Cerita Pendek: Calon Bidadari
IA termasuk anak muda yang beruntung. Ayahnya adalah seorang pengusaha barang-barang kreditan. Mau kredit perabotan rumah tangga seperti: kasur, lemari, piring, setrika, kipas angin, dan alat-alat elektronik lainnya. Tinggal pesan ke ayahnya. Besok atau lusa, barang yang dipesan sudah ada di depan rumah.
Suatu hari, ia diajak ayahnya pergi ke kabupaten. Oleh ayahnya, ia diajarkan gimana caranya berdagang dengan sistem kredit. Rencananya, nanti kampung-kampung yang ada di kabupaten, ia yang pegang. Kampung-kampung yang ada di kota, ayahnya yang pegang. Istilah zaman sekarang mungkin bagi-bagi tugas.
Selama dua minggu ia terus menggikuti ayahnya. Diajarin gimana caranya jualan. Gimana caranya ngerayu konsumen baru. Gimana caranya menagih uang cicilan.
Lama kelamaan, ia pun paham. Ia tahu gimana caranya agar konsumen lama ambil kreditan lagi. Ia tahu gimana caranya konsumen baru kredit barangnya lebih dari satu.
Tapi ada satu yang ia tidak tahu. Di salah satu kampung yang sering ia datangi. Tuhan sudah menyiapkan calon bidadari untuknya.
Awalnya ia sedang dikerubuti oleh ibu-ibu. Mereka sedang memilih dan memilah barang-barang yang ia jajakan.
Saat sedang melayani mereka. Tiba-tiba datang seorang gadis menanyakan cermin. Cermin miliknya katanya sudah retak.
“Cerminnya yang gimana, Neng? Yang ukuran besar atau ukuran sedang?” Tanpa perasaan apa-apa, ia menanyakan jenis dan ukuran cermin pada gadis tersebut.
“Yang itu tuh, Mang. Yang bisa dipegang dan bisa dibawa ke mana-mana.” Jawab gadis tersebut dengan lembut.
“Oh, iya. Insyaalloh besok atau lusa saya kesini lagi. Hari ini kebetulan nggak bawa” Tukas ia meyakinkan pada sang gadis.
“Iya, Mang. Yang warna merah ya bingkainya. Tapi kalau nggak ada, yang warna pink juga boleh” Jawab si gadis.
Dari pesanan cermin itulah. Kisah cinta mereka berdua dimulai. Mereka berdua kemudian menjalin hubungan. Kedua orang tua mereka pun setuju. Seiring berjalannya waktu, ketika ia dan gadis tersebut sudah sama-sama serius. Mereka berdua kemudian memutuskan untuk menikah.
Suatu hari, ia diajak ayahnya pergi ke kabupaten. Oleh ayahnya, ia diajarkan gimana caranya berdagang dengan sistem kredit. Rencananya, nanti kampung-kampung yang ada di kabupaten, ia yang pegang. Kampung-kampung yang ada di kota, ayahnya yang pegang. Istilah zaman sekarang mungkin bagi-bagi tugas.
Selama dua minggu ia terus menggikuti ayahnya. Diajarin gimana caranya jualan. Gimana caranya ngerayu konsumen baru. Gimana caranya menagih uang cicilan.
Lama kelamaan, ia pun paham. Ia tahu gimana caranya agar konsumen lama ambil kreditan lagi. Ia tahu gimana caranya konsumen baru kredit barangnya lebih dari satu.
Tapi ada satu yang ia tidak tahu. Di salah satu kampung yang sering ia datangi. Tuhan sudah menyiapkan calon bidadari untuknya.
***
Awalnya ia sedang dikerubuti oleh ibu-ibu. Mereka sedang memilih dan memilah barang-barang yang ia jajakan.
Saat sedang melayani mereka. Tiba-tiba datang seorang gadis menanyakan cermin. Cermin miliknya katanya sudah retak.
“Cerminnya yang gimana, Neng? Yang ukuran besar atau ukuran sedang?” Tanpa perasaan apa-apa, ia menanyakan jenis dan ukuran cermin pada gadis tersebut.
“Yang itu tuh, Mang. Yang bisa dipegang dan bisa dibawa ke mana-mana.” Jawab gadis tersebut dengan lembut.
“Oh, iya. Insyaalloh besok atau lusa saya kesini lagi. Hari ini kebetulan nggak bawa” Tukas ia meyakinkan pada sang gadis.
“Iya, Mang. Yang warna merah ya bingkainya. Tapi kalau nggak ada, yang warna pink juga boleh” Jawab si gadis.
Dari pesanan cermin itulah. Kisah cinta mereka berdua dimulai. Mereka berdua kemudian menjalin hubungan. Kedua orang tua mereka pun setuju. Seiring berjalannya waktu, ketika ia dan gadis tersebut sudah sama-sama serius. Mereka berdua kemudian memutuskan untuk menikah.