Semenjak ada Youtube, Gairah untuk Nonton Piala Dunia jadi Berkurang
SEBELUM ada Youtube. Gelaran Piala Dunia adalah momen yang paling saya tunggu-tunggu. Informasi cuplikan gol dan hasil pertandingan selalu saya pantengin tiap hari selama sebulan penuh. Bahkan bagan pembagian grup dan jadwal pertandingan yang dimuat salah satu surat kabar dari mulai babak penyisihan sampai babak final kala itu. Selalu saya kliping untuk ditempel di dinding rumah atau di pos ronda.
Semenjak ada Youtube, di mana zaman sudah berubah. Gairah untuk menikmati helatan Piala Dunia perlahan mulai berkurang. Setidaknya itu yang saya rasakan. Mungkin karena terlalu banyak informasi yang masuk ke kepala. Mungkin karena faktor usia yang terus bertambah. Mungkin juga karena beban tanggung jawab sebagai ayah sekaligus suami yang harus memilah mana hal-hal penting, mana hal-hal tidak penting.
Jika saya boleh memilih. Hasrat untuk menonton sepakbola harusnya masih membara. Geliat untuk menonton seluruh pertandingan mestinya masih meronta-ronta. Apalagi Piala Dunia kali ini digelar di Indonesia. Timnas U17 kita ikut jadi peserta. Sayang, hasrat dan gairah saya untuk menonton sepakbola makin ke sini makin letih, lemah, dan lesu. Untuk mengembalikan vitalitas. Saya seperti butuh asupan jamu.
Keberadaan penjual koran juga mungkin berpengaruh. Sepanjang gelaran Piala Dunia biasanya hubungan saya dengan penjual koran cukup intens. Tiap hari saya beli koran. Kadang beli sendiri. Kadang dianterin ke rumah. Saat beli atau dianterin itu, kita suka ngobrol jadwal terbaru dan review pertandingan. Paling seru kalau saya dan loper koran punya jagoan yang sama. Status penjual dan pembeli mendadak berubah jadi saudara.
Untuk Piala Dunia kali ini. Saya sudah hilang kontak dengan loper koran langganan saya. Loper koran yang suka antar ke rumah semenjak covid benar-benar hilang komunikasi. Saya nggak tahu kabarnya gimana. Apa sudah meninggal karena corona apa sudah pensiun. Handphone saya juga sudah beberapa kali ganti. Nomer teleponnya sudah nggak ada. Saya benar-benar kehilangan kontak.
Sementara penjual koran yang mangkal di seputaran komplek olahraga. Terakhir ketemu sempat pamitan kalau dia nggak bakalan jualan lagi. Dia mau ikut mertuanya ngurus perusahaan sandal. Gara-gara Youtube (plus Tiktok) omzet penjualan korannya anjlok. Belum dihantam oleh covid. Sudah jatuh tertimpa tangga. Keuntungan dari jualan koran sudah nggak bisa diandalkan lagi.
Dunia begitu cepat berubah. Piala Dunia zaman dulu. Kita bela-belain begadang sampai tengah malam hanya untuk nonton tim kesayangan. Nggak cukup di situ, besoknya kita lahap semua info terkait sepakbola dengan membeli koran. Sementara Piala Dunia zaman sekarang. Kalau nggak sempat nonton pertandingan jam 3 shubuh. Kita masih bisa nonton highlight dan cuplikan golnya di Youtube. Keseruan yang biasa kita nikmati berhari-hari, sekarang bisa kita cicipi dalam waktu 3 sampai 5 menit.
Semenjak ada Youtube, di mana zaman sudah berubah. Gairah untuk menikmati helatan Piala Dunia perlahan mulai berkurang. Setidaknya itu yang saya rasakan. Mungkin karena terlalu banyak informasi yang masuk ke kepala. Mungkin karena faktor usia yang terus bertambah. Mungkin juga karena beban tanggung jawab sebagai ayah sekaligus suami yang harus memilah mana hal-hal penting, mana hal-hal tidak penting.
Jika saya boleh memilih. Hasrat untuk menonton sepakbola harusnya masih membara. Geliat untuk menonton seluruh pertandingan mestinya masih meronta-ronta. Apalagi Piala Dunia kali ini digelar di Indonesia. Timnas U17 kita ikut jadi peserta. Sayang, hasrat dan gairah saya untuk menonton sepakbola makin ke sini makin letih, lemah, dan lesu. Untuk mengembalikan vitalitas. Saya seperti butuh asupan jamu.
Keberadaan penjual koran juga mungkin berpengaruh. Sepanjang gelaran Piala Dunia biasanya hubungan saya dengan penjual koran cukup intens. Tiap hari saya beli koran. Kadang beli sendiri. Kadang dianterin ke rumah. Saat beli atau dianterin itu, kita suka ngobrol jadwal terbaru dan review pertandingan. Paling seru kalau saya dan loper koran punya jagoan yang sama. Status penjual dan pembeli mendadak berubah jadi saudara.
Untuk Piala Dunia kali ini. Saya sudah hilang kontak dengan loper koran langganan saya. Loper koran yang suka antar ke rumah semenjak covid benar-benar hilang komunikasi. Saya nggak tahu kabarnya gimana. Apa sudah meninggal karena corona apa sudah pensiun. Handphone saya juga sudah beberapa kali ganti. Nomer teleponnya sudah nggak ada. Saya benar-benar kehilangan kontak.
Sementara penjual koran yang mangkal di seputaran komplek olahraga. Terakhir ketemu sempat pamitan kalau dia nggak bakalan jualan lagi. Dia mau ikut mertuanya ngurus perusahaan sandal. Gara-gara Youtube (plus Tiktok) omzet penjualan korannya anjlok. Belum dihantam oleh covid. Sudah jatuh tertimpa tangga. Keuntungan dari jualan koran sudah nggak bisa diandalkan lagi.
Dunia begitu cepat berubah. Piala Dunia zaman dulu. Kita bela-belain begadang sampai tengah malam hanya untuk nonton tim kesayangan. Nggak cukup di situ, besoknya kita lahap semua info terkait sepakbola dengan membeli koran. Sementara Piala Dunia zaman sekarang. Kalau nggak sempat nonton pertandingan jam 3 shubuh. Kita masih bisa nonton highlight dan cuplikan golnya di Youtube. Keseruan yang biasa kita nikmati berhari-hari, sekarang bisa kita cicipi dalam waktu 3 sampai 5 menit.