Gadis Cantik Penyapu Jalan

Cerpen-Gadis-Cantik-Penyapu-Jalan.jpg
KATA teman saya yang kerja di pabrik sebelah. Foto-foto tunangan saya katanya beredar di internet. Jika saya mengetikan kata kunci “gadis cantik penyapu jalan” di search engine, maka foto-foto tunangan saya akan segera muncul. Saya ingin sekali membuktikan benar tidaknya kabar tersebut. Tapi, Hp saya Hp jadul. Tidak bisa dipakai buat internetan. Minta tolong ke teman satu line juga percuma. Hp-nya jadul semua. Maklum, karyawan baru. Belum bisa beli Hp smartphone. Kalau mau lihat foto-foto tunangan saya yang beredar di internet, otomatis saya harus ke warnet.

Suatu hari, keberuntungan akhirnya berpihak pada saya. Secara mendadak perusahaan meliburkan semua karyawannya. Katanya ada demo. Demo massal begitu. Saya tidak tahu demo apa. Yang jelas, pihak perusahaan memberi kami kebebasan. Bagi yang suka berdemo bisa ikut konvoi ke gedung DPRD. Bagi yang tidak suka atau tidak mau berdemo, boleh pulang ke rumah atau ke kontrakannya masing-masing. Karena saya tidak suka keramaian, saya memilih opsi yang ke dua. Saya pulang ke kontrakan.

Setibanya di kontrakan. Saya langsung menelepon tunangan saya. Saya ingin tahu bagaimana kabarnya di kampung, sekaligus ingin menanyakan foto-foto yang diceritakan teman saya itu.

“Aa, sudah tahu ya? Sudah lihat foto-foto Neng?” Di seberang sana, suara lembutnya begitu menyejukan. Saya berusaha tenang dan menjawab pertanyaannya dengan jujur.

“Belum, Neng. Makanya Aa nanya”

“Lihat saja dulu. Biar Aa tahu. Biar nanti Aa tidak salah paham.” Jawabnya, singkat.

Selesai mencuci baju. Siangnya saya buru-buru pergi ke warnet. Dengan bantuan penjaga warnet, saya mengetikan kata kunci “gadis cantik penyapu jalan” di search engine. Dan seperti yang diceritakan teman saya itu, foto-foto tunangan saya dengan berbagai pose muncul di beberapa laman. Mata saya dibuat terbelalak. Keterkejutan saya tidak berhenti sampai di situ. Si penjaga warnet yang sudah berbaik hati memandu saya membuka internet, sekonyong-konyong malah menyimpan foto-foto tunangan saya ke dalam sebuah folder.

Sebagai tunangannya, tentu saya merasa emosi. Saya ingin sekali menghajar penjaga warnet tersebut. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa. Di warnet itu dia yang berkuasa. Lagian, saya ke warnet bukan mau berkelahi, tapi mau melihat foto-foto tunangan saya yang beredar di internet. Tujuan saya ke warnet, hanya ingin memastikan benar tidaknya foto tersebut. Kalau pun foto-foto tunangan saya dikoleksi oleh orang lain (termasuk oleh si penjaga warnet). Saya tidak bisa mencegahnya. Mungkin itu sudah resiko. Toh, si penjaga warnet tidak tahu, jika foto gadis cantik penyapu jalan yang dia simpan ke dalam sebuah folder itu adalah tunangan saya.

Setelah melihat foto tunangan saya yang beredar di internet. Saya jadi kefikiran, jangan-jangan orang yang pertama kali mengunggah foto tunangan saya ke dunia maya itu anak-anak geng motor yang sedang nongkrong di pinggir jalan. Soalnya, di salah satu foto tunangan saya, ada beberapa anak laki-laki yang sedang duduk-duduk di atas motor. Atau bisa juga wartawan lokal yang suka memotret situasi seputaran kota. Dengan kamera digital, entah dari jarak jauh atau dari jarak dekat, wartawan tersebut membidik gerak-gerik tunangan saya yang sedang menyapu jalan. Membersihkan sampah-sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat.

Tapi, siapa pun dia, mau anak geng motor atau wartawan lokal. Jujur, bagi saya itu tidak penting. Saya tidak peduli. Yang membuat saya terkejut dan membuat saya geleng-geleng kepala. Sejak kapan tunangan saya jadi gadis penyapu jalan? Setahu saya. Dua bulan yang lalu, sebelum saya berangkat ke ibukota mencari duit buat biaya pernikahan nanti, tunangan saya sehari-hari kerjanya membantu ibunya berjualan di warung.

Selama berpacaran, sampai akhirnya kami bertunangan, jangankan pergi ke kota, baru naik angkot saja tunangan saya sudah mabok. Kenapa dia tidak cerita sama saya? Siapa orang yang mengajak dia bekerja di kota? Pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepala, sebagian ada yang saya bawa ke kontrakan, sebagian lagi saya tinggalkan begitu saja di warnet.

BESOKNYA. Di pabrik. Sebelum masuk kerja. Saya melihat beberapa karyawan laki-laki sibuk memainkan Hp. Seperti sedang melihat sesuatu. Saya coba mendekat, sekedar ingin tahu, apa yang sedang mereka lakukan. Ternyata mereka sedang melihat-lihat foto tunangan saya. Foto-foto yang yang ada di smartphone mereka sama dengan foto-foto yang kemarin saya lihat di warnet.


Saat jam istirahat. Baik yang satu line dengan saya atau yang beda divisi dengan saya, masih saja sibuk melihat dan saling bertukar foto tunangan saya melalui bluetooth. Gara-gara foto tersebut, mereka lupa kalau jam istirahat di pabrik waktunya hanya sebentar. Mereka tidak sadar, jika jam istirahat di pabrik, cukup untuk makan tapi tidak cukup untuk melaksanakan sholat.

Beberapa hari kemudian. Sepulangnya dari pabrik. Saya mencoba menelepon teman saya yang kerja di pabrik sebelah. Saya tanya sama dia, kenapa foto-foto tunangan saya bisa seheboh ini? Sambil menguap, karena waktu itu tengah malam, teman saya kemudian menerangkan pada saya. Mungkin ada orang yang iseng meng-upload foto tunangan saya di jejaring sosial. Lalu di-like dan dikomentari teman-temannya. Kemudian oleh teman-temannya, link-nya disebar ke mana-mana. Jadinya ramai seperti ini.

Selain berparas cantik, tunangan saya tubuhnya memang seksi. Tanpa dijelaskan teman saya pun, saya sudah tahu, jika tunangan saya tidak cantik dan seksi, mana mungkin orang mau memotret tunangan saya dan mengunggahnya ke media sosial. Sekedar informasi, penyapu jalan di kota saya banyak sekali, ada yang masih muda, ada juga yang sudah ibu-ibu.

Ketika bekerja mereka semuanya memakai masker. Mungkin untuk melindungi wajahnya agar tidak kena debu atau untuk menutupi wajahnya biar tidak diketahui orang-orang. Saat sedang menyapu jalan itulah sepertinya tunangan saya lupa memakai masker, terus wajahnya kelihatan. Karena cantik dan seksi, akhirnya ada orang yang iseng memotretnya.

SETELAH foto tunangan saya makin hari makin ramai dibicarakan banyak orang, terutama para netizen. Beberapa hari ini tunangan saya jadi susah dihubungi. Kalau saya telpon tidak pernah diangkat, saya SMS pun tidak pernah dibalas. Saya jadi kelimpungan. Jangan-jangan tunangan saya sebentar lagi bakal masuk tv. Jadi artis dadakan diundang ke sana kemari mengisi berbagai acara.

Jika si Neng masuk TV. Sebagai tunangannya, tentu saya merasa bangga. Kalau pun tidak diajak syuting mengisi acara di beberapa stasiun televisi. Atau diajak konfrensi pers di hadapan para wartawan infotainment. Paling tidak saya bisa bilang ke temen-teman saya di pabrik, kalau artis yang mereka tonton di televisi adalah tunangan saya. Artis yang foto-foto seksinya mereka simpan di Hp smartphone mereka adalah calon isteri saya.

Tapi, bagaimana kalau setelah terkenal, si Neng malah lupa sama saya? Setelah jadi artis, si Neng malah mengembalikan cincin pemberian saya dan membatalkan pertunangan?

Beruntung, ketakutan-ketakutan saya itu tidak menjadi kenyataan. Suatu hari, pagi-pagi sekali, sebelum saya berangkat kerja, calon mertua saya menelepon. Beliau mengabarkan, kalau si Neng, tunangan saya, sudah ada di kampung. Sudah tidak bekerja lagi jadi gadis penyapu jalan. Kapok katanya. Semenjak fotonya beredar di internet. Setiap hari suka didatangi wartawan. Setiap hari, suka digodain laki-laki. Bahkan ada seorang pengusaha yang ingin mengajaknya ke pelaminan.

Yang paling membahagiakan. Sebelum menutup telepon, calon mertua saya itu sempat bilang. Kalau sudah ada uang untuk mas kawin. Saya disuruh pulang. Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin segera menikahkan anaknya. Mereka sudah tidak sabar ingin segera menimang cucu kesayangan.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url