Kwetiau Pesanan Saya Harus Jadi Korban

Kwetiau-Pesanan-Saya-Harus-Jadi-Korban
KRITIKAN
itu sebenarnya vitamin bukan racun. Dia akan membuat orang yang dikritik baik itu badannya, perusahaanya, atau jualannya, menjadi sehat, maju, laris, kuat dan kebal terhadap berbagai macam penyakit atau serangan yang terjadi diluar kendali. Orang yang dikritik harus berterima kasih karena dia sudah dikasih suplemen yang menyehatkan dan menyegarkan buat perkembangan dirinya di masa depan.

Tapi orang yang mengkritik juga harus bisa memposisikan dan menyesuaikan dirinya di tempat dan waktu yang tepat. Bahasa dan media yang digunakan untuk mengkritik harus benar-benar sinkron dengan situasi dan keadaan. Jangan asal bunyi, asal jeplak. Apalagi kalau kritikannya didadasari rasa sayang, kasihan, ikatan emosional dan historis sejarah yang cukup panjang. Kritikannya harus benar-benar bernas. Tidak menggurui apalagi menyakiti.

Sayangnya, apa yang terjadi di lapangan, yang mengkritik dan dikritik ibarat tikus dengan kucing. Selalu tak searah, tak sejalan, tak sepaham, bahkan tak jarang berujung dengan cakar-cakaran. Yang dikritik tidak suka dikasih saran, tidak mau dikasih masukan, merasa diri sudah benar sudah sempurna. Begitu pun dengan yang mengkritik. Sering merasa diri paling benar, paling dewasa, paling berpengalaman. Suka menganggap remeh dan memandang rendah orang yang dikritik.

Kwetiau-Pesanan-Saya-Harus-Jadi-Korban

Yang perlu kita catat, kita ingat-ingat, dan tidak boleh kita lupakan tentu saja, akibat dari kritik mengkritik ini, biasanya suka ada sesuatu yang harus dikorbankan. Harus ada orang, benda, lembaga, divisi, ornamen, onderdil, atau biaya yang mau tidak mau harus dipangkas, dikurangi, ditinggalkan, dihapus bahkan dihilangkan.

Oleh sebab itu orang yang mengkritik dan dikritik harus punya kesiapan mental, sikap yang objektif, seimbang, selaras, fikiran jernih, lapang dada, sadar akan kekurangan dan kekhilafan, menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas. Jangan sampai dari kritik mengkritik ini sesuatu yang dikorbankan ternyata cuma dijadikan kambing hitam karena emosi sesaat atau gengsi yang tak ketulungan.

Jika postingan saya ini ketinggian. Anda susah untuk mencernanya. Baiklah, saya akan sederhanakan soal kritik mengkritik ini dengan kejadian yang saya alami dua hari ke belakang. Waktu itu saya mau beli kwetiau di tukang nasi goreng langganan saya. Waktu saya datang ke sana kebetulan lagi banyak yang makan. Kurang lebih 5 orang. Mereka sepertinya dari luar kota yang kebetulan sedang lewat.

Ketika mereka sudah selesai makan, salah satu dari mereka ada yang nanya tissue dan tusuk gigi. Sama si mas tukang nasi gorengnya dijawab tidak ada. Tissue dan tusuk gigi ini menurut saya adalah sebuah kritikan yang sangat bagus. Selama saya berlangganan ke si mas, dari dulu sampai sekarang, si mas tidak pernah menyediakan tissue dan tusuk gigi. Setelah dikritik sama yang beli, besok-besok si mas harusnya sudah menyediakan tissue dan tusuk gigi.

Yang jadi masalah, yang beli ini mengkritik si mas sambil mengerutu dan marah-marah. Kritikan yang harusnya menjadi vitamin ini akhirnya malah menjadi racun. Efeknya si mas jadi grogi, jadi hilang konsentrasi. Alhasil, kwetiau yang saya beli, saya makan bareng anak dan istri, rasanya hambar. Tidak kerasa apa-apa. Gara-gara kritikan yang kurang elegan dan si mas yang tidak siap menerima kritikan, kwetiau pesanan saya harus jadi korban.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url