Menebus Kesalahan
LAGI nemenin istri beli tas. Ibu nelpon minta diantar ke pengajian. Kalau hati saya tidak mangkel. Bilang dengan jujur sore itu saya lagi nggak di rumah. Lagi di luar. Mungkin tidak akan terjadi apa-apa. Tapi karena hati saya mangkel. Sedikit agak malas. Begitu telpon ditutup, satu menit kemudian, sepeda motor saya tiba-tiba ada yang menabrak.
Yang ditabrak bukan motor saya saja. Sepeda motor yang punya toko juga. Yang ketabrak langsung justru sepeda motor yang punya toko. Sepeda motor saya hanya ketimpa. Motor saya tidak apa-apa. Yang rusak dan copot sudah ada sejak awal. Yang lecet dan tergores motor yang punya toko. Motornya masih baru. Yamaha Lexi.
Saya ikut menolong dan membangunkan motor yang menabrak. Yang nabrak perempuan bawa anak kecil. Saya sempat heran. Kok bisa nabrak. Padahal jalan tidak sedang macet. Motor kan sedang di pinggir. Ternyata perempuan itu sedang COD-an. Dia berhenti di pinggir menelepon seseorang. Motornya tidak dimatikan. Saat sibuk menelepon itulah gasnya ditarik sama anak kecil.
Waktu perempuan itu minta maaf dan pergi begitu saja. Pelayan toko tampak kelihatan gelisah. Yang ketabrak itu motor punya majikan. Karyawan itu mungkin takut kena semprot. Tapi yang namanya celaka kita kan tidak tahu. Kita lagi sibuk di dalam toko. Istri saya lagi pilih-pilih model tas. Pelayan sigap melayani. Saya lagi duduk-duduk di kursi. Eh, tiba-tiba kecelakaan itu terjadi.
Saya baru NGEH saat istri sudah memutuskan tas mana yang mau dibeli. Tabrakan itu mungkin teguran buat saya. Ibu minta diantar ke pengajian. Tapi hati saya mangkel. Saya lebih mementingkan urusan duniawi. Saya lupa akan urusan akhirat. Padahal dunia itu hanya sementara. Akhirat itu abadi. Berapa sih harga tas. Allah Maha Kaya. Kalau Allah sudah berkehendak. Apa pun bisa terjadi.
Saya sudah punya feeling. Pasti itu Handphone orang ketinggalan. Sambil berdzikir saya pasang mata pasang telinga. Siapa tahu ada orang yang merasa kehilangan. Saya tunggu beberapa saat. Tidak ada. Ya, sudah saya keluar. Pas keluar saya lihat di pelataran masjid 3 anak muda sedang sewot. Saling tuduh curi Handphone. Tanpa fikir panjang saya samperin saja. Saya tanya, Handphone-nya warna putih bukan? “IYA” katanya.
Saya bilang saja tadi ada bapak-bapak yang nemu Handphone warna putih. Saya suruh anak muda itu pergi ke ruangan sekretariat. Siapa tahu dititipin di sekretariat. Awalnya saya mau pulang, tapi kefikiran sama kejadian tabrakan tadi sore, saya harus memastikan. Saya mengikuti anak muda itu. Alhamdulillah, Handphone-nya ketemu. Handphone-nya dititipin di ruang security. Anak muda itu sangat berterima kasih sama saya. Handphone adalah benda yang sangat berharga.
Saya juga berterima kasih sama anak muda itu. Semoga kebaikan saya ini bisa menebus kesalahan saya sama ibu saya.