Nasib Sang Leader
SEBELUM saya menikah.
Saya sempat ngasih nasehat ke teman-teman nongkrong saya yang usianya masih
muda. Yang lagi seneng main musik. Yang lagi ketagihan manggung di festival-festival band. Untuk terus berkarya. Gali potensi diri. Jadilah diri
sendiri.
Waktu itu, banyak yang bercita-cita ingin masuk tv. Bukan jadi bintang sinetron. Tapi jadi grup band. Muncul di acara musik. Tampil membawakan lagu ciptaan sendiri. Yang disukai banyak kalangan. Sebagai teman, saya setuju-setuju saja. Semua orang berhak punya cita-cita. Semua orang berhak punya impian.
Sayang, cita-cita dan impian mereka tidak dirawat. Teman-teman saya seringkali terjebak dengan egonya sendiri-sendiri. Saya sendiri, tidak punya cita-cita untuk jadi artis. Cita-cita saya sederhana. Saya ingin dekat dengan komputer saja. Saya ingin jadi internet marketing. Makanya sebelum menikah. Waktu cita-cita mereka sedang tinggi-tingginya. Saya memilih mundur.
Saya masih ingat. Saya sempat ngasih nasehat seperti ini. Coba perform kalian direkam lewat video. Terus upload ke Youtube. Waktu itu youtube dan youtuber belum booming. Hp android belum merambah pasar. Saya tahu youtube juga karena sering bolak-balik ke warnet. Itu juga masih belum NGEH kalo lewat Youtube kita bisa menghasilkan duit.
Saran saya sepertinya tidak didengar oleh mereka. Grup musik yang mereka dirikan malah dibubarkan begitu saja. Mereka jalan sendiri-sendiri. Sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sempat ada kabar yang menggembirakan. Salah satu dari mereka ada yang berangkat ke ibukota. Katanya ingin mencoba peruntungan. Tapi, kabar terakhir yang saya dengar dia bukan jadi artis. Dia jadi tukang pijit.
Yang paling miris tentu saja nasib sang Leader. Dia yang sangat berapi-api ingin terkenal dan masuk tv. Sekarang tinggal di dalam jeruji busi. Dia terjerat kasus penipuan. Yang nominalnya jutaan. Sebagai teman, saya sangat menyayangkan. Usianya masih muda. Harusnya dia fokus di dunia musik. Seperti saran saya. Kalau tidak jadi artis minimal dia bisa jadi youtuber.
Saya tidak tahu sejak kapan dia terjebak di dunia hitam. Saya tahunya dia kerja di sebuah perusahaan. Atau sibuk bisnis kecil-kecilan. Sebagai teman, saya merasa kasihan dan turut prihatin. Gara-gara salah pergaulan. Masa depan yang harusnya terang benderang. Sekarang malah jadi suram.
Waktu itu, banyak yang bercita-cita ingin masuk tv. Bukan jadi bintang sinetron. Tapi jadi grup band. Muncul di acara musik. Tampil membawakan lagu ciptaan sendiri. Yang disukai banyak kalangan. Sebagai teman, saya setuju-setuju saja. Semua orang berhak punya cita-cita. Semua orang berhak punya impian.
Sayang, cita-cita dan impian mereka tidak dirawat. Teman-teman saya seringkali terjebak dengan egonya sendiri-sendiri. Saya sendiri, tidak punya cita-cita untuk jadi artis. Cita-cita saya sederhana. Saya ingin dekat dengan komputer saja. Saya ingin jadi internet marketing. Makanya sebelum menikah. Waktu cita-cita mereka sedang tinggi-tingginya. Saya memilih mundur.
Saya masih ingat. Saya sempat ngasih nasehat seperti ini. Coba perform kalian direkam lewat video. Terus upload ke Youtube. Waktu itu youtube dan youtuber belum booming. Hp android belum merambah pasar. Saya tahu youtube juga karena sering bolak-balik ke warnet. Itu juga masih belum NGEH kalo lewat Youtube kita bisa menghasilkan duit.
Saran saya sepertinya tidak didengar oleh mereka. Grup musik yang mereka dirikan malah dibubarkan begitu saja. Mereka jalan sendiri-sendiri. Sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sempat ada kabar yang menggembirakan. Salah satu dari mereka ada yang berangkat ke ibukota. Katanya ingin mencoba peruntungan. Tapi, kabar terakhir yang saya dengar dia bukan jadi artis. Dia jadi tukang pijit.
Yang paling miris tentu saja nasib sang Leader. Dia yang sangat berapi-api ingin terkenal dan masuk tv. Sekarang tinggal di dalam jeruji busi. Dia terjerat kasus penipuan. Yang nominalnya jutaan. Sebagai teman, saya sangat menyayangkan. Usianya masih muda. Harusnya dia fokus di dunia musik. Seperti saran saya. Kalau tidak jadi artis minimal dia bisa jadi youtuber.
Saya tidak tahu sejak kapan dia terjebak di dunia hitam. Saya tahunya dia kerja di sebuah perusahaan. Atau sibuk bisnis kecil-kecilan. Sebagai teman, saya merasa kasihan dan turut prihatin. Gara-gara salah pergaulan. Masa depan yang harusnya terang benderang. Sekarang malah jadi suram.