Komunitas Bubur Ayam Makannya Nggak Diaduk


Komunitas-Bubur-Ayam-Makannya-Nggak-Diaduk-1.jpg
DI mana-mana. Terutama di medsos. Orang-orang sibuk bicara politik. Ada yang dukung 01. Ada yang dukung 02. Apalagi menjelang hari H pencoblosan. Suasana makin riuh rendah. Masing-masing saling menjagokan pilihannya. Pemilu yang sudah-sudah tidak seheboh seperti sekarang. Mungkin karena dulu belum ada medsos. Orang-orang belum kecanduan gadget.


Informasi terkait Pemilu dulu hanya kita dapat dari televisi, radio, dan surat kabar. Itu juga hanya sebagian. Hanya sepotong. Tidak full. Kita hanya dikasih gambaran Pemilu saat itu Partainya ada sekian. Calon Walikota, Bupati, Gubernur, dan Presiden ada berapa pasang. Tinggal masyarakat yang memilih. Yang suka partai A pilih A. Yang suka partai B pilih B. Begitu juga dengan calon pemimpin. Masyarakat memilih sesuai hati nurani.
 
Komunitas-Bubur-Ayam-Makannya-Nggak-Diaduk-2.jpg
Artikel saya ini tidak ada hubungannya dengan Pilpres. Tidak ada kaitannya dengan dukung mendukung salah satu paslon. Saya ini masyarakat biasa. Seperti teman-teman. Tiap hari saya cari duit untuk menafkahi keluarga. Tapi karena pekerjaan saya jualan online. Yang salah satu medianya menggunakan facebook. Mau tidak mau, suka tidak suka, informasi tentang Pilpres entah itu foto, video, meme, dll, sering muncul di timeline.

Nah, yang membuat saya tergoda untuk menulis artikel ini karena kemarin saya lihat di timeline rame postingan komunitas. Yang membuat saya geli ada yang bikin komunitas bubur ayam makannya diaduk dan komunitas bubur ayam makannya tidak diaduk. Apa pun pilihan politiknya, saya salut sama yang punya ide tersebut. Orangnya bener-bener kreatif. Di tengah suhu politik yang kian memanas. Masih sempet-sempetnya bikin istilah-istilah kocak.

Saya tertarik untuk menulis artikel ini karena saya penggemar berat bubur ayam. Tiap pagi saya suka sarapan bubur ayam. Kalau bosan makan nasi, malam juga saya suka beli bubur ayam. Saya suka bubur ayam dari kecil. Dari sejak SD. Sampai sekarang saya masih hafal harga perporsi bubur ayam dan siapa saja penjualnya. Waktu SD harga bubur ayam semangkuk Rp 50 - Rp 100 perak. Penjualnya Kang Dayat sama Bu Enok. Waktu SMP harganya naik semangkuk jadi Rp 250 perak. Waktu SMA naik semangkuk jadi Rp 500 – Rp 1000 perak.

Komunitas-Bubur-Ayam-Makannya-Nggak-Diaduk-3.JPG
Saking sukanya dengan bubur ayam. Waktu kecil kalau diajak sama orang tua pergi ke pusat kota atau main ke festival (sejenis pasar malam) makanan yang saya cari pasti bubur ayam. Padahal orang-orang yang pergi ke kota atau ke festival biasanya beli mie bakso, harum manis, dan martabak. Saya pernah mengalami kejadian menyebalkan. Waktu saya kerja di toko tekstile saya pernah diajak sama teman jogging ke kompleks olahraga. Beres jogging saya diajak makan bubur. Saya fikir saya mau ditraktir makan bubur ayam. Eh, malah ditraktir makan bubur kacang.

Sekedar lucu-lucuan, pengen ikut-ikutan, saya ini bisa dibilang seorang mualaf. Dari SD sampai SMA, saya termasuk ke dalam komunitas bubur ayam makannya diaduk. Saya dapat hidayah dan hijrah ke komunitas bubur ayam makannya nggak diaduk setelah lulus SMA. Gara-garanya saya lihat sahabat saya. Kalau makan buburnya nggak diaduk. Awalnya benci. Kok makan bubur ayamnya nggak diaduk. Tapi lama-lama jadi kefikiran buat nyoba. Dari coba-coba itulah akhirnya sampai sekarang kalau beli bubur ayam makannya suka nggak diaduk.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url