Patut Kita Contoh


Patut-Kita-Contoh-1.jpg
AWAL tahun baru. Saya bangun kesiangan. Saya bangun jam 10 lebih sekian menit. Meski bangun kesiangan saya tetap semangat. Bangun kesiangan mungkin karena semalam agak kecewa. Tahun-tahun sebelumnya. Jam 7 malam itu sudah banyak yang menyulut kembang api dan meniup terompet. Puncaknya jam 12 malam. Orang-orang berpesta. Menyambut malam pergantian tahun.

Semalam suasananya jauh berbeda. Saya keliling kota. Suasana di kota sama seperti hari-hari biasa. Bukan seperti malam tahun baru. Tidak ada letusan kembang api. Tidak ada yang membunyikan terompet. Jam 8 toko-toko pada tutup. Niat mau ajak main anak. Jadinya malah ambil uang di ATM. Yang bikin kecewa malam tahun baru kali ini anak dan istri saya tidak mudik. Rencana mau malam tahun baruan bersama malah gagal. Jam 9 malam sudah pulang.



Patut-Kita-Contoh-2.jpg
Bangun tidur saya langsung mandi. Habis ganti baju saya langsung keluar rumah. Mau memastikan cuaca. Meski tahun sudah berganti cuaca tidak berubah. Mendung hitam tampak menggelayut. Saya mendadak lapar. Di kepala yang terbayang ada dua makanan yang cocok buat sarapan. Ketupat sayur padang yang ada di pasar. Sama ketoprak yang di perempatan jalan. Karena cuaca mendung. Opsi kedua akhirnya yang saya pilih.

Di tahun yang masih segar dan ranum ini. Sebenarnya saya tidak akan menulis dulu. Seperti orang-orang, saya ingin menikmati tahun baru dulu. Ingin jalan-jalan dulu. Kalau ada inspirasi atau ide untuk dijadikan tulisan. Saya mau endapkan dulu. Tapi karena cuaca mendung. Saya tidak jadi jalan-jalan. Inspirasi yang saya dapat dan masih hangat. Saya tuangkan saja ke dalam sebuah tulisan.

Waktu pesan ketoprak. Saya ketemu dengan ibu-ibu. Saya pesan 1 bungkus. Si ibu pesan 2 bungkus. Sambil nungguin pesanan ketoprak jadi. Saya sempat ngobrol dengan si ibu. Pertama ngobrolin cuaca. Si ibu pengen buru-buru. Di rumah katanya ada jemuran. Ke dua, si ibu cerita di pasar sepi. Banyak toko yang tutup. Ke tiga, dia nyeritain anaknya yang baru lulus kuliah. Anaknya kuliah di Jogja. Di UMY. Ngambil jurusan teknik sipil. Lulus dengan nilai cum laude.

Patut-Kita-Contoh-3.jpg
Anaknya sekarang sudah bekerja. Orang tuanya senang banget. Bagaimana tidak, begitu lulus langsung dapat kerja. Kerjanya juga tidak tanggung-tanggung. Di sebuah perusahaan konsultan. Tiap keluar kota selalu dapat akomodasi gratis. Hotel gratis. Makan gratis. Uang saku dikasih 2,5 juta. Bonus tahun baru katanya dikasih 6 juta. Wow. Saya tidak sempat bertanya berapa gaji perbulannya. Tapi dari angka-angka yang saya tuliskan di atas gajinya sepertinya cukup untuk membahagiakan orang tuanya.

Yang menarik. Dari obrolan saya dengan si ibu. Ada sebuah pesan yang bisa saya ambil. Anaknya bisa sukses dan berhasil seperti itu berkat dukungan orang tua. Si ibu katanya tiap minggu suka menengok ke Jogja. Anaknya tidak dibiarkan bebas begitu saja. Bagi sebagian orang, perlakuan si ibu bisa disebut orang tua yang protektif. Tapi kalau tujuan orang tua nguliahin anak biar dapat kerja dan jadi orang yang berhasil. Si ibu berada di jalur yang benar. Tidak ada orang tua yang ingin anaknya gagal. Kalau anak kita pengen jadi orang yang sukses. Perlakuan si ibu itu patut kita contoh.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url