Jangan Pernah Berhenti Menolong dan Membantu Orang yang Membutuhkan
LAGI sakit. Sakit berat. Dalam kondisi lemah tak berdaya. Tiba-tiba ada orang yang datang ke rumah minta tolong. Minta bantuan. Terus ditolong, dibantu. Walau pun sebenarnya dia juga butuh pertolongan. Butuh bantuan. Kira-kira, ada nggak orang yang seperti itu? Ada. Cuma tidak banyak. Hitungan saya, dari 10 orang paling 2 sampai 3 orang.
Yang 2 atau 3 orang itu. Salah satunya adalah guru spiritual saya. Pemilik sebuah pesantren. Pemilik sekolah SMP Islam baru. Siswanya dari tahun ke tahun mulai meningkat. Kebanyakan santri yang mondok di pesantren. Siang belajar pendidikan formal. Malam belajar agama. Bedah kitab kuning. Nahwu shorof. Saya sendiri pernah mondok di pesantren beliau. Tapi sebentar. Dulu ketika SD.
Sebenarnya saya malu. Sudah dua kali datang ke pesantren. Dengan tujuan yang sama. Minta diobatin karena mengalami penyakit non medis. Beliau, guru spiritual saya, sedang dalam keadaan sakit. Saya sendiri tahu. Meski usianya masih terbilang muda, belum terlalu sepuh untuk ukuran seorang Kyai. Beliau menderita penyakit yang sampai sekarang belum bisa disembuhkan.
Tapi karena penyakit yang saya alami, selama ini yang bisa menyembuhkan hanya beliau (dengan izin Allah SWT pastinya), terpaksa saya datang ke pesantren. Waktu yang pertama, beliau lagi sakit biasa, sakit yang selama ini diderita olehnya. Yang kedua, beliau lagi sakit bisul dekat (maaf) dubur. Waktu saya minta diobatin. Beliau lagi meraung-raung kesakitan. Efek habis terapi bisulnya disedot oleh lintah.
Yang luar biasanya. Dalam kondisi terbaring di atas dipan, beliau bersedia menolong dan membantu saya dengan meniupkan doa-doa ke botol mineral yang saya bawa. Terus yang bikin saya malu semalu-malunya. Dan mudah-mudahan bisa jadi renungan kita semua. Dalam keadaan sakit sekalipun. Menurut penuturan istri beliau yang setia mendampingi di sampingnya. Dalam kondisi lemah tak berdaya beliau tidak pernah berhenti bermunajat. Setiap malam beliau selalu bangun jam 1 dini hari untuk melaksanakan sholat tahajud.
Saya tahu. Bahkan sadar sesadar-sadarnya. Level saya dengan beliau ibarat bumi dan langit. Beliau seorang Kyai, santrinya banyak, pesantrennya terkenal. Sementara saya, sholat masih suka nunda-nunda. Ngaji kadang tergantung mood. Dzikir sekedarnya. Disuruh ngamalin wirid tertentu nggak pernah serius. Untuk mencapai puncak makrifat rasanya masih jauh.
Namun dari apa yang dilakukan beliau selama ini. Yang saya dengar dan lihat sendiri langsung. Saya benar-benar mendapat sebuah pelajaran yang sangat berharga. Khususnya soal keimanan dan amal kebaikan. Bahwa dalam situasi dan kondisi apa pun jangan pernah meninggalkan sholat. Jangan pernah berhenti menolong dan membantu orang yang membutuhkan.
Yang 2 atau 3 orang itu. Salah satunya adalah guru spiritual saya. Pemilik sebuah pesantren. Pemilik sekolah SMP Islam baru. Siswanya dari tahun ke tahun mulai meningkat. Kebanyakan santri yang mondok di pesantren. Siang belajar pendidikan formal. Malam belajar agama. Bedah kitab kuning. Nahwu shorof. Saya sendiri pernah mondok di pesantren beliau. Tapi sebentar. Dulu ketika SD.
Sebenarnya saya malu. Sudah dua kali datang ke pesantren. Dengan tujuan yang sama. Minta diobatin karena mengalami penyakit non medis. Beliau, guru spiritual saya, sedang dalam keadaan sakit. Saya sendiri tahu. Meski usianya masih terbilang muda, belum terlalu sepuh untuk ukuran seorang Kyai. Beliau menderita penyakit yang sampai sekarang belum bisa disembuhkan.
Tapi karena penyakit yang saya alami, selama ini yang bisa menyembuhkan hanya beliau (dengan izin Allah SWT pastinya), terpaksa saya datang ke pesantren. Waktu yang pertama, beliau lagi sakit biasa, sakit yang selama ini diderita olehnya. Yang kedua, beliau lagi sakit bisul dekat (maaf) dubur. Waktu saya minta diobatin. Beliau lagi meraung-raung kesakitan. Efek habis terapi bisulnya disedot oleh lintah.
Yang luar biasanya. Dalam kondisi terbaring di atas dipan, beliau bersedia menolong dan membantu saya dengan meniupkan doa-doa ke botol mineral yang saya bawa. Terus yang bikin saya malu semalu-malunya. Dan mudah-mudahan bisa jadi renungan kita semua. Dalam keadaan sakit sekalipun. Menurut penuturan istri beliau yang setia mendampingi di sampingnya. Dalam kondisi lemah tak berdaya beliau tidak pernah berhenti bermunajat. Setiap malam beliau selalu bangun jam 1 dini hari untuk melaksanakan sholat tahajud.
Saya tahu. Bahkan sadar sesadar-sadarnya. Level saya dengan beliau ibarat bumi dan langit. Beliau seorang Kyai, santrinya banyak, pesantrennya terkenal. Sementara saya, sholat masih suka nunda-nunda. Ngaji kadang tergantung mood. Dzikir sekedarnya. Disuruh ngamalin wirid tertentu nggak pernah serius. Untuk mencapai puncak makrifat rasanya masih jauh.
Namun dari apa yang dilakukan beliau selama ini. Yang saya dengar dan lihat sendiri langsung. Saya benar-benar mendapat sebuah pelajaran yang sangat berharga. Khususnya soal keimanan dan amal kebaikan. Bahwa dalam situasi dan kondisi apa pun jangan pernah meninggalkan sholat. Jangan pernah berhenti menolong dan membantu orang yang membutuhkan.