Wajah Penjual Pecel Lele Mirip Virgoun Vokalis Last Child
SALAH prediksi. Kirain saya nggak bakalan hujan. Waktu main ke rumah teman, mau ngasih jangkrik, dan nawarin sepeda. Hujan turun lumayan deras. Saya jadi kelimpungan. Saya nggak bawa jas hujan. Kalau dipaksakan pulang. Kita bakalan basah kuyup. Tapi kita harus tetap pulang. Teman sayanya nggak ada. Kata istrinya, dia lagi ikut pengajian.
Diluar rencana. Sambil menunggu hujan reda. Selepas sholat isya di masjid dekat kampus. Kita singgah dan berteduh dulu di pecel lele samping pom bensin. Ada hikmahnya kita makan malam di sana. Saya jadi punya bahan buat bikin artikel hari ini. Beberapa waktu ke belakang, kalau teman-teman perhatikan, saya seringnya bikin artikel kategori diary. Kategori kulinernya jarang.
Mumpung dapat bahan baru. Layaknya nasi, sambal, lalap, dan pecel lele yang saya pesan. Bahan yang ini akan saya lahap habis. Pecel lele dekat pom bensin yang saya singgahi. Sebenarnya bukan pecel lele baru. Saya sudah sering beli di sini. Namun seingat saya, baru kali ini saya makan langsung di tempat. Sebelum-sebelumnya, entah itu pesan ikan lele, daging ayam, atau bebek goreng (tanpa nasi) biasanya suka dibungkus.
Gara-gara hujan dan makan pecel lele di tempat. Saya akhirnya jadi tahu, pecel lele dekat pom bensin, porsi nasinya banyak. Saya pesan dua porsi dengan menu yang sama. Satu piring untuk saya. Satu piring lagi untuk anak dan istri saya. Berhubung di luar rencana. Kalau nggak hujan tadinya mau pesan nasi goreng. Saya pesannya dua porsi. Tapi pesan dua porsi juga sudah kenyang. Kalau pesan tiga porsi nggak bakalan habis.
Selain porsinya banyak. Nasinya juga bagus. Warnanya putih. Beda dengan pecel lele yang lain. Sudah porsinya sedikit. Nasinya juga jelek. Warnanya kusam. Apalagi kalau dibandingin dengan penjual sate yang saya beli kemarin. Yang kebetulan kita makan di tempat juga. Nasinya itu kayak dari beras murah. Teksturnya kasar, warnanya kusam agak ke kuning-kuningan. Pas dimakan itu nggak enak di mulut.
Apakah ada hubungannya dengan lokasi jualan. Lapak pecel lele ini kebetulan berada di lahan parkir toko sembako. Di mana yang saya tahu toko sembako ini menyediakan aneka jenis beras dari harga yang termurah sampai harga yang termahal. Terus si abang pecel lele beli berasnya di sini. Beli beras yang paling bagus untuk memanjakan pelanggan. Saya sendiri kurang tahu.
Yang pasti, pecel lele di dekat pom bensin menurut saya sangat recommended buat kita yang ingin makan malam dengan harga murah tapi kenyang. Sebagai tambahan, si abang pecel lele ini sangat aktraktif dan komunikatif. Matematikanya juga pinter. Dia menghitung jumlah pesanan nggak pakai kalkulator melainkan ditalar. Udah gitu ada unsur entertainment-nya. Wajah penjual pecel lele mirip Virgoun vokalis Last Child.
Diluar rencana. Sambil menunggu hujan reda. Selepas sholat isya di masjid dekat kampus. Kita singgah dan berteduh dulu di pecel lele samping pom bensin. Ada hikmahnya kita makan malam di sana. Saya jadi punya bahan buat bikin artikel hari ini. Beberapa waktu ke belakang, kalau teman-teman perhatikan, saya seringnya bikin artikel kategori diary. Kategori kulinernya jarang.
Mumpung dapat bahan baru. Layaknya nasi, sambal, lalap, dan pecel lele yang saya pesan. Bahan yang ini akan saya lahap habis. Pecel lele dekat pom bensin yang saya singgahi. Sebenarnya bukan pecel lele baru. Saya sudah sering beli di sini. Namun seingat saya, baru kali ini saya makan langsung di tempat. Sebelum-sebelumnya, entah itu pesan ikan lele, daging ayam, atau bebek goreng (tanpa nasi) biasanya suka dibungkus.
Gara-gara hujan dan makan pecel lele di tempat. Saya akhirnya jadi tahu, pecel lele dekat pom bensin, porsi nasinya banyak. Saya pesan dua porsi dengan menu yang sama. Satu piring untuk saya. Satu piring lagi untuk anak dan istri saya. Berhubung di luar rencana. Kalau nggak hujan tadinya mau pesan nasi goreng. Saya pesannya dua porsi. Tapi pesan dua porsi juga sudah kenyang. Kalau pesan tiga porsi nggak bakalan habis.
Selain porsinya banyak. Nasinya juga bagus. Warnanya putih. Beda dengan pecel lele yang lain. Sudah porsinya sedikit. Nasinya juga jelek. Warnanya kusam. Apalagi kalau dibandingin dengan penjual sate yang saya beli kemarin. Yang kebetulan kita makan di tempat juga. Nasinya itu kayak dari beras murah. Teksturnya kasar, warnanya kusam agak ke kuning-kuningan. Pas dimakan itu nggak enak di mulut.
Apakah ada hubungannya dengan lokasi jualan. Lapak pecel lele ini kebetulan berada di lahan parkir toko sembako. Di mana yang saya tahu toko sembako ini menyediakan aneka jenis beras dari harga yang termurah sampai harga yang termahal. Terus si abang pecel lele beli berasnya di sini. Beli beras yang paling bagus untuk memanjakan pelanggan. Saya sendiri kurang tahu.
Yang pasti, pecel lele di dekat pom bensin menurut saya sangat recommended buat kita yang ingin makan malam dengan harga murah tapi kenyang. Sebagai tambahan, si abang pecel lele ini sangat aktraktif dan komunikatif. Matematikanya juga pinter. Dia menghitung jumlah pesanan nggak pakai kalkulator melainkan ditalar. Udah gitu ada unsur entertainment-nya. Wajah penjual pecel lele mirip Virgoun vokalis Last Child.