Open House Bagi-Bagi Sedekah, Jangan Dibudayakan!
MIRIS. Kalimat itulah yang pertama kali keluar dari mulut saya ketika saya menonton berita di televisi ada seorang anak yang meninggal terinjak-injak saat mengikuti acara open house di rumah calon Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla. Kenapa saya katakan miris? Karena ini bukan kali pertama saya mendengar atau melihat orang yang meninggal gara-gara open house atau pembagian sedekah. Di Indonesia, orang yang meninggal karena terinjak-injak saat ikut mengantri pemberian sedekah bukan sesuatu yang aneh.
Hampir tiap tahun selalu saja ada korban yang meninggal gara-gara acara tersebut. Mulai dari kakek-kakek, nenek-nenek, ibu-ibu, bahkan bayi atau balita juga ada. Saya sampai tidak habis fikir, hanya gara-gara uang lima puluh ribu, atau gara-gara ingin mendapatkan sembako sampai ada yang harus kehilangan nyawa segala. Yang bikin saya heran, orang-orang kaya yang mau membagi-bagikan sedekah pada orang-orang yang tidak mampu itu tidak pernah kapok untuk mengadakan acara tersebut.
Maut memang di tangan Tuhan. Kita tidak pernah tahu di mana kita akan meninggal. Tapi sebagai seorang muslim harusnya kita tahu bahwa di dalam Al-Quran Alloh SWT telah mengingatkan kita untuk tidak menjerumuskan kita pada kematian. Dalam keseharian kita, tanpa kita sadari, banyak hal atau aktifitas yang bisa menjerumuskan kita pada kematian. Salah satunya ikut mengantri berdesak-desakan dengan puluhan atau ratusan orang demi untuk mendapatkan sedekah.
Secara logika, dari segi fisik pun tidak memungkinkan seorang kakek-kakek, nenek-nenek, ibu-ibu dan anak-anak yang tenaganya lemah ikut antri berdesak-desakan mendapatkan sedekah. Tapi fakta membuktikan bahwa mereka yang ikut antri berdesak-desakan untuk mendapatkan sedekah kebanyakan kakek-kakek, nenek-nenek, ibu-ibu dan anak-anak. Kalau sudah begini siapa yang harus disalahkan?
Lewat blog ini, saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa. Saya hanya ingin mengingatkan saja, acara-acara pengumpulan massa seperti open house atau pemberian sedekah sebaiknya dihilangkan. Jangan dijadikan budaya. Karena sudah banyak contoh. Jangan karena ingin dipandang orang, apalagi untuk sebuah pencitraan, nyawa orang harus melayang. Cobalah untuk bersikap arif. Banyak cara yang lebih smart untuk menyalurkan harta kita pada orang-orang yang membutuhkan.
Di kampung saya, di Tasikmalaya. Orang-orang kaya yang ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang miskin, cukup memanggil ketua RT atau RW-nya saja. Selanjutnya biarlah mereka, ketua RT dan RW, yang menyalurkan sedekah tersebut kepada warganya masing-masing. Jadi aman, simple, tidak menimbulkan korban. Sementara bagi orang kaya yang memberikan sedekah, meski tidak pernah menggelar acara open house, tidak mengurangi citra mereka di hadapan masyarakat. Yang ada justru mereka jadi lebih terhormat. Karena terhindar dari rasa ujub dan riya.