Cerpen Remaja Terbaru 2023 - Gara-Gara Via
JAM 6 pagi saya sudah sampai di rumah saudara dan langsung nongkrong di depan rumahnya.
Orang-orang yang lewat barangkali ngerasa aneh ngelihat tingkah laku saya yang sangat mencurigakan.
Orang lain pada sibuk berangkat kerja. Saya malah celingak celinguk kayak lagi mencari sesuatu.
Pagi itu, seperti info yang saya dapat, Via katanya mau pergi ke kampus. Mau kuliah lagi. Setelah semingguan libur di rumah orang tuanya.
Orang-orang yang lewat barangkali ngerasa aneh ngelihat tingkah laku saya yang sangat mencurigakan.
Orang lain pada sibuk berangkat kerja. Saya malah celingak celinguk kayak lagi mencari sesuatu.
Pagi itu, seperti info yang saya dapat, Via katanya mau pergi ke kampus. Mau kuliah lagi. Setelah semingguan libur di rumah orang tuanya.
Via orangnya introvert. Jarang keluar rumah. Kedatangan Via ke rumah orang tuanya baru diketahui oleh saudara saya 4 hari berselang.
Itu pun nggak disengaja. Via disuruh orang tuanya beli bumbu dapur ke warung. Pada saat yang sama. Saudara saya lagi beli sabun dan pasta gigi.
Karena mereka sahabatan sejak lama, teman main, teman ngaji di madrasah. Sambil belanja itu mereka ngobrol ke sana kemari.
Dari obrolan itulah akhirnya saudara saya tahu kapan Via datang, kapan Via berangkat lagi.
***
Hubungan saya dengan Via selama ini ngegantung. Dibilang putus nggak. Dibilang masih jalan juga nggak.
Saya sendiri nggak tahu. Alasan apa yang membuat Via nggak mau komunikasi lagi dengan saya.
Seandainya saya ketahuan selingkuh. Minimal dia kesal, marah-marah, jambak rambut atau tampar pipi. Tapi ini nggak.
Selama saya menjalin hubungan dengan Via. Saya belum pernah kepergok jalan dengan perempuan lain.
Karena nggak ada kejelasan. Akhirnya saya berspekulasi. Via nggak mau menjalin hubungan lagi dengan saya mungkin karena status ekonomi.
Via anak orang kaya. Sementara saya, anak orang miskin, status saya pengangguran.
Tapi apa iya itu yang mendasari Via menjauhi saya. Rasanya nggak juga.
Gara-gara Via. Saya jadi suka begadang tiap malam. Gara-gara Via. Saya jadi orang paling konyol sedunia.
Saya nunggu kepastian dari Via kurang lebih 5 tahun. Mulai dari Via kelas 3 SMP sampai Via masuk kuliah.
Selama kurun waktu 5 tahun itu aktifitas yang saya lakukan setiap hari hanya melamun dan melamun. Merenung dan merenung.
***
Saya ini anak brokenhome. Usaha orang tua bangkrut. Rumah orang tua disita. Saya hidup terkatung-katung. Setiap hari saya tidur di rumah bibi.
Kalau gerah dan lapar, saya numpang mandi dan numpang makan di rumah teman.
Satu-satunya kekuatan yang membuat saya tidak putus asa adalah Via. Via itu buat saya seperti malaikat. Buat saya Via adalah bidadari.
Tiap ketemu Via. Ngobrol berdua dengan Via. Saya seperti mendapat limpahan energi baru.
Gara-gara digantung oleh Via. Ritme hidup saya jadi kacau. Dunia yang selama ini saya lihat penuh warna mendadak jadi abu-abu.
Saya seperti hidup di dalam selubung.
Saya yang dulu seorang pemberani mendadak jadi penakut.
Dulu, kalau ada apa-apa saya suka main hajar. Main gas.
Sekarang kalau mau ngelakuin apa-apa, saya selalu hati-hati. Saya selalu ragu-ragu.
Kalau gerah dan lapar, saya numpang mandi dan numpang makan di rumah teman.
Satu-satunya kekuatan yang membuat saya tidak putus asa adalah Via. Via itu buat saya seperti malaikat. Buat saya Via adalah bidadari.
Tiap ketemu Via. Ngobrol berdua dengan Via. Saya seperti mendapat limpahan energi baru.
Gara-gara digantung oleh Via. Ritme hidup saya jadi kacau. Dunia yang selama ini saya lihat penuh warna mendadak jadi abu-abu.
Saya seperti hidup di dalam selubung.
Saya yang dulu seorang pemberani mendadak jadi penakut.
Dulu, kalau ada apa-apa saya suka main hajar. Main gas.
Sekarang kalau mau ngelakuin apa-apa, saya selalu hati-hati. Saya selalu ragu-ragu.
***
"Besok pagi dia mau berangkat ke kampus. Kalau pengen ketemu. Besok kamu ke sini pagi-pagi. Tapi jangan bilang kamu tahu dari saya. Entar dia marah."
Waktu dikasih tahu saudara bahwa Via sedang ada di rumah orang tuanya. Sedang pulang liburan.
Saya senangnya minta ampun. Ini yang selama ini saya tunggu-tunggu. Saya ingin ketemu.
Saya ingin melepas rasa penasaran. Apakah kita masih berhubungan atau sudah putus.
Saat Via keluar rumah. Jalan kaki mengenakan jilbab, tas selempang, dan sepatu hitam.
Saya buru-buru menghidupi motor saya.
Saya tancap gas ambil jalan memutar dengan maksud mencegat Via di depan gang yang mengarah ke jalan besar.
Begitu sampai di mulut gang. Via tampak terkejut sekali. Bibirnya yang tipis dan manis mendadak cemberut.
"Mau ke kampus ya. Ayo, saya antar" di depan mulut gang itu. Saya coba membujuk Via. Tapi Via sepertinya ogah.
"Nggak ah. Saya mau naik ojek saja!" Via tampak gusar.
"Kenapa? Ada yang mau saya obrolin. Biar semuanya jelas. Biar kita nggak salah paham." Bujuk saya, ngeyel.
"Ngobrol apa. Saya buru-buru nih takut kesiangan. Saya mau naik ojek"
Waktu saya sedang merayu Via agar mau diantar sama saya ke kampus. Tiba-tiba tukang ojek yang dipanggil Via datang menghampiri.
Karena segala bujuk rayu yang saya ucapkan ke Via nggak mempan. Via tetap bersikukuh pengen naik ojek. Akhirnya saya pasrah.
"Ya udah kalo gitu, maaf kalau saya sudah menganggu"
Begitu saya menghidupkan motor. Mau bergegas meninggalkan Via. Tiba-tiba Via bilang sama tukang ojek.
"Maaf pak, nggak jadi. Saya pergi sama ini saja"
Harusnya kita berhenti di satu tempat. Di warung, di cafe, atau di mana saja yang sekiranya enak buat ngobrol.
Tapi, berhubung situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Via sepertinya enggan berlama-lama ngobrol dengan saya.
Saya ngungkapin perasaan dan rasa penasaran saya saat dalam perjalanan.
Saat itu saya bilang...
"Kenapa menghilang. Saya ini salah apa. Selama kita menjalin hubungan saya belum pernah melakukan hal-hal yang kurang ajar"
Via masih diam. Mungkin lagi mencari kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari saya.
Saya lanjut lagi...
"Kalau dulu saya pernah mau cium kamu. Dan kamu benci akan hal itu. Saya minta maaf. Waktu itu kan kamu nggak mau. Terus setelah kejadian itu saya nggak pernah bikin ulah lagi"
Jujur, saya pernah merayu dia untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama. Tapi Via berontak.
Di situ saya langsung sadar. Via itu bukan buat dijadikan pacar. Tapi buat calon istri.
Semenjak Via menolak ajakan saya. Saya tidak pernah berusaha memaksa Via. Tidak pernah berusaha menyakiti Via.
"O iya, kalau kamu sakit hati dengan kata-kata saya. Dengan ucapan-ucapan saya yang saya tulis lewat surat. Saya juga minta maaf. Saya benar-benar bingung. Saya lagi kalut"
Setengah jam perjalanan. Via tetap bungkam. Tak ada satu pun kalimat yang terlontar dari bibir Via.
"Tolong kasih saya kesempatan lagi. Saya janji akan berusaha lebih baik. Saya mohon. Saya pengen kita seperti dulu. Saya benar-benar serius. Saya cinta sama kamu."
Saya ingin melepas rasa penasaran. Apakah kita masih berhubungan atau sudah putus.
Saat Via keluar rumah. Jalan kaki mengenakan jilbab, tas selempang, dan sepatu hitam.
Saya buru-buru menghidupi motor saya.
Saya tancap gas ambil jalan memutar dengan maksud mencegat Via di depan gang yang mengarah ke jalan besar.
Begitu sampai di mulut gang. Via tampak terkejut sekali. Bibirnya yang tipis dan manis mendadak cemberut.
"Mau ke kampus ya. Ayo, saya antar" di depan mulut gang itu. Saya coba membujuk Via. Tapi Via sepertinya ogah.
"Nggak ah. Saya mau naik ojek saja!" Via tampak gusar.
"Kenapa? Ada yang mau saya obrolin. Biar semuanya jelas. Biar kita nggak salah paham." Bujuk saya, ngeyel.
"Ngobrol apa. Saya buru-buru nih takut kesiangan. Saya mau naik ojek"
Waktu saya sedang merayu Via agar mau diantar sama saya ke kampus. Tiba-tiba tukang ojek yang dipanggil Via datang menghampiri.
Karena segala bujuk rayu yang saya ucapkan ke Via nggak mempan. Via tetap bersikukuh pengen naik ojek. Akhirnya saya pasrah.
"Ya udah kalo gitu, maaf kalau saya sudah menganggu"
Begitu saya menghidupkan motor. Mau bergegas meninggalkan Via. Tiba-tiba Via bilang sama tukang ojek.
"Maaf pak, nggak jadi. Saya pergi sama ini saja"
***
Harusnya kita berhenti di satu tempat. Di warung, di cafe, atau di mana saja yang sekiranya enak buat ngobrol.
Tapi, berhubung situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Via sepertinya enggan berlama-lama ngobrol dengan saya.
Saya ngungkapin perasaan dan rasa penasaran saya saat dalam perjalanan.
Saat itu saya bilang...
"Kenapa menghilang. Saya ini salah apa. Selama kita menjalin hubungan saya belum pernah melakukan hal-hal yang kurang ajar"
Via masih diam. Mungkin lagi mencari kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan dari saya.
Saya lanjut lagi...
"Kalau dulu saya pernah mau cium kamu. Dan kamu benci akan hal itu. Saya minta maaf. Waktu itu kan kamu nggak mau. Terus setelah kejadian itu saya nggak pernah bikin ulah lagi"
Jujur, saya pernah merayu dia untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama. Tapi Via berontak.
Di situ saya langsung sadar. Via itu bukan buat dijadikan pacar. Tapi buat calon istri.
Semenjak Via menolak ajakan saya. Saya tidak pernah berusaha memaksa Via. Tidak pernah berusaha menyakiti Via.
"O iya, kalau kamu sakit hati dengan kata-kata saya. Dengan ucapan-ucapan saya yang saya tulis lewat surat. Saya juga minta maaf. Saya benar-benar bingung. Saya lagi kalut"
Setengah jam perjalanan. Via tetap bungkam. Tak ada satu pun kalimat yang terlontar dari bibir Via.
"Tolong kasih saya kesempatan lagi. Saya janji akan berusaha lebih baik. Saya mohon. Saya pengen kita seperti dulu. Saya benar-benar serius. Saya cinta sama kamu."
***
Pagi itu. Di momen yang paling saya tunggu-tunggu itu.
Hanya dua kalimat yang terucap dari bibir Via saat kita sudah sampai di tujuan.
Dua kalimat yang benar-benar diluar perkiraan. Saya masih ingat, dua kalimat itu bunyinya seperti ini:
"Nggak usah diantar ke kampus. Cukup sampai bunderan saja"
"Nggak usah mikirin saya lagi. Kita sudah bukan siapa-siapa lagi"
Pas dengar dua kalimat itu. Hati saya nyesek banget.
Dua kalimat itu mestinya tidak terucap dari sosok Via yang selama ini saya cinta.
Entah apa yang ada dalam pikiran Via sampai harus mengucapkan dua kalimat itu.
Kecewa kah. Sakit hati kah. Atau sudah ada pria lain yang mampu menghiasi hari-harinya.
Saya tidak tahu.
Yang saya tahu, saat mengantar Via ke bunderan. Di bunderan sedang ada razia gabungan.
Anggota PJR dan DLLAJR sedang sibuk mencegat berbagai macam kendaraan.
Saat nganter Via ke bunderan itu. Saya tidak pakai helm. SIM saya sudah habis masa berlakunya.