Irisan Pindang Telor
MASIH soal makanan. Kali ini saya ingin ngebahas bubur ayam. Di rumah mertua jarang ada yang jual bubur ayam. Kalau yang jual serabi, leupeut, bacang, gorengan, banyak. Setiap bangun pagi. Sarapannya kalau tidak serabi, pastinya leupeut, bacang dan gorengan. Seingat saya, dulu ada yang jual bubur ayam. Mangkalnya sama di perempatan. Tapi umurnya nggak panjang. Bubur ayam di kampung mertua peminatnya sedikit.
Di kampung mertua mayoritas masyarakatnya petani. Setiap hari ke sawah dan ke kebun. Sebagai petani tentu saja butuh energi yang banyak. Sebelum berangkat harus makan nasi. Kalau sarapan bubur ayam nutrisinya tidak cukup. Ada pameo yang beredar di masyarakat. Jam 6 sarapan bubur. Jam 9 sudah lapar lagi. Beda kalau makan nasi. Makan setengah piring saja. Bisa bertahan sampai siang.
Kemarin waktu saya antar anak dan istri mudik. Tiba-tiba saya dibikin kaget. Lagi enak-enak tidur di dalam kamar. Masih setengah 6 pagi soalnya. Bapak mertua di depan rumah berteriak bilang "bubur..!" Saya langsung beranjak. Buru-buru buka tirai kamar. Lihat ke jalan tampak bapak mertua sedang menyetop penjual bubur ayam yang menggunakan sepeda motor.
Sudah dua minggu lebih tidak makan bubur ayam. Tanpa fikir panjang saya langsung buru-buru keluar. Sama seperti bapak mertua saya ikut beli bubur ayam. Selain buat sarapan. Saya penasaran pengen nyobain rasanya enak apa nggak. Baru kali ini saya lihat di kampung mertua ada yang jual bubur ayam berhenti di depan rumah. Soal harga buat saya nggak masalah. Berapa pun pasti saya beli. Sebagai penyuka bubur ayam. Terus terang saya merasa senang di kampung mertua kini ada yang jual bubur ayam lagi.
Jualan bubur ayam tidak mudah lho. Siang dijadikan malam. Malam dijadikan siang. Jualan bubur ayam lakunya pagi hari. Jadi kita harus on time ngejar waktu sarapan orang-orang. Telat sedikit apalagi kesiangan bisa-bisa ambyar. Nah, agar bisa tepat waktu penjual bubur ayam harus bangun malam-malam. Dia harus memasak beras untuk dijadikan bubur. Memasak bubur tidak cukup satu jam dua jam. Agar hasil buburnya bagus, mengental tidak encer, kita harus bangun jam 1 malam atau jam 2 malam.
Yang jual bubur ayam di kampung mertua ternyata bukan orang jauh. Dia masih tetanggaan dengan mertua. Pantesan jam setengah 6 pagi sudah berangkat. Rupanya baru mulai start. Soal rasanya bagaimana? Benar-benar diluar perkiraan. Tadinya saya fikir rasanya biasa-biasa saja. Ternyata buburnya enak banget. Ada yang beda dari bubur ayam yang selama ini biasa saya beli. Bubur ayam di kampung mertua ada irisan pindang telornya.
Harganya juga cukup murah. Cuma Rp 6.000 satu prosi. Untuk bubur ayam yang isinya kumplit seperti itu di tempat saya harganya bisa Rp 10.000 atau Rp 12.000. Gara-gara makan bubur ayam itu saya jadi berandai-andai. Kalau ada bubur ayam seperti ini di tempat saya. Yang rasanya enak, gurih, udah gitu isinya kumplit. Plus ada irisan pindang telornya. Saya yakin, jualannya bakalan laris manis. Orang-orang pasti pada ngantri.