Pertama Kali Ikut Sholat Istisqa, Rasanya Kayak Dipanggang.

PANAS banget. Rasanya kayak dipanggang. Seumur-umur baru kemarin saya ikut sholat istisqa bareng istri. Sama tetangga yang lain juga. Lokasinya di lapangan terbuka. Beralaskan terpal. Bawa sejadah masing-masing. Mulainya setelah sholat jumat. Cuaca pas lagi terik-teriknya.

Saya jadi kasihan sama tetangga. Dia nggak pakai peci. Di rumahnya nggak punya peci. Setelah sholat istisqa dia kepikiran buat beli peci. Agar tidak panas, saat dengar ceramah, dia tutupi kepalanya dengan sejadah. Dia duduk bersila di atas terpal. Berhubung sejadah ditarik ke atas. Panasnya nambah jadi dua. Panas kepala sama panas pantat. Pas saya toleh dia kelihatan lagi nyengir.

Pertama-Kali-Ikut-Sholat-Istisqa-Rasanya-Kayak-Dipanggang.jpg

Bukan kali ini saja sebenarnya kemarau panjang melanda. 3 tahun yang lalu kemarau seperti ini pernah terjadi. Pun mundur 3 tahun ke belakang lagi. Bahkan kalau dirunut, seingat saya, waktu saya anak-anak, kemarau seperti ini pernah terjadi juga. Saya masih ingat, waktu itu banyak masyarakat yang bikin sumur dadakan di tengah sawah. Orang sunda bilangnya cangkowek.

Ibarat sebuah siklus. Kemarau panjang akan terus berulang. Cuma waktunya kapan kita nggak tahu. Bisa lebih cepat, bisa juga lebih lama. Tergantung manusianya. Kemarau panjang ini, dengar dari ceramahnya pak ustadz, katanya akibat ulah manusia yang banyak melakukan dosa dan maksiat. Geliat pembangunan juga. Bukit-bukit sekarang jadi rata. Sawah-sawah berubah jadi pemukiman.

Pertama-Kali-Ikut-Sholat-Istisqa-Rasanya-Kayak-Dipanggang.jpg

Saat melaksanakan sholat istisqa saya dipaksa untuk merenung. Di dunia saja panasnya sudah seperti ini. Gimana nanti di padang mahsyar. Nggak kebayang betapa panas dan teriknya. Yang namanya manusia. Selalu terbuai dan tergoda oleh hawa nafsu. Nggak usah jauh-jauh. Yang rumahnya kekeringan di kampung saya banyak. Tapi yang melaksanakan sholat istisqa hanya segelintir.

Saya baru melaksanakan sholat istisqa karena kemarau yang dulu-dulu tidak terlalu berpengaruh. Sebelum menikah, rumah orang tua nggak pernah kekeringan. Setelah menikah, sumur di tempat kontrakan memang sempat kering. Tapi saya masih bisa numpang mandi dan nyuci baju di rumah saudara dan rumah teman. Kalau lagi malas, kadang pesan galon isi ulang. Sekarang, ketika punya rumah sendiri, baru deh ngerasain pentingnya keberadaan air.

Buat anak mandi, cuci piring, cuci baju sebenarnya masih cukup. Pagi-pagi air suka ada. Yang jadi kendala siang dan sore hari. Air dari sumur ngocornya cuma sedikit. Gara-gara kemarau, saya jadi jarang mandi. Ada cerita lucu pas sholat istisqa kemarin. Panitia nyediain aqua gelas. Jaga-jaga kalau kita kehausan. Saking panasnya cuaca siang kemarin. Waktu kita bubar dan minum aqua gelas. Air mineral yang tadinya dingin mendadak jadi hangat.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url