Hujan yang Turun Saat Hari Raya Imlek Begitu Deras dan Menakutkan
LIBUR panjang isra mi’raj dan imlek kali ini bertepatan dengan waktunya panen di sawah. Sebagian padinya malah sudah dijemur di halaman rumah mertua. 5 hari liburan di rumah mertua, 3 harinya saya habiskan buat ikut jemur padi sampai kering. Sisanya saya habiskan buat main badminton dan jalan-jalan lihat laut dari kejauhan bareng anak dan istri.
Seperti liburan-liburan sebelumnya. Setiap kali main ke rumah mertua. Saya hanya bisa menikmati indahnya panorama pantai dari puncak bukit. Tentu lebih enak dan mengesankan menikmati suasana sunset dan sunrise-nya langsung ke pantai. Tapi ekonomi masih kembang kempis. Rupiah yang ada di dompet tidak cukup buat menjelajah dan melusuri sudut-sudut pantai yang cantik nan eksotik.
Sebagai gantinya, biar liburan benar-benar terasa liburan bukan sekedar tidur, makan, dan leyeh-leyeh di kamar, saya dan istri memutuskan untuk ikut ke sawah bantuin mertua panen padi. Tapi apa yang sudah kita rencanakan sehari sebelumnya, pas hari H mendadak buyar. Saat mertua dan tetangga yang mau ikut bantuin panen, sudah berangkat naik mobil jam 7 pagi. Anak masih terlelap di atas kasur. Istri malah nongkrong di depan televisi.
Saya dan istri baru berangkat ke sawah, habis sholat dzuhur setelah makan nasi dan makan bakso dari pedagang bakso keliling yang lewat depan rumah. Begitu sampai di sawah yang jaraknya lumayan cukup jauh. Kita ke sana naik motor bukan jalan kaki. Kita langsung disambut oleh awan gelap yang sudah mulai menggelayut dan geleger suara petir yang samar-samar terdengar dari kejauhan.
Cuaca pun akhirnya tidak mendukung. Rencana bantuin panen benar-benar gagal. Kita berada di sawah tidak sampai setengah jam. Setelah makan dan meyeruput air kelapa muda yang rasanya menyegarkan di dalam gubuk, kita langsung buru-buru pulang. Begitu sampai di rumah, hujan turun dengan derasnya disertai angin yang sangat kencang dan kilatan petir yang sangat mengerikan.
Panen padi yang biasanya beres dalam satu hari terpaksa melar jadi dua hari. Di hari kedua, mestinya saya dan istri pergi ke sawah lagi bantuin mertua, tapi sayang waktunya sudah mepet. Kita harus buru-buru pulang karena besok sudah mulai masuk sekolah. Hari jumatnya ada acara isra mi’raj di sekolah. Orang tua murid semuanya harus hadir tanpa kecuali. Saking mepetnya, kita pulang tanpa pamit terlebih dahulu karena pagi-pagi sekali mertua sudah berangkat ke sawah.
Yang tersisa dan tertinggal dari libur panjang isra mi’raj dan imlek kemarin adalah cerita tentang bagaimana gelapnya suasana di tengah sawah saat hujan deras melanda. Mertua dan tetangga yang bantuin panen berteduh saling berdempetan di dalam gubuk. Juga tentang berita banjir di ibukota dan kota-kota besar di Indonesia yang saya tonton di televisi.
Yang harus saya syukuri. Sekalipun hujan yang turun saat hari raya imlek begitu deras dan menakutkan, alhamdulillah, mertua masih bisa pulang dengan selamat dan bisa melanjutkan panen padi keesokan harinya. Saya, anak, dan istri juga, bisa pulang dengan selamat. Anak sudah mulai masuk sekolah lagi. Istri kemarin sudah ikut acara isra mi’raj. Dan hari ini, saya bisa menceritakan perjalanan libur isra mi'raj dan imlek kemarin ke hadapan teman-teman.
Seperti liburan-liburan sebelumnya. Setiap kali main ke rumah mertua. Saya hanya bisa menikmati indahnya panorama pantai dari puncak bukit. Tentu lebih enak dan mengesankan menikmati suasana sunset dan sunrise-nya langsung ke pantai. Tapi ekonomi masih kembang kempis. Rupiah yang ada di dompet tidak cukup buat menjelajah dan melusuri sudut-sudut pantai yang cantik nan eksotik.
Sebagai gantinya, biar liburan benar-benar terasa liburan bukan sekedar tidur, makan, dan leyeh-leyeh di kamar, saya dan istri memutuskan untuk ikut ke sawah bantuin mertua panen padi. Tapi apa yang sudah kita rencanakan sehari sebelumnya, pas hari H mendadak buyar. Saat mertua dan tetangga yang mau ikut bantuin panen, sudah berangkat naik mobil jam 7 pagi. Anak masih terlelap di atas kasur. Istri malah nongkrong di depan televisi.
Saya dan istri baru berangkat ke sawah, habis sholat dzuhur setelah makan nasi dan makan bakso dari pedagang bakso keliling yang lewat depan rumah. Begitu sampai di sawah yang jaraknya lumayan cukup jauh. Kita ke sana naik motor bukan jalan kaki. Kita langsung disambut oleh awan gelap yang sudah mulai menggelayut dan geleger suara petir yang samar-samar terdengar dari kejauhan.
Cuaca pun akhirnya tidak mendukung. Rencana bantuin panen benar-benar gagal. Kita berada di sawah tidak sampai setengah jam. Setelah makan dan meyeruput air kelapa muda yang rasanya menyegarkan di dalam gubuk, kita langsung buru-buru pulang. Begitu sampai di rumah, hujan turun dengan derasnya disertai angin yang sangat kencang dan kilatan petir yang sangat mengerikan.
Panen padi yang biasanya beres dalam satu hari terpaksa melar jadi dua hari. Di hari kedua, mestinya saya dan istri pergi ke sawah lagi bantuin mertua, tapi sayang waktunya sudah mepet. Kita harus buru-buru pulang karena besok sudah mulai masuk sekolah. Hari jumatnya ada acara isra mi’raj di sekolah. Orang tua murid semuanya harus hadir tanpa kecuali. Saking mepetnya, kita pulang tanpa pamit terlebih dahulu karena pagi-pagi sekali mertua sudah berangkat ke sawah.
Yang tersisa dan tertinggal dari libur panjang isra mi’raj dan imlek kemarin adalah cerita tentang bagaimana gelapnya suasana di tengah sawah saat hujan deras melanda. Mertua dan tetangga yang bantuin panen berteduh saling berdempetan di dalam gubuk. Juga tentang berita banjir di ibukota dan kota-kota besar di Indonesia yang saya tonton di televisi.
Yang harus saya syukuri. Sekalipun hujan yang turun saat hari raya imlek begitu deras dan menakutkan, alhamdulillah, mertua masih bisa pulang dengan selamat dan bisa melanjutkan panen padi keesokan harinya. Saya, anak, dan istri juga, bisa pulang dengan selamat. Anak sudah mulai masuk sekolah lagi. Istri kemarin sudah ikut acara isra mi’raj. Dan hari ini, saya bisa menceritakan perjalanan libur isra mi'raj dan imlek kemarin ke hadapan teman-teman.