wisata dulu. Jalan-jalan dulu. Habis healing cuci mata. Baru makan-makan.
Semenjak adanya otonomi daerah. Adanya pemisahan kota dan kabupaten. Kampung mertua yang tadinya tak tersentuh oleh pembangunan. Selama 4-5 tahun belakangan mengalami perubahan. Dulu yang jalannya rusak penuh bebatuan. Sekarang full aspal dan beton. Di beberapa titik terdapat spot dan area yang recommended buat foto selfie. Setelah adanya pemekaran, kampung mertua jadi destinasi wisata yang memanjakan mata.
Sekarang mari kita beralih ke soal makanan. Di kampung mertua ada dua makanan favorit yang kalau tidak sampai mencicipinya. Saya akan terus dihantui rasa penasaran. Makanan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah mie ayam dan bubur ayam. Kemarin selama pandemi saya jarang main ke rumah mertua. Kirain saya yang jual mie ayam masih ada. Ternyata yang jual mie ayam sekarang sudah ganti.
Tempat jualannya sebenarnya masih sama di situ. Tapi yang dulu jualan sudah nggak jualan lagi. Yang sekarang jualan justru pemilik lapak. Kalau soal rasa nggak beda jauh. Sama kayak mie ayam yang dulu. Hanya beda harga dan topping saja. Terakhir harga bubur ayam yang pakai irisan pindang telur. Yang artikelnya pernah saya tulis dua tahun lalu. Penjualnya masih sama. Cuma harganya sekarang jadi naik. Dulu harganya Rp 6000 perporsi. Sekarang jadi Rp 8000 perporsi.
Untuk masalah internal. Saya tidak akan mengumbarnya ke publik. Biarlah itu menjadi konsumsi pribadi. Toh, semua orang memiliki privasi yang tak bisa seenaknya diketahui umum. Lagian saya ini bukan siapa-siapa. Bukan artis bukan pejabat. Apa untungnya teman-teman tahu masalah pribadi orang. Emang teman-teman sendiri nggak punya masalah.
Yang saya posting di sini. Mending yang eksternal saja. Yang renyah-renyah. Yang siapa pun boleh membaca dan mengetahui. Siapa tahu kisah dan pengalaman yang saya bagikan kali ini bisa jadi teman ngopi teman-teman di kala senggang. Atau di saat teman-teman sedang menuju peraduan. Hidup jangan dibikin ribet. Mari lemaskan otot-otot yang tegang dengan melumat bacaan ringan.
Ada 3 kisah yang akan saya ceritakan ke teman-teman pada kesempatan kali ini. Yang dua ada hubungannya dengan makanan. Yang satu ada hubungannya dengan objek wisata. Yang pertama saya kupas yang ada hubungannnya dengan objek wisata dulu. Yang terkait makanan kita bahas terakhir. Kan enaknya juga begitu. Wisata dulu. Jalan-jalan dulu. Habis healing cuci mata. Baru makan-makan.
Semenjak adanya otonomi daerah. Adanya pemisahan kota dan kabupaten. Kampung mertua yang tadinya tak tersentuh oleh pembangunan. Selama 4-5 tahun belakangan mengalami perubahan. Dulu yang jalannya rusak penuh bebatuan. Sekarang full aspal dan beton. Di beberapa titik terdapat spot dan area yang recommended buat foto selfie. Setelah adanya pemekaran, kampung mertua jadi destinasi wisata yang memanjakan mata.
Sekarang mari kita beralih ke soal makanan. Di kampung mertua ada dua makanan favorit yang kalau tidak sampai mencicipinya. Saya akan terus dihantui rasa penasaran. Makanan tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah mie ayam dan bubur ayam. Kemarin selama pandemi saya jarang main ke rumah mertua. Kirain saya yang jual mie ayam masih ada. Ternyata yang jual mie ayam sekarang sudah ganti.
Tempat jualannya sebenarnya masih sama di situ. Tapi yang dulu jualan sudah nggak jualan lagi. Yang sekarang jualan justru pemilik lapak. Kalau soal rasa nggak beda jauh. Sama kayak mie ayam yang dulu. Hanya beda harga dan topping saja. Terakhir harga bubur ayam yang pakai irisan pindang telur. Yang artikelnya pernah saya tulis dua tahun lalu. Penjualnya masih sama. Cuma harganya sekarang jadi naik. Dulu harganya Rp 6000 perporsi. Sekarang jadi Rp 8000 perporsi.